LAPORAN PENDAHULUAN
A.
DEFINISI
Penyakit
Paru Obstruksi Kronik menurut Anies (2006) adalah suatu penyumbatan menetap
pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema dan bronchitis
kronis. Sedangkan menurut Sylvia dan
Laurence (2006) Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan sekelompok penyakit
paru yaitu emfisema paru, bronkitisakut dan asma bronchial yang berlangsung
lama ditandai oleh peningkatan resitensi terhadap aliran udara.
Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Jan Tambayong (1999) adalah
menghambatnya aliran udara di dalam paru yang menimbulkan sedikit tahanan pada
inspirasi dan lebih banyak tahanan pada ekspirasi.
Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Susan MartinTucker dkk,(1993) adalah
kondisi kroni yang berhubunan denan riwayat emfisema paru, bronchitis kronik
dan asma bronchial disebabkan oleh perokok aktif atau terpajan pada polusi
udara,terdapat sumbatan jalan naas yang secara rogrsif meningkat.
Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff (2002) adalah sekresi
mukoid bronchial bertmbah ecara menetap di sertai dengan kecenderungan terjadi
infeksi yang berualang di sertai batuk produktif selama 3 bulan jangka waktu2
tahun berturut-turut.
Penyakit paru obstruksi kronik menurut Smaler (2001) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang
mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit Paru Obsruksi Kronik menurut Niluh G. Yasin (2003) adalah kondisi
obstruksi irevisibel progresif aliran udara dan ekspirasi biasanya ditandai
dengan kesulitan bernafas, batuk produktif, serta intolenransi aktifitas.
Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru Obstruksi
Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitas kronis,
bronkietaksis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai
hiper aktif aktivitas bronkus
B.
ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Arief Mansjoer (2002) adalah :
a. Kebiasaan merokok
b. Polusi Udara
c. Paparan Debu, asap
d. Gas-gas kimiawi akibat kerja
e. Riwayat infeki saluran nafas
f.
Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedangkan penyebab lain Penykit Paru Obstruksi Kronik
menurut David Ovedoff (2002) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena
polusi udara dari bahan kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga
berkaitan dengan virus hemophilus influenza dan strepto coccus
pneumonia.
Faktor penyebab dan factor resiko
yang paling utama menurut Neil F Gordan (2002) bagi penderita
PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan penderita penyakit PPOK,
yaitu :
a. Usia semakin bertambah faktor resiko
semakin tinggi.
b. Jenis kelamin pria lebih beresiko
dibanding wanita
c. Merokok
d. Berkurangnya fungsi paru-paru,
bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
e. Keterbukaan terhadap berbagai
polusi, seperti asap rokok dan debu
f.
Polusi udara
g. Infeksi system pernafasan akut,
seperti peunomia dan bronkitus
h. Asma episodik, orang dengan kondisi
ini beresiko mendapat penyakit paru obstuksi kronik
i.
Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan
suatu enzim yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang
yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda,
walau pun tidak merokok.
C.
EPIDEMOLOGI
Pada studi populasi di Inggris selama 40 tahun, didapati
bahwa hipersekresi mukusmerupakan suatu gejala
yang paling sering terjadi pada PPOK, penelitian ini menunjukkan bahwa
batuk kronis, sebagai mekanisme pertahanan akan hipersekresi mukus di
dapatisebanyak 15-53% pada pria paruh umur, dengan prevalensi yang lebih rendah
pada wanita sebanyak 8-22%
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang
tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat
sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnyameningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3.
Di Eropa, tingkat kejadian PPOK tertinggi terdapat pada negara-negara Eropa
Barat seperti Inggris dan Prancis, dan paling rendah pada negara-negara Eropa
Selatan seperti Italia. Negara Asia Timur seperti Jepang dan China memiliki
kejadian terendah PPOK, dengan jarak antara angka kejadian terendah dan
tertinggi mencapai empat kali lipat
Pada
12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK
sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan tingkat sebesar 6,3%,
dimana Hongkong dan Singapura dengan angka
prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%. Indonesia sendiri belumlah
memiliki data pasti mengenai PPOK ini sendiri, hanya Survei Kesehatan
RumahTangga Depkes RI 1992 menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronchial
menduduki peringkat ke-6 dari penyebab
kematian terbanyak di Indonesia
D.
PATHOFISIOLOGI
Fungsi paru
mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas
jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut,
kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi
paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang
diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen
sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi
paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti
fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor
risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan
akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami
penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli
pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan
terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya
keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal
ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase
ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun
perfusi darah akan mengalami gangguan.
PATHWAY
E.
GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala akan mengarah pada
dua tipe pokok: (3)
1. Mempunyai gambaran klinik dominant
kearah bronchitis kronis (blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah
emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagi
berikut:
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas
berbunyi
5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada
penyakit lanjut.
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan
paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh.
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang
diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara
radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines
terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks
paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal
b. Corak paru yang bertambah
Pada
emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a.
Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular
dan pink puffer
b.
Corakan paru yang bertambah
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1
dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru
terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau
MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways).
Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi
berkurang.(5)
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi
hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan
penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan
salah satu penyebab payah jantung kanan.(5)
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah
rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi
aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah
Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat
RBBB inkomplet.(5)
5. Kultur sputum, untuk mengetahui
petogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap
G.
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita
mengatasiu gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita
dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas
penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai
berikut:
1. Meniadakan faktor
etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi
udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan
pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan
antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan.
Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu
sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan
obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses
inflamasi (bronkospasme) masih controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap
komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang
memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a.
Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran
secret bronkus.
b.
Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa
melakukan pernapasan yang paling efektif.
c.
Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
d.
Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan
terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e.
Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian
diri penderita dengan penyakit yang dideritanya.
KONSEP DASAR TEORI ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
(PPOK)
A.
PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan
dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang dikumpulkan atau dikaji
meliputi :
1.
Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang
nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan,
pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama
penanggungjawab.
2.
Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan
utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi
Kronik(PPOK) didapatkan keluhan berupa
sesak nafas
b.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien
dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk,
sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan
yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya
tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu
ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan yang sama
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu
ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang sama
e.
Riwayat Psikososial
Meliputi
perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya
3.
Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Bernafas
Kaji pernafasan
pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik ialah
batuk produktif/non produktif, dan sesak nafas
b. Makan
dan Minum
Perlu ditanyakan
kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan PPOK akan
mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur
abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit
c. Eliminasi
Dalam pengkajian
pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah
MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
d. Gerak
dan Aktivitas
Akibat sesak
nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Pasien akan cepat
mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
e. Istirahat
dan tidur
Akibat sesak yang
dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan
kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan
dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak
orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
f.
Kebersihan Diri
Kaji
bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus dibantu oleh
orang lain.
g. Pengaturan
suhu tubuh
Cek suhu tubuh
pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C), hiperpireksia=40°C<
ataupun hipertermi <35,5°C.
h. Rasa
Nyaman
Observasi adanya
keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Nyeri dada
meningkat karena batuk berulang (skala 5)
i.
Rasa Aman
Kaji pasien apakah
merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang dialaminya
j.
Sosialisasi dan
Komunikasi
Observasi apakan
pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga atau temannya.
k. Bekerja
Tanyakan pada
pasien, apakan sakit yang dialaminya menyebabkan terganggunya pekerjaan yang
dijalaninya.
l.
Ibadah
Ketahui agama apa
yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien sembahyang, dll.
m.
Rekreasi
Observasi
apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja meluangkan waktunya untuk
rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik yang tepat saat depresi.
n. Pengetahuan
atau belajar
Seberapa besar
keingintahuan pasien untuk mengatasi sesak yang dirasakan. Disinilah peran kita
untuk memberikan HE yang tepat dan membantu pasien untuk mengalihkan sesaknya
dengan metode pemberian nafas dalam
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak
efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Ganggua
pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat sesak, pengaturan posisi
dan pengaruh lingkungan
4. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber
informasi
5. Risiko
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
C.
INTERVENSI
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan
:
Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan gangguan bersihan jalan nafas pasien
dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan
jalan nafas yang paten
b. Mampu
mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
c. Suara
nafas bersih, tidah ada sianosis dan dyspneu(mampu bernafas dengan mudah)
Intervensi :
a. Beri pasien 6 sampai 8 gelas
cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
Rasional:
Mencegah terjadinya dehidrasi
b. Ajarkan dan berikan dorongan
penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
Rasional :
Mengajarkan cara batuk efektif
c. Bantu dalam pemberian tindakan
nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB
Rasional :
Mengatasi sesak yang dialami pasien
b. Instruksikan pasien untuk
menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
c. Ajarkan tentang tanda-tanda dini
infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum,
perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak
didada, keletihan.
Rasional :
Pemberian tindakan pengobatan selanjutnya
d. Berikan antibiotik sesuai yang
diharuskan.
2.
Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
Tujuan :
Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidakefektifan pola nafas pasien
dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a. Irama,
frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal
b. Bunyi
nafas terdengar jelas.
Intervensi
a.
Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan,
laporkan setiap perubahan yang terjadi.
Rasional
:
Dengan
mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan kondisi pasien.
b.
Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam
posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional
:
Penurunan
diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
c.
Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan
darah, RR dan respon pasien).
Rasional
:
Peningkatan
RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
d.
Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam
yang efektif.
Rasional
:
Menekan
daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta
abdomen membuat batuk lebih efektif.
e.
Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2
dan obat-obatan
Rasional
:
Pemberian
oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis
akibat hiponia
3.
Ganggua
pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat sesak, pengaturan posisi
dan pengaruh lingkungan
Tujuan :
a.
Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan
istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil
:
a.
Pasien tidak sesak nafas
b.
Pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami
gangguan
c.
Pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40
menit
d.
Pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 5-8 jam
per hari.
Intervensi :
a.
Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasional
:
Posisi
semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar peredaran O2
dan CO2.
b.
Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam
sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum dirawat.
Rasional
:
Mengubah
pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu proses tidur.
c.
Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum
tidur.
Rasional :
Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
d.
Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional :
Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan
terhadap kondisi pasien.
4.
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber
informasi
Tujuan
:
a.
Pasien dan keluarga tahu
mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Kriteria hasil
:
a.
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab
masalah.
b.
Pasien dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan
gejala yang memerlukan evaluasi medik.
c.
Pasien dan keluarga mengikuti program pengobatan dan
menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.
Intervensi :
a.
Kaji patologi masalah individu.
Rasional
:
Informasi
menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk
pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
b.
Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi
jangka panjang.
Rasional
:
Penyakit
paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan keganasan dapat
meningkatkan insiden kambuh.
c.
Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan
evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress
pernafasan).
Rasional
:
Berulangnya
effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah, menurunkan potensial
komplikasi.
d.
Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh,
nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional
:
Mempertahankan
kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
5.
Risiko
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan asupan
nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria Hasil :
a.
Peningkatan berat badan
b.
Berat badan ideal
sesuai dengan tinggi badan
Intervensi
a.
Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional
:
Kebiasaan
makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan
pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
b.
Auskultasi suara bising usus.
Rasional
:
Bising
usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi
pencernaan.
c.
Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional
:
Bau
mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
d.
Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional
:
Penyajian
makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
e.
Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional
: Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan
memudahkan reflek.
f.
Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet TKTP
Rasional
:
Diet
TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena
diet TKTP menyediakan kalori dan semua
asam amino esensial.
g.
Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen
nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun
lebih 30 % dari kebutuhan
Rasional
:
Peningkatan
intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh.
f.
IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana
keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan
rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan
intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat,
keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan
respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan
aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk
mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien (Budianna
Keliat, 1994,4).
g.
EVALUASI
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan
dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar
H, dkk, 1989).
Kriteria dalam
menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
Dx
2 : Ketidakefektifan pola nafas dapat teratasi
Dx
3 : Kebutuhan istirahat pasien dapat terpenuhi
Dx
4 : Pasien dan keluarga mengetahui mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Dx
5 : Asupan nutrisi dapat terpenuhi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995
Doenges, E.
Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. Dkk.2006.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. EGC,
Jakarta
Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarth Edisi 8 Volume 2. EGC, Jakarta.
Immanueldwinugroho.2012.Laporan
Pendahuluan Paru Obstruksi (dalam:http://immanueldwinugroho.blogspot.com/2012/06/laporan-pendahuluan-paru-obstruksi.html)
diakses 18 November 2013, pkl 20.14 wita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar