LP (Laporan Pendahuluan) Keperawatan Lengkap

Kumpulan Laporan Pendahuluan Keperawatan, Asuhan Keperawatan Lengkap,SAP Dan Leaflet, Tugas-Tugas Kuliah Keperawatan Lainnya

09/03/18

LAPORAN PENDAHULUAN DEHISENSI LUKA POST LAPAROTOMY TERBARU

DEHISENSI LUKA POST LAPAROTOMY
1.   Pengertian
Dehisensi luka abdomen (post laparotomy) merupakan keadaan terbukanya sebagian atau seluruh lapisan insisi abdomen (Towned et al., 2007). Kondisi tersebut merupakan salah satu komplikasi dari proses penyembuhan luka yang didefinisikan sebagai keadaan dimana terbukanya kembali sebagian atau seluruhnya luka operasi. Keadaan ini sebagai akibat kegagalan proses penyembuhan luka operasi (Baxter, 2003; Spiolitis, 2009).
      Dehisensi berhubungan dengan kematian, meningkatkan lama hari rawat dan kejadian herniasi insisional (Khan, Naqvi, Irshad & Chaudhary, 2004). Dehisensi dilaporkan memiliki angka mortalitas tertinggi  hingga 44% (Sorensen, 2009). Perawat medikal bedah seringkali berhadapan dengan pasien postoperatif maka kesadaran mengenai faktor risiko dehisensi dan metode pencegahan maupun manajemen dehisensi penting untuk diketahui.
2.   Klasifikasi
Dehisensi dapat dibagi dalam dehisensi inkomplit atau parsial dan dehisensi komplit. Dehisensi disebut inkomplit bila hanya meliputi jaringan kulit atau jaringan dibawahnya dan terkadang mencapai jaringan fascia. Dehisensi dikatakan komplit apabila peritoneum juga ikut terbuka.
Berdasarkan waktu terjadinya dehisensi luka operasi dapat dibagi menjadi dua:
a.       Dehisensi luka operasi dini : terjadi kurang dari 3 hari pasca operasi yang biasanya disebabkan oleh teknik atau cara penutupan dinding perut yang tidak baik.
b.      Dehisensi luka operasi lambat : terjadi kurang lebih antara 7 hari sampai 12 hari paska operasi. Pada keadaan ini biasanya dihubungkan dengan usia, adanya infeksi, status gizi dan faktor lainnya (Sjamsudidajat R, 2005).
3.   Etiologi
Faktor penyebab dehisensi luka operasi berdasarkan mekanisme kerjanya dibedakan atas tiga yaitu:
a.       Faktor mekanik : Adanya tekanan dapat menyebabkan jahitan jaringan semakin meregang dan mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Faktor mekanik tersebut antara lain batuk-batuk yang berlebihan, ileus obstruktif dan hematom serta teknik operasi yang kurang.
b.      Faktor metabolik : Hipoalbuminemia, diabetes mellitus, anemia, gangguan keseimbangan elektrolit serta defisiensi vitamin dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka.
c.       Faktor infeksi: Semua faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi luka operasi akan meningkatkan terjadinya dehisensi luka operasi. Secara klinis biasanya terjadi pada hari ke 6 - 9 paska operasi dengan gejala suhu badan yang meningkat disertai tanda peradangan disekitar luka.
Menurut National Nosocomial Infection Surveilance System, luka operasi dibedakan menjadi luka bersih, bersih terkontaminasi, terkontaminasi dan kotor. Infeksi luka jahitan yang terjadi dini ditandai dengan peningkatan temperatur dan terjadinya selulitis dalam waktu 48 jam setelah penjahitan. Dehisensi luka operasi akan segera terjadi jika infeksi tidak diatasi. Infeksi dini seringkali disebkan oleh streptococcus B haemolyticus. Sedangkan pada infeksi lanjut seringkali tidak disertai peningkatan temperatur dan pembentukan pus, dan terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus. (Webster et al, 2003; Afzal,2008; Spioloitis et al, 2009)
4.   Faktor risiko
Dehisensi merupakan kegagalan mekanis pada proses penyembuhan luka. Beberapa kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya dehisensi meliputi anemia, hipoproteinemia, malnutrisi, obesitas, malignansi, jaundice, penggunaan steroid dan diabetes (Sorensen, 2009). Jenis kelamin laki-laki dan meningkatnya usia juga berhubungan dengan mekanisme fisiologis proses penyembuhan luka. Laki-laki memiliki risiko dua kali lebih besar mengalami dehisensi luka operasi dibandingkan wanita (Hanif et al., 2008)
Selain itu, jenis operasi bedah yang dilakukan memiliki pengaruh tertentu terhadap risiko terjadinya dehisensi seperti meningkatnya risiko pada operasi kolon, penyakit peptic ulcer maupun operasi laparotomy emergensi (Waqar et al., 2005). Obesitas berhubungan dengan meningkatnya risiko infeksi dan kesulitan teknis dalam penutupan luka insisi (Meeks & Trenhaile, 2005). Pemberian steroid dosis sedang dalam jangka waktu lama menurunkan kemampuan penyembuhan luka. Penderita diabetes memiliki risiko dehisensi lebih tinggi dibandingkan dengan bukan penderita diabetes dikarenakan akan lebih sedikit mensintesis kolagen dan terjadinya deposisi, menurunkan kekuatan penyatuan luka dan gangguan fungsi leukosit maupun insulin (Waldrop & Doughty, 2008).
Pasien dengan jaundice akan mengalami penyembuhan luka lebih lambat dan berisiko mengalami dehisensi luka operasi berhubungan dengan kondisi pro-inflamatory yang disebabkan oleh bakteri endotoxemia sistemik. Bakteri ini disebabkan oleh terganggunya fungsi produksi empedu (Koivukangas, Oikarinen, Risteli & Haukipuro, 2005).
Kondisi malnutrisi maupun terapi radiasi berhubungan dengan malignansi meningkatkan risiko pemisahan 2 tepi luka. Radiasi menurunkan peredaran darah di jaringan sehingga meningkatkan risiko terkontaminasinya luka atau abses (Meeks & Trenhaile, 2005).
Faktor lokal yang juga perlu diperhatikan dalam risiko terjadinya dehisensi luka operasi ialah gangguan pada fase awal postoperasi (Sorensen, 2009). Peningkatan tekanan intraabdominal meningkatkan risiko pemisahan 2 tepi luka, hal tersebut menyebabkan komplikasi gastrointestinal seperti mual, muntah, ileus atau obstruksi usus (Doughty, 2006).
Patofisiologi
        Terdapat 4 hal faktor yang berperan terhadap terjadinya dehisensi yaitu:
a.       Inokulasi bakteri
b.      Virulensi bakteri
c.       Lingkungan mikro
d.      Daya tahan tubuh penderita
Selanjutnya kontaminasi bakteri dapat melalui udara ruang operasi, peralatan operasi dan operator yang kontak dengan luka. Inokulasi bakteri terbesar dipengaruhi pula oleh letak operasi, dalam hal ini organ gastrointestinal berisiko tinggi tempat koloni bakteri.
Kemungkinan infeksi juga semakin besar bila virulensi suatu bakteri pencemar semakin besar. Suatu bakteri yang jarang menginfeksi namun memiliki virulensi yang berat seperti Clostridium perfringens hanya memerlukan inokulasi bakteri yang sedikit hingga menyebabkan infeksi pada luka operasi. Bacteroides sp memiliki virulensi yang rendah namun bila tumbuh bersama bakteri lain yang mengkonsumsi oksigen maka akan menimbulkan sinergi mikroba yang menyebabkan infeksi yang cukup bermakna.
Lingkungan mikro menjadi faktor yang lebih memudahkan terjadinya infeksi misalnya keadaan hematom dan adanya jaringan nekrotik. Adanya pemecahan ferrum memacu proliferasi bakteri dan jaringan nekrotik akan menghalangi proses fagositosis oleh tubuh sel darah putih.
Daya tahan tubuh penderita yang lemah bisa sebagai akibat dari kondisi awal pasien (innate) atau akibat langsung dari penyakit dan tindakan operasi (acquired) misalnya keadaan syok, hipoksia, hipoalbuminemia, hipotermia dan lain-lain.



5.   Pathway
      Faktor lokal terpenting pada terjadinya dehisensi luka operasi adalah hipoksia. Hipoksia terjadi akibat sel-sel jaringan kekurangan oksigen. Oksigen yang kurang ini diakibatkan oleh suplai darah di luka operasi dan sekitarnya yang menurun. Suplai darah yang menurun dapat disebabkan langsung oleh kehilangan darah yang relative banyak dan operasi yang berlangsung lama. Pada jaringan yang kurang baik vaskularisasinya akan terbentuk jaringan nekrosis. Jaringan nekrosis ini merupakan kondisi yang sangat ideal bagi tumbuhnya bakteri sehingga terjadi infeksi. Hematom yang terbentuk pasca operasi merupakan suatu benda asing yang menjadi kondisi yang mempermudah proliferasi bakteri dan terjadinya infeksi.
      Operasi yang berlangsung lama menyebabkan tingginya rsiko kehilangan darah yang cukup banyak dan mengakibatkan rendahnya kadar hemoglobin pasca operasi. Operasi yang dilakukan dengan prosedur gawat darurat juga meningkatkan risiko kehilangan darah. Bila medan operasi terkontaminasi oleh bakteri maka dapat meyebabkan infeksi.
      Fungsi fibroblas menurun bila penderita terganggu metabolism tubuhnya sedang mengkonsumsi steroid, obesitas dan dalam terapi radiasi dan kemoterapi. Turunnya fungsi fibroblas, sel endotel dan epitel menyebabkan penurunan pelepasan mediator penyembuhan luka dan proses pembentukan matriks ekstraseluler dan neovaskularisasi serta berakibat terjadinya dehisensi.
6.   Tanda dan gejala
Dehisensi luka seringkali terjadi tanpa gejala khas, biasanya penderita sering merasa ada jaringan dari dalam rongga abdomen yang bergerak keluar disertai keluarnya cairan serous berwarna merah muda dari luka operasi (85% kasus). Pada pemeriksaan didapatkan luka operasi yang terbuka. Terdapat pula tanda-tanda infeksi umum seperti adanya rasa nyeri, edema dan hiperemis pada daerah sekitar luka operasi, dapat pula terjadi pus atau nanah yang keluar dari luka operasi (Sjamsudidajat,2005).
Biasanya dehisensi luka operasi didahului oleh infeksi yang secara klinis terjadi pada hari keempat hingga sembilan pascaoperasi. Penderita datang dengan klinis febris, hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosit yang sangat tinggi dan pemeriksaan jaringan di sekitar luka operasi didapatkan reaksi radang berupa kemerahan, hangat, pembengkakan, nyeri, fluktuasi dan pus (Afzal,2008; Spioloitis et al, 2009).
7.   Komplikasi
Eviserasi dapat menyertai keadaan dehisensi komplit dan merupakan komplikasi post op yang berbahaya dengan angka mortalitas 35%. Dehisensi secara tunggal dapat pula menyebabkan kematian.
8.   Pemeriksaan khusus dan penunjang
a.       Cek laboratorium lengkap meliputi, darah rutin, kimia darah, elekrolit
b.       
9.   Terapi
Penatalaksanaan Wound Dehiscence dibedakan menjadi penatalaksanaan non operatif atau konservatif dan penatalaksanaan operatif tergantung atas keadaan umum penderita.
1.      Penanganan Nonoperatif/ Konservatif
Penanganan non operatif diberikan kepada penderita yang tidak stabil dan tidak mengalami eviserasi. Hal ini dilakukan dengan penderita berbaring di tempat tidur dan menutup luka operasi dengan kassa steril atau pakaian khusus steril. Penggunaan jahitan penguat abdominal dapat dipertimbangkan untuk mengurangi perburukan luka operasi terbuka (Ismail, 2008). Selain perawatan luka yang baik, diberikan nutrisi yang adekuat untuk mempercepat penutupan kembali luka operasi. Diberikan pula antibiotik yang memadai untuk mencegah perburukan dehisensi luka (Singh, 2008; Ismail, 2008).
2.      Penanganan Operatif
Penanganan operatif dilakukan pada sebagian besar penderita dehisensi. Ada beberapa jenis operasi yang dilakukan pada dehisensi luka yang dilakukan antara lain rehecting atau penjahitan ulang luka operasi yang terbuka, mesh repair, vacuum pack, abdominal packing, dan Bogota bag repair (Sukumar, 2004). Jenis operasi rehecting atau penjahitan ulang paling sering dilakukan hingga saat ini. Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan keadaan stabil dan penyebab terbukanya luka operasi murni karena kesalahan teknik penjahitan (Sukumar, 2004). Pada luka yang sudah terkontaminasi dilakukan tindakan debridemen terlebih dahulu sebelum penutupan kembali luka operasi. Dalam perencanaan jahitan ulangan perlu dilakukan pemeriksaan yang baik seperti laboratorium lengkap dan foto thoraks. Selain penjahitan ulang dilakukan pula tindakan debridement pada luka (Spiloitis et al, 2009;Sjamsudidajat, 2005). Tindakan awal yang dilakukan adalah eksplorasi melalui dehisensi luka jahitan secara hati-hati dan memperlebar sayatan jahitan lalu mengidentifikasi sumber terjadinya dehisensi jahitan. Tindakan eksplorasi dilakukan dalam 48 ± 72 jam sejak diagnosis dehisensi luka operasi ditegakkan. Tehnik yang sering digunakan adalah dengan melepas jahitan lama dan menjahit kembali luka operasi dengan cara satu lapisan sekaligus.
Pemberian antibiotik sebelum operasi dilakukan, membebaskan omentum dan usus di sekitar luka. Penjahitan ulang luka operasi dilakukan secara dalam, yaitu dengan menjahit seluruh lapisan abdomen menjadi satu lapis. Prinsip pemilihan benang untuk penjahitan ulang adalah benang monofilament nonabsorbable yang besar. Penjahitan dengan tehnik terputus sekurangnya 3 cm dari tepi luka dan jarak maksimal antar jahitan 3 cm, baik pada jahitan dalam ataupun pada kulit. Jahitan penguat dengan karet atau tabung plastik lunak (5-6cm) dapat dipertimbangkan guna mengurangi erosi pada kulit (Ismail, 2008).
Selain rehecting, banyak teknik yang dilakukan untuk menutupdehisensi luka secara sementara maupun permanen. Metode yang biasadilakukan antara lain mesh repair, yaitu penutupan luka dengan bahan sintetis yaitu mesh yang berbentuk semacam kasa halus elastis yang berfungsi sebagai pelapis pada jaringan yang terbuka tersebut dan bersifatdiserap oleh tubuh.
Selain itu digunakan pula vacuum pack. Teknik ini menggunakan sponge steril untuk menutup luka operasi yang terbuka kembali setelah itu ditutup dengan vacuum bag dengan sambungan semacam suction di bagian bawahnya. Tekhnik lain yang digunakan adalah Bogota bag. Teknik ini dilakukan pada dehisensi yang telah mengalami eviserasi. Bogota bag adalah kantung dengan bahan dasar plastik steril yang merupakan kantong irigasi genitourin dengan daya tampung 3 liter yang digunakan untuk menutup luka operasi yang terbuka kembali. Plastik ini dijahit ke kulit atau fascia pada dinding abdomen anterior (Sukumar, 2008).
10.  Penatalaksanaan Mandiri Keperawatan
Apabila dehisensi luka operasi telah aktual terjadi, perawat mulai melakukan intervensi untuk memposisikan pasien di tempat tidur dengan kepala tidak lebih tinggi dari 200 (Moz, 2006). Kondisi dehisensi akan meningkatkan risiko eviserasi sehingga salah satu tujuan intervensi ialah menurunkan tekanan intraabdominal, pasien dibiasakan menekuk lututnya kedepan selama 5 menit setiap 1 jam sekali dan menghindari batuk.
Perawatan luka steril dilakukan dan bila terdapat eviserasi pada area dehisensi tersebut, perawat tidak diperkenankan untuk mengembalikan organ yang keluar tersbut secara paksa ke dalam abdomen. Selanjutnya perawat harus memantau tanda-tanda vital pasien dan mengedukasi keluarga untuk mendampingi terutama mengenai hal-hal yang perlu dilakukan saat pasien memenuhi kebutuhan dasar.
11.  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan dehisensi luka operasi diantaranya:
          a.       Kerusakan Integritas Kulit
          b.      Kerusakan Integritas Jaringan
          c.       Nyeri akut
          d.      Ketidakseimbangan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
          e.       Intoleransi aktifitas
          f.        Gangguan mobilitas fisik
          g.      Nausea
          h.      Risiko Infeksi

Tidak ada komentar: