A.
PENDAHULUAN
1.
Latar
belakang
Seiring
meningkatnya ilmu pengetahuan di Indonesia, berkembang pula
upaya peningkatan pelayanan kesehatan terhadap wanita yang semakin
membaik. Sarana dan prasarana di pelayanan kesehatan menunjang terdeteksinya penyakit
wanita yang bermacam-macam, termasuk penyakit ginekologi. Berbagai macam
penyakit sistem reproduksi yang memiliki efek negatif pada kualitas kehidupan
wanita dan keluarganya dengan gejala salah satunya gangguan menstruasi seperti menarche yang lebih awal, periode menstruasi
yang tidak teratur, panjang siklus menstruasi yang pendek, paritas yang rendah,
dan riwayat infertilitas (Heffner & Danny, 2008).
Gangguan
menstruasi yang umum pada wanita biasanya terjadi dismenore atau nyeri saat
haid. Dismenore atau menstruasi yang menimbulkan nyeri merupakan salah satu
masalah ginekologi yang paling umum dialami wanita dari berbagai usia. Selain
itu periode menstruasi yang tidak teratur dengan volume pengeluaran darah yang
berlebih dapat mengakibatkan anemia. Anemia menyebabkan penurunan kapasitas
darah untuk membawa oksigen (Wiliams, 2005).
Nyeri
yang berlebih pada saat haid juga dapat terjadi akibat adanya massa pada organ
reproduksi seperti kista atau tumor. Kista adalah bentuk gangguan adanya
pertumbuhan sel-sel otot polos yang abnormal. Pertumbuhan otot polos abnormal
yang terjadi pada ovarium disebut kista ovarium. Kista ovarium secara fungsional adalah kista
yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus menstruasi (Bobak,
Lowdermilk & Jensen. 2005).
Selama
tahap kehidupan, massa yang biasanya disebabkan oleh kista ovarium fungsional,
neoplasma ovarium jinak, atau perubahan pasca infeksi pada tuba fallopii
(Heffner & Danny, 2008). Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium. Kanker
ovarium merupakan penyebab kematian dari semua kanker ginekologi. Di Amerika
Serikat pada tahun 2001 diperkirakan jumlah penderita kanker ovarium sebanyak
23 .400 dengan angka kematian sebesar 13.900 orang. Tingginya angka kematian karena penyakit ini sering tanpa gejala dan tanpa
menimbulkan keluhan, sehingga tidak diketahui dimana sekitar 60% - 70%
penderita datang pada stadium lanjut. Maka penyakit ini disebut juga silent
killer. Angka kejadian kanker ovarium di Indonesia belum diketahui secara pasti karena pencatatan dan pelaporan
di negeri kita kurang baik. Sebagai gambaran di RSU, kanker Dharmais
ditemukan penderita kanker ovarium sebanyak 30 kasus setiap tahun. Studi
epidemologi menyatakan beberapa faktor resiko nullipara, melahirkan pertama
kali pada usia di atas 35 tahun dan wanita yang mempunyai keluarga dengan
riwayat kehamilan pertama terjadi pada usia di bawah 25 tahun. Penggunaan pil
kontrasepsi dan menyusui akan menurunkan kanker ovarium sebanyak
30–60% (Dharmais,2007).
30–60% (Dharmais,2007).
Penanganan
dan pengobatan kanker ovarium yang telah dilakukan dengan prosedur yang benar
namun hasil pengobatannya sampai saat ini belum begitu ada manfaatnya termasuk
pengobatan yang dilakukan di pusat kanker terkemuka di dunia sekalipun. Angka
kelangsungan hidup 5 tahun penderita kanker ovarium pada stadium lanjut
berkisar 20-30 %, oleh karena itu sebagai perawat dalam menangani masalah klien
dengan kista ovarium atau kanker ovarium maka perlu memperhatikan aspek
biopsikososialspiritual dalam pemberian asuhan keperawatannya, sehingga hal ini
yang menarik penulis untuk membahas asuhan keperawatan pada klien dengan kista
ovarium.
2.
Tujuan
A.
Tujuan Instruksional Umum
Setelah
melakukan penyusunan laporan pendahuluan diharapkan mahasiswa dapat mengelola
pasien dengan kista ovarium.
B.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah melakukan penyusunan laporan pendahuluan
diharapkan mahasiswa dapat :
a.
Mengetahui konsep
kista ovarium.
b.
Melakukan pengkajian pada
pasien dengan kista ovarium.
c.
Menetapkan diagnosa
keperawatan pasien dengan kista ovarium.
d.
Melakukan intervensi
keperawatan pada pasien dengan kista
ovarium.
e.
Melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan.
f.
Mendokumentasikan hasil
asuhan keperawatan.
B.
TINJAUAN TEORI
1.
PENGERTIAN
Beberapa pengertian mengenai kista
ovarium sebagai berikut:
a Menurut
(Winkjosastro, 2005)
kistoma ovarii merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik
atau padat, jinak atau ganas. Dalam kehamilan, tumor ovarium yang dijumpai yang
paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein. Tumor
ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim
atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala ke dalam panggul.
b Kista ovarium adalah pertumbuhan
sel yang berlebihan/abnormal pada ovarium yang membentuk seperti kantong. Kista
ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh
hormonal dengan siklus mentsruasi (Bobak, Lowdermilk & Jensen. 2005).
c Kista ovarium merupakan
pembesaran sederhana ovarium normal, folikel de graf atau korpus luteum atau
kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan dari epithelium ovarium. (Smelzer
& Bare, 2002)
d Tumor ovarium sering jinak bersifat kista, ditemukan
terpisah dari uterus dan umumnya diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik (Sjamsoehidayat, 2005).
Tumor
ovarium sering jinak bersifat kista, ditemukan terpisah dari uterus dan umumnya
diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik (Sjamsoehidyat, 2005). Jenis-jenis
kista ovarium terdiri dari:
1. Kistoma ovari simpleks, kista yang permukaannya rata dan
halus, biasanya bertangkai, seringkali bilateral dan dapat menjadi besar.
Dinding kista tipis berisi cairan jernih yang serosa dan berwarna kuning.
2. Kistodema ovari musinosum, bentuk kista multilokular,
biasanya unilateral dan dapat tumbuh menjadi besar.
3. Kistadenoma ovari serosum, kista yang berasal dari epitel
germinativum, kista ini dapat membesar.
4. Kista dermoid, teratoma kistik jinak dengan
struktur ektodermal berdiferensiasi sempurna dan lebih menonjol dari pada
mesoderm dan endoterm. Dinding kista keabu-abuan dan agak tipis.
2.
ETIOLOGI
Berdasarkan (Smelzer & Bare, 2002), penyebab dari kista belum
diketahui secara pasti, kemungkinan terbentuknya kista akibat gangguan pembentukan hormon dihipotalamus,
hipofisis atau di indung telur sendiri (ketidakseimbangan hormon). Kista
folikuler dapat timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal mengalami involusi atau mereabsorbsi
cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi didalam korpus luteum indung telur
yang fungsional dan dapat membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh
penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus menstruasi.
Kista theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan bening,
berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak terkendali di
ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus luteum, sel
telur.
3.
TANDA DAN GEJALA
Sebagian
besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya sedikit nyeri yang tidak
berbahaya. Tetapi adapula kista yang berkembang menjadi besar dan menimpulkan
nyeri yang tajam. Pemastian
penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala saja karena mungkin gejalanya
mirip dengan keadaan lain seperti endometriosis, radang panggul, kehamilan
ektopik (di luar rahim) atau kanker ovarium. Meski demikian, penting
untuk memperhatikan setiap gejala atau perubahan ditubuh Anda untuk mengetahui
gejala mana yang serius. Berdasarkan
(Mansjoer, 2002), gejala-gejala berikut mungkin muncul
bila anda mempunyai kista ovarium:
1.
Perut terasa penuh,
berat, kembung
2.
Tekanan pada dubur dan
kandung kemih (sulit buang air kecil)
3.
Haid tidak teratur
4.
Nyeri panggul yang
menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke punggung bawah dan paha.
5.
Nyeri mendadak
dibagian perut bawah
6.
Nyeri pinggul ketika
menstruasi
7.
Menstruasi nyang
datang terlambat disertai dengan nyeri
8.
Menstruasi yang
kadang memanjang dan memendek
9.
Nyeri sanggama
10.Mual,
ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat hamil.
4.
PATOFISIOLOGI
Berdasarkan Smeltzer & Bare
(2002) menyatakan bahwa fungsi ovarium yang normal tergantung pada sejumlah
hormon, dan kegagalan salah satu pembentukan hormon dapat mempengaruhi fungsi
ovarium tersebut. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita
tidak menghasilkan hormon hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang
abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak
sempurna didalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan, gagal
berinvolusi, gagal mereabsorbsi cairan dan gagal melepaskan sel telur, sehingga
menyebabkan folikel tersebut menjadi kista.
Setiap hari ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut
folikel de graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan
diameter lebih dari 2.8cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur
akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5-2 cm
dengan kista di tenga-tengah.
Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami
fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi,
korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil
selama kehamilan.
Kista ovari berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan
selalu jinak. Kista dapat berupa kista folikural dan luteal yang kadang-kadang
disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin,
termasuik FSH dan HCG.
1.
pemeriksaan penunjang
Berdasarkan (Winkjosastro,
2005) bahwa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien dengan kista ovarium
sebagai berikut:
1. Laparaskopi, pemeriksaan
ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari ovarium
atau tidak, dan untuk menentukan silat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi, pemeriksaan
ini dapat ditentukan letak dan batas tumor apakah tumor berasal dari uterus,
ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan dapatkah
dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
3. Foto Rontgen, pemeriksaan
ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista
dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam tumor. Penggunaan foto rontgen
pada pictogram intravena dan pemasukan bubur barium dalam colon disebut di
atas.
4. Pap smear, untuk mengetahui displosia
seluler menunjukan kemungkinan adaya kanker atau kista.
2.
penatalaksanaan
Berdasarkan Hamylton (2005); Bobak, Lowdermilk, & Jensen
(2004); Winkjosastro (2005) bahwa penatalaksanaan
yang dapat dilakukan pada klien dengan kista ovarium sebagai berikut:
a. Pengangkatan kista ovarium
yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah misal laparatomi, kistektomi
atau laparatomi salpingooforektomi. Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang
tidak ganas ialah pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian
ovarium yang mengandung tumor. Akan tetapi jika tumornya besar atau ada
komplikasi, perlu dilakukan pengangkatan ovarium, bisanya disertai dengan
pengangkatan tuba (Salpingo-oovorektomi).
b. Kontrasepsi oral dapat
digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista.
c. Perawatan pasca operasi
setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan
perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu pengecualian penurunan tekanan
intra abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya
mengarah pada distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan
memberikan gurita abdomen sebagai penyangga.
d. Tindakan keperawatan berikut
pada pendidikan kepada klien tentang pilihan pengobatan dan manajemen nyeri
dengan analgetik atau tindakan kenyamanan seperti
kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam, informasikan
tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda-tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi.
e. Asuhan post operatif merupakan
hal yang berat karena keadaan yang mencakup keputusan untuk melakukan operasi,
seperti hemorargi atau infeksi. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui
tanda-tanda vital, asupan dan keluaran, rasa sakit dan insisi. Terapi
intravena, antibiotik dan analgesik biasanya diresepkan. Intervensi mencakup
tindakan pemberiaan rasa aman, perhatian terhadap eliminasi, penurunan rasa
sakit dan pemenuhan kebutuhan emosional Ibu.
f.
Efek anestesi umum. Mempengaruhi keadaan umum
penderita, karena kesadaran menurun. Selain itu juga diperlukan monitor
terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit, suara nafas dan usaha pernafasan,
tanda-tanda infeksi saluran kemih, drainese urin dan perdarahan. Perawat juga
harus mengajarkan bagaimana aktifitas pasien di rumah setelah pemulangan,
berkendaraan mobil dianjurkan setelah satu minggu di rumah, tetapi tidak boleh
mengendarai atau menyetir untuk 3-4 minggu, hindarkan mengangkat benda-benda
yang berat karena aktifitas ini dapat menyebabkan kongesti darah di daerah
pelvis, aktifitas seksual sebaiknya dalam 4-6 minggu setelah operasi, kontrol
untuk evaluasi medis pasca bedah sesuai anjuran.
3.
komplikasi
Berdasarkan Winkjosastro (2005)
bahwa beberapa ahli mencurigai kista ovarium
bertanggung jawab atas terjadinya kanker ovarium pada wanita diatas 40 tahun.
Mekanisme terjadinya kanker masih belum jelas namun dianjurkan pada wanita yang
berusia diatas 40 tahun untuk melakukan skrining atau deteksi dini terhadap
kemungkinan terjadinya kanker ovarium. Faktor
resiko lain yang dicurigai adalah penggunaan kontrasepsi oral terutama yang
berfungsi menekan terjadinya ovulasi. Maka dari itu bila seorang wanita usia subur
menggunakan metode konstrasepsi ini dan kemudian mengalami keluhan pada siklus
menstruasi, lebih baik segera melakukan pemeriksaan lengkap atas kemungkinan
terjadinya kanker ovarium.
A.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN KISTA OVARIUM
1.
PENGKAJIAN
- Data fokus dari status obstetrikus, meliputi :
a. Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan
bau
b. Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia
perkawinan
- Pengkajian pasca operasi rutin,
a. Kaji tingkat kesadaran
b. Ukur tanda-tanda vital
c. Auskultasi bunyi nafas
d. Kaji turgor kulit
e. Pengkajian abdomen: inspeksi
ukuran dan kontur abdomen, auskultasi bising
usus, palpasi terhadap nyeri tekan dan massa, tanyakan tentang perubahan pola defekasi, kaji status balutan
f. Kaji terhadap nyeri atau mual
g. Palpasi nadi pedalis secara bilateral
h. Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang
diberikan dan lamanya waktu di bawah anestesi.
i. Kaji status psikologis pasien setelah operasi
2.
DIAGNOSA
Herdman (2010),
kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien dengan kista ovarium adalah
a.
Nyeri akut b.d agen
cedera biologi
b.
Ansietas b.d
perubahan status kesehatan
c.
Hambatan mobilisasi
fisik b.d kelemahan fisik
d.
Kerusakan integritas
jaringan b.d faktor mekanik
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (KRITERIA HASIL, INTERVENSI, RASIONAL) KLIK DISINI
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (KRITERIA HASIL, INTERVENSI, RASIONAL) KLIK DISINI
DAFTAR PUSTAKA
Bobak,
Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku
Ajar Keperawatan Maternitas, alih bahasa Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi
4). Jakarta: EGC.
Heardman. (2011).
Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.
Hefner,
Linda J. & Danny J.Schust. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi II. Jakarta : EMS,
Erlangga Medical Series.
Johnson, Meridian
Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing Outcame Clasification. Mosby.
Philadelphia.
Mansjoer, Arif. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
McCloskey &
Gloria M Bulechek. (1996). Nursing Intervention Clasification. Mosby. USA.
Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Smelzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC.
Williams, Rayburn F. (2005).
Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya
medika.
Winkjosastro,
Hanifa, (2005), Ilmu
Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar