LP (Laporan Pendahuluan) Keperawatan Lengkap

Kumpulan Laporan Pendahuluan Keperawatan, Asuhan Keperawatan Lengkap,SAP Dan Leaflet, Tugas-Tugas Kuliah Keperawatan Lainnya

05/03/17

CONTOH SKRIPSI S1 KEPERAWATAN Judul "HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN QUALITY OF LIFE PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RUANG HEMODIALISIS DI RSUD PRINGSEWU TAHUN 2016"



PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
a.        Latar Belakang
Pengertian sehat menurut WHO yaitu suatu keadaan dimana tidak hanya terbebas dari kelemahan atau penyakit tetapi juga terdapat pada mental, sosial, dan kesejahteraan fisik. Mental, sosial, dan kesejahteraan fisik tersebut merupakan masalah penting bagi penderita CKD (Chronic Kidney Disease) karena dapat mempengaruhi penurunan QoL (Quality of Life) penderita (Lacson, 2010). QoL pada penderita CKD yang menggunakan terapi hemodialisa masih merupakan masalah classic bagi para peneliti kesehatan terutama perawat. Hemodialisa bertujuan dalam mempertahankan baik secara kuantitas maupu QoL penderita (Brunner & Suddart, 2002).


Dewasa ini, hampir di seluruh dunia telah terjadi peningkatan mencapai 165% dalam perawatan HD (hemodialisa) untuk ESRD (End Stage Renal Disease)  selama dua dekade terakhir. Prevalensi global pengobatan ESRD dengan HD untuk negara-negara dengan akses HD universal meningkat 134% setelah disesuaikan untuk pertumbuhan populasi dan penuaan (145% pada wanita vs 123% pada pria). Untuk negara-negara yang populasi tidak memiliki akses HD universal meningkat rata-rata 102% (116% untuk perempuan vs 90% untuk laki-laki). Amerika Latin tropis, Asia Selatan, Oceania, Sahara sub-tengah Afrika, dan Eropa Timur merupakan lima daerah di dunia yang tidak terjadi peningkatan prevalensi penderita (American Society of Neprhology, 2013).
Data WHO tahun 2008 menunjukkan 57 juta kasus kematian di dunia, terdapat 36 juta kasus kematian disebabkan oleh PTM (Penyakit Tidak Menular). PTM merupakan penyebab utama terjadinya kematian di dunia (USRDS, 2011). Prevalensi CKD tertinggi didapatkan di Jepang dengan jumlah 2000 : 1 juta penduduk, di Amerika 1500 : 1 juta penduduk, di Eropa 800 : 1 penduduk (Barsoum RS, 2006). Berdasarkan data USRDS (The United States Renal Data System) tahun 2011 menunjukkan PR (Prevalensi Rate) penderita CKD di Amerika Serikat tahun 2009 sebesar 1811 : 1 juta penduduk, sedangkan di Taiwan sebesar 2447 : 1 juta penduduk dan sebesar 2205 : 1 juta penduduk di Jepang.
Diperkirakan penderita CKD di masa depan akan terus meningkat. Hal ini disebabkan adanya prediksi peningkatan kasus PTM dari hipertensi dan diabetes melitus di dunia. Peningkatan kualitas kesehatan akan dipengaruhi oleh bertambahnya umur manusia, obesitas, dan penyakit degeneratif. Prediksi tahun 2015 diperkirakan 3 juta penduduk di dunia membutuhkan terapi hemodialisa untuk penderita CKD dengan perkiraan pervalensi 5% per tahunnya. Tahun 2030 diperkirakan 24 juta penduduk di dunia akan menderita CKD dengan perkembangan terbesar di Asia Pasifik yaitu rata-rata 10% per tahun (Roesma J, 2008).
Denhaerynck, Manhaeve, Dobbels, Garzoni, Nolte & Degeest, 2007 mengatakan bahwa HD (hemodialisa) merupakan terapi yang paling sering digunakan, di antara penderita CKD di Eropa dan Amerika Serikat 46% - 98% menggunakan terapi hemodialisa, meskipun hemodialisa sangat efektif digunakan dalam memperpanjang hidup penderita, namun angka mortalitas dan morbiditasnya masih tinggi. Penderita CKD menggunakan terapi HD sebesar 32% - 33% hanya dapat bertahan sampai tahun kelima.
Prevalensi CKD di Indonesia berdasarkan survei komunitas yang dilakukan Pernefri (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) yang mengalami penurunan fungsi ginjal sebesar 12,4% dari populasi. Survei ini belum dapat mewakili Epidemiologi di Indonesia, tetapi secara kasar >25 juta penduduk Indonesia sudah menjadi penderita penyakit ginjal, jika tidak dilakukan pengobatan lebih awal akan membuat keadaan menjadi lanjut ke keadaan yang disebut CKD (Suhardjono, 2001).
Di Indonesia diperkirakan penderita CKD berdasarkan data dari PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia) terdapat 50 : 1 juta penduduk. Tahun 2007 penderita CKD sebanyak 4500 penderita, kemudian tahun 2008 terdapat 40 ribu penderita CKD, tetapi dari jumlah penderita tersebut hanya 3000 penderita yang bisa menikmati pelayanan hemodialisa, sisanya hanya pasrah menjalani hidupnya (Suhardjono, 2001). Balitbangkes melaporkan data prevalensi PT di Indonesia tahun 2007 sebesar 59,5%. Salah satu di antara PTM tersebut adalah CKD (Balitbangkes, 2008). Tahun 2009 tercatat sebanyak 8034 penderita kemudian tahun berikutnya sebanyak 12804 penderita (Indonesia Renal Registry, 2012).
Angka CKD berdasarkan diagnosis dokter/tenaga kesehatan penderita di Indonesia sebesar 0,2%. Prevalensi tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Sulawesi Utara, dan Gorontalo masing-masing 0,4%. Sementara 0,3% untuk daerah Lampung, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Provinsi Sumatera Utara sebesar 0,2% (Riskesdas, 2013). Depkes mengatakan tahun 2006 jumlah penderita CKD di Jawa Tengah sekitar 169 kasus (Depkes, 2008). Data IRR (Indonesian Renal Registry), tahun 2011 didapatkan jumlah diagnosis CKD mencapai 13619. Data tahun 2011, pasien baru tercatat 15353 penderita, dan penderita aktif 6951. Peningkatan penderita baru dan aktif lebih banyak tercatata karena unit hemodialisa yang terus bertambah.
Jumlah kasus penderita yang menjalani hemodialisa dibiayai oleh PT. ASKES terus mengalami peningkatan dari 481 kasus pada tahun 1989 menjadi 10452 kasus pada tahun 2005. Penderita CKD di Indonesia berdasarkan data yang dirilis PT. ASKES pada tahun 2010 jumlah penderita CKD sebanyak 17507 penderita, sedangkan sebesar 23261 penderita di tahun 2011, kemudian bertambah 880 orang menjadi 24141 penderita pada tahun 2012. Jumlah penderita CKD yang terus menerus meningkat sangat membebani perekonomian terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia (Roesli, 2008).
Berdasarkan data di Provinsi Lampung sendiri peningkatan penderita CKD cukup tinggi. Data dari beberapa rumah sakit yaitu data dari Rumah Sakit Bumi Waras pada tahun 2007 jumlah pasien 9 orang dengan 1972 kali tindakan dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 12 orang dengan 2500 kali tindakan. Data dari Rumah Sakit Ahmad Yani Metro pada 2006 jumlah pasien 4 orang pada tahun 2013 meningkat menjadi 56 orang. Data dari Rumah Sakit Graha Husada pada tahun 2006 jumlah pasien yang menjalani hemodialisa sebanyak 10 orang dan pada tahun 2013 menjadi 24 orang. Rumah Sakit Immanuel pada tahun 2013 terdapat 46 orang yang menjalani hermodialisis. Rumah Sakit Abdoel Moeloek Bandar Lampung terdapat 200 orang yang menjalani terapi hemodialisa (Arinta, 2013).
Respon emosional seseorang pada suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan semua makhluk hidup mengalaminya dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan definisi dari kecemasan. Suatu kegiatan berlebih dari SSA (Susunan Syaraf Autonomik) adalah tanda dari cemas yang disertai gejala somatik dan merupakan gejala umum tetapi non-spesifik yang berarti satu fungsi dari emosi (Suliswati, 2005).
Jhoni Y.K. Jangkup, Christofel Elim, Lisbeth F.J (2015) dalam penelitiannya dari 40 responden, responden terbanyak tingkat kecemasan berdasarkan umur 40-60 tahun yaitu  15 orang (37,5%), jenis kelamin sama antara laki-laki dan perempuan yaitu 20 orang (50%), tingkat pendidikan sarjana 17 orang (42%), pekerjaan PNS 14 orang (35%), lamanya menjalani hemodialisis <6 bulan dan >6 bulan, masing-masing 20 orang (50%). kesimpulan: Pasien CKD yang menjalani hemodialisis <6 bulan memiliki tingkat kecemasan yang signifikan berat dibandingkan dengan yang menjani hemodialisis >6 bulan.
Setiap individu memiliki QoL (Quality of Life) yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula QoL penderita. Kreitler & Ben (2004) dalam Nofitri (2009) kualitas hidup diartikan sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam bidang kehidupan. Lebih spesifiknya adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan system nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu.
Ibrahim (2009), menunjukkan bahwa 57,1% pasien yang menjalani hemodialisis mempersepsikan QoL pada tingkat rendah dan 42,9% pada tingkat tinggi. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurchayati (2011) yang menyatakan bahwa pasien yang QoL kurang baik berjumlah 45 orang (47,4%) dan yang QoL sebanyak 50 orang (52,6%). Berbeda juga dengan penelitian yang telah dilakukan Togatorop (2011) yang menyatakan bahwa QoL pasien CKD dalam kategori tinggi sebesar 62,5% (20 orang) dan kategori sedang sebesar 37,5% ( 12 orang).
Berdasarkan survei awal tanggal 10 November 2015 terdapat 69 penderita gagal ginjal yang melakukan hemodialisa di RSUD Pringsewu, dari 7 orang pasien diwawancara ditemukan 5 orang mengatakan berumur 50 tahun lebih, pasien mengatakan cemas memikirkan sampai kapan terapi hemodialisa akan dijalaninya, tidak mengetahui hasil terapi, dan kesembuhan penyakitnya. 4 orang pasien tersebut mengalami kecemasan berat dengan ciri-ciri pasien tampak bingung dan gugup pada saat hemodialisis akan dimulai, ketakutan tidak akan bisa bekerja seperti biasa, salalu bertanya dengan wajah tegang, muka pucat, tampak putus asa, merasa tidak dibutuhkan dan selalu banyak berkeringat. 3 orang pasien lainnya cemas karena memikirkan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali terapi dilakukan dan merasa menjadi beban bagi keluarganya.
Berdasarkan kejadian tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk mengetahui “Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Quality of Life Pada Pasien Chronic Kidney Disease Di Ruang Hemodialisis Di RSUD Pringsewu Tahun 2016”.
b.         Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah “Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Quality of Life Pada Pasien Chronic Kidney Disease Di Ruang Hemodialisis Di RSUD Pringsewu Tahun 2016 ?”
c.       Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui “Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Quality of Life Pada Pasien Chronic Kidney Disease Di Ruang Hemodialisis Di RSUD Pringsewu Tahun 2016”.
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui Tingkat Kecemasan pada pasien Chronic Kidney Disease yang menjalani terapi Hemodialisis.
b.      Untuk mengetahui Quality Of Life pada pasien Chronic Kidney Disease yang menjalani terapi hemodialisis.
c.       untuk mengetahui Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Quality Of Life pada pasien Chronic Kidney Disease yang menjalani terapi Hemodialisis.
d.      Manfaat Penelitian
1.        Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan pembelajaran dan informasi mengenai kebutuhan Bio Psiko sosio spiritual kultural pasien..
2.        Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur tenaga kesehatan untuk memperhatikan sisi kebutuhan dasar pasien yaitu Bio Psiko Sosio Spiritual Kultural.
3.        Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapakan dapat jadikan literatur atau dikembangkan kembali dalam penelitian berikutnya.
e.       Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah keperawatan jiwa dan keperawatan dewasa.

untuk melihat lebih lengkap silahkan klik link dibawah
Cover Skripsiku CKD
BabI Skripsiku CKD
BABII Skripsiku CKD
BABIII Skripsiku CKD
BABIV Skripsiku CKD
BABV Skripsiku CKD
Kuisioner WHOQOL
Kuisioner HARS
PPT Skripsiku CKD
Hasil Kuisioner HARS
Hasil Kuisioner WHOQOL
Data Hasil Hubungan QOL Dan Tingkat Kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar: