BAB I
OSTEOSARKOMA
A.
PENGERTIAN
Sarkoma
adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung. Kanker adalah neoplasma
yang tidak terkontrol dari sel anaplastik yang menginvasi jaringan dan
cenderung bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam tubuh.
Osteosarkoma
( sarkoma osteogenik ) adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk
tulang.Sarkoma osteogenik ( Osteosarkoma ) merupakan neoplasma tulang primer
yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang
paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama
lutut.
Osteosarkoma
( sarkoma osteogenik ) merupakan tulang primer maligna yang paling sering dan
paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini
menyebabkan mortalitas tinggi karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru
ketika pasien pertama kali berobat.
Tempat-tempat
yang paling sering terkena adalah femur distal, tibia proksimal dan humerus
proksimal. Tempat yang paling jarang adalah pelvis, kolumna, vertebra,
mandibula, klavikula, skapula, atau tulang-tulang pada tangan dan kaki. Lebih
dari 50% kasus terjadi pada daerah lutut.
B.
KLASIFIKASI
Klasifikasi
menurut kemampuan infiltrasinya Osteosarkoma dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Local osteosarcoma
Kanker sel
belum tersebar di luar tulang atau dekat jaringan di mana kanker berasal.
2.
Metastatic
osteosarcoma
Kanker sel
telah menyebar dari tulang yang kanker berasal, ke bagian tubuh yang lain.
Kanker yang paling sering menyebar ke paru-paru. Mungkin juga menyebar ke
tulang lain. Tentang satu dari lima pasien dengan osteosarkoma dengan kanker
yang telah metastasized pada saat itu dapat terdiagnosa. Dalam multifocal
osteosarkoma, tumor muncul dalam 2 atau lebih tulang, tetapi belum menyebar ke
paru-paru.
3.
Berulang
Penyakit berulang
berarti kanker telah datang kembali (recurred) setelah itu telah dirawat. Hal
itu dapat datang kembali dalam jaringan dimana pertama kali atau mungkin datang
kembali di bagian lain dari tubuh. Osteosarkoma paling sering terjadi dalam
paru-paru. Ketika osteosarkoma ditemukan, biasanya dalam waktu 2 sampai 3 tahun
setelah perawatan selesai. Nanti kambuh lagi adalah mungkin terjadi, tetapi
langka.
Sedangkan
klasifikasi menurut sifatnya Osteosarkoma dapat diklasifikasikan sebagi berikut
:
1.
Osteokondroma
Osteokondroma
(eksostosis Osteokartilagionous) merupakan tumor tulang jinak yang paling
sering ditemukan. Biasanya menyerang usia 10 – 20 tahun. Tumor ini tumbuh pada
permukaan tulang sebgai benjolan yang keras. Penderita dapat memiliki satu atau
beberapa benjolan. 10% dari penderita yang memiliki beberapa osteokondroma,
tetapi penderita yang hanya memiliki satu osteokondroma, tidak akan menderita
kondrosarkoma.
2.
Kondroma
Jinak
Kondroma
jinak biasanya terjadi pada usia 10 – 30 tahun, timbul di bagian tengah tulang.
Beberapa jenis kondroma menyebabkan nyeri. Jika tdak menimbulkan nyeri, tidak
perlu diangkat atau diobati. Untuk memantau perkembangannya, dilakukan foto
rontgen. Jika tumor tidak dapat di diagnosis melalui foto rontren atau jika menyebabkan
nyeri, mungkin perlu dilakukan biopsy untuk menentukan apakah tumor tersebut
bias berkembang menjadi kanker atau tidak.
3.
Kondroblastoma
Kondroblastoma
merupakan tumor yang jarang terjadi, yang tumbuh pada ujung tulang.biasanya
timbul pada usia 10 -20 tahun. Tumor ini dapat menimbulkan nyeri, yang
merupakan petunjuk adanya penyakit ini. Pengobatan terdiri dari pengangkatan
melalui pembedahan ; kadang setelah dilakukan pembedahan, tumor bisa tumbuh
kembali.
4.
Fibroma
Kondromiksoid
Fibroma kondromiksoid
merupakan tumor yang sangat jarang, yang terjadi pada usia kurang dari 30
tahun. Nyeri merupakan gejala yang biasa dikeluhkan. Tumor ini akan memberikan
gambaran yang khas pada foto rontgen. Pengobatannya adalah pengangkatan melalui
pembedahan.
5.
Osteoid
Osteoma
Osteoid
Osteoma adalah tumor yang sangat kecil, yang biasanya tumbuh di lengan atau
tungkai, tetapi dapat terjadi pada semua tulang. Biasanya akan menimbulkan
nyeri yang memburuk pada malam hari dan berkurang dengan pemberian aspirin
dosis rendah. Kadang otot disekitar tumor akan mengecil ( atrofi) dan keadaan
ini akan membaik setelah tumor diangkat. Scaning tulang menggunakan pelacak
radioaktif bias membantu menentukan lokasi yang tepatdari tumor tersebut.
Kadang-kadang tumor sulit ditentukan lokasinya dan perlu dilakukan pemeriksaan
tambahan seperti CT-scan dan foto rontgen dengan tehnik yang khusus.
Pengangkatan tumor melalui pembedahan merupakan satu-satunya cara untuk
mengurangi nyeri secara permanen. Bila penderita enggan menjalani pembedahan,
untuk mengurangi nyri bias diberikan aspirin.
6.
Tumor sel
raksasa
Tumor sel
raksasa biasanya terjadi pada usia 20 dan 30 tahun. Tumor ini umumnya tumbuh di
ujung tulang dan dapat meluas ke jaringan disekitarnya. Biasanya menimbulkan nyeri.
Pengobatan tergantung dari ukuran tumor. Tumor dapat diangkat melalui
pembedahan dan lubang yang terbentuk bisa diisi dengan cangkokan tulang atau
semen tulang buatan agar struktur tulang tetap terjaga. Pada tumor yang sangat
luas kadang perlu dilakukan pengangkatan satu segmentulang yang terkena.
Sekitar 10% tumor akan muncul kembali setelah pembedahan. Walaupun jarang,
tumor ini biasa tumbuh menjadi kanker.
C.
ETIOLOGI
Penyebab
tumor ini hampir sama dengan keganasan
yang lain, masih merupakan teka-teki yang belum terpecahkan. Radiasi dan virus
onkogenik, yang telah terlihat dalam terjadinya keganasan yang lain, telah
dianggap sebagai agen penyebab.
Beberapa
faktor etiologik telah diindentifikasi pada osteosarkoma orang dewasa yang
lebih jarang terjadi, tetapi hanya sedikit kasus saja. Osteosarkoma epidemik
dilaporkan pada pelukis lempeng jam radium disebabkan oleh penumpukan
radioaktif didalam tulang, Thorotrast-dulu menggunakan bahan kontras
radiografik yang mengandung radioaktif thorium dioxide erat hubungannya dengan
timbulnya osteosarkoma seperti pada neoplasma hati.
Selain itu,
juga terdapat faktor kecenderungan genetik. Osteosarkoma pada masa kanak-kanak
mungkin sekali memiliki dasar genetik, meskipun tak seorangpun pernah
menemukannya. Mungkin kelainan genetik pada kromosom 13 dapat menyebabkan
osteosarkoma pada kelompok pasien ini. Terjadi dysplasia tulang, termasuk
penyakit Paget, dysplasia fibrosa, enchondromatosis, dan turun temurun beberapa
exostoses dan retinoblastoma (kuman-garis bentuk) adalah faktor risiko.
Kombinasi konstitusional mutasi genetik dari RB (germline retinoblastoma) dan
terapi radiasi dikaitkan dengan risiko tinggi terutama pengembangan
osteosarkoma, Li-Fraumeni Sindrom (mutasi germline), dan Rothmund-Thomson
Sindrom (autosomal yang terdesak asosiasi dari bawaan cacat tulang , dysplasia
rambut dan kulit, hypogonadism, dan katarak).
D.
ANATOMI
FISIOLOGI
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk
gerak pasif, proteksi alat-alat di dalamtubuh, pemben Ruang ditengah
tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik yang membentuk berbagai
sel darah dan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan
posfat.Ruang ditengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik yang
membentuk berbagai sel darah dan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur
kalsium dan posfat.
Sebagaimana jaringan pengikat lainnya, tulang
terdiri dari komponen matriks dan sel. Matriks tulang terdiri dari serat-serat
kolagen dan protein non-kolagen.Sedangkan sel tulang terdiri dari osteoblas,
oisteosit, dan osteoklas.
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk
kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteosid
melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan
jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks
tulang.
Sebagian
dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka kadar
fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang
tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus
metastasis kanker ke tulang.
Osteosit
adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.Osteoklas adalah sel-sel berinti
banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi.Tidak
seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang.Sel-sel ini
menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran
darah.
E.
PATOFISIOLOGI
Sarkoma
osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas.
Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang
tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.
Penyebab
osteosarkoma belum jelas diketahui, adanya hubungan kekeluargaan menjadi suatu
predisposisi. Begitu pula adanya hereditery. Dikatakan beberapa virus onkogenik
dapat menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan
menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma. Akhir-akhir ini dikatakan ada 2
tumor suppressor gene yang berperan secara signifikan terhadap tumorigenesis
pada osteosarkoma yaitu protein P53 ( kromosom 17) dan Rb (kromosom 13).
Lokasi
tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang memunculkan
perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma. Mulai tumbuh bisa
didalam tulang atau p
ada permukaan tulang dan berlanjut sampai
pada jaringan lunak sekitar tulang epifisis dan tulang rawan sendi bertindak
sebagai barier pertumbuhan tumor kedalam sendi. Osteosarkoma mengadakan
metastase secara hematogen paling sering keparu atau pada tulang lainnya dan
didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami metastase pada saat diagnosis
ditegakkan.
Adanya
tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons osteolitik
(destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan tulang).Beberapa
tumor tulang sering terjadi dan lainnya jarang terjadi, beberapa tidak
menimbulkan masalah, sementara lainnya ada yang sangat berbahaya dan mengancam
jiwa.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang
panjang dan biasa ditemukan pada ujung bawah femur, ujung atas humerus dan
ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel kumparan
atau bulat yang berdifferensiasi jelek dan sering dengan elemen jaringan lunak
seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang
seling dengan ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui
dinding periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis epifisis
membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang
Adanya tumor
pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi
dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau
penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang.
Terjadi destruksi tulang lokal.Pada proses osteoblastik, karena adanya sel
tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi
terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Kebanyakan
osteosarkoma dijumpai pada kelompok usia muda antara 10 – 25 tahun. Kemudian
sering menyerang pada daerah ujung metafisis tulang panjang seperti:
1.
Ujung distal
tulang femur.
2.
Ujung
proximal tibial.
3.
Ujung
proximal humerus.
4.
Ujung
proximal femur.
5.
Untuk tulang
pipih yang sering diserang adalah illium
F.
MANIFESTASI KLINIK
Adapun
gejala atau tanda yang ditimbulkan yang paling umum gejala osteosarkoma adalah
rasa sakit dan bengkak di kaki atau lengan. Hal ini paling sering terjadi di
lagi tulang dari tubuh - seperti di atas atau di bawah lutut atau di lengan
atas dekat bahu. Sakit mungkin buruk selama bergerak atau di malam hari, dan
benjol atau bengkak dapat mengembangkan di kawasan hingga beberapa minggu
setelah mulai sakit. Sakit yang berlebihan dapat membangunkan di malam hari
atau sakit saat istirahat menjadi perhatian khusus. Dalam beberapa kasus,
pertama tanda penyakit itu yang rusak lengan atau kaki, karena kanker telah
melemahkan tulang untuk membuatnya rentan untuk istirahat. Pada kasus ini,
resiko osteosarkoma paling sering dilihat pada remaja anak laki-laki, dan bukti-bukti
menunjukkan bahwa remaja yang tinggi daripada rata-rata memiliki risiko
tambahan untuk mengembangkan penyakit. Anak-anak yang telah mewarisi salah satu
langka sindrom kanker juga berada di risiko tinggi untuk osteosarkoma. Sindrom
ini termasuk retinoblastoma (tumor jahat yang berkembang di retina, biasanya
pada anak-anak berusia di bawah umur 2 tahun) dan Li-Fraumeni Sindrom (jenis mewarisi
mutasi genetik). Karena berhubungan ke radiasi lain, dapat memicu DNA mutasi,
anak-anak yang telah menerima perawatan radiasi untuk episode sebelum kanker
juga meningkat di risiko untuk osteosarkoma.
Gejala
biasanya telah ada selama beberapa minggu atau bulan sebelum pasien didiagnosa.
Gejala yang paling sering terdapat adalah nyeri, terutama nyeri pada saat aktifitas,
adanya massa atau pembengkakan. Tidak jarang terdapat riwayat trauma, meskipun
peran trauma pada osteosarkoma tidaklah jelas. Fraktur patologis sangat jarang
terjadi, terkecuali pada osteosarkoma telangiectatic yang lebih sering terjadi
fraktur patologis. Nyeri pada ekstrimitas dapat menyebabkan kekakuan. Riwayat
pembengkakan dapat ada atau tidak, tergantung dari lokasi dan besar dari lesi.
Gejala sistemik, seperti demam atau keringat malam sangat jarang. Penyebaran
tumor pada paru-paru sangat jarang menyebabkan gejala respiratorik dan biasanya
menandakan keterlibatan paru yang luas.
Penemuan
pada pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada tempat utama tumor :
1. Massa :
massa yang dapat dipalpasi dapat ada atau tidak, dapat nyeri tekan dan hangat
pada palpasi, meskipun gejala ini sukar dibedakan dengan osteomielitis. Pada
inspeksi dapat terlihat peningkatan vaskularitas pada kulit.
2.
Penurunan range
of motion : keterlibatan sendi dapat diperhatikan pada pemeriksaan fisik.
3. Lymphadenopathy
: keterlibatan kelenjar limfa merupakan hal yang sangat jarang terjadi.
G.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.
Laboratorium
Kebanyakan pemeriksaan laboratorium
yang digunakan berhubungan dengan penggunaan kemoterapi. Sangat penting untuk
mengetahui fungsi organ sebelum pemberian kemoterapi dan untuk memonitor fungsi
organ setelah kemoterapi. Pemeriksaan darah untuk kepentingan prognosa adalah lactic
dehydrogenase (LDH) dan alkaline phosphatase (ALP). Pasien dengan
peningkatan nilai ALP pada saat diagnosis mempunyai kemungkinan lebih besar
untuk mempunyai metastase pada paru. Pada pasien tanpa metastase, yang
mempunyai peningkatan nilai LDH kurang dapat menyembuh bila dibandingkan dengan
pasien yang mempunyai nilai LDH normal.
Beberapa pemeriksaan laboratorium
yang penting termasuk :
·
LDH
·
ALP (kepentingan prognostik)
·
Hitung darah lengkap
·
Hitung trombosit
·
Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST),
alanine aminotransferase (ALT), bilirubin, dan albumin.
·
Elektrolit : Sodium, potassium, chloride, bicarbonate,
calcium, magnesium, phosphorus.
·
Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN),
creatinine.
·
Urinalisis
b.
Radiografi
Pemeriksaan X-ray
merupakan modalitas utama yang digunakan untuk investigasi. Ketika dicurigai
adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada
tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya. CT kurang sensitf bila
dibandingkan dengan MRI untuk evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan
untuk menentukan metastase pada paru-paru. Isotopic bone scanning secara umum
digunakan untuk mendeteksi metastase pada tulang atau tumor synchronous, tetapi
MRI seluruh tubuh dapat menggantikan bone scan.
1.
X-Ray
Foto polos merupakan hal yang
esensial dalam evaluasi pertama dari lesi tulang karena hasilnya dapat
memprediksi diagnosis dan penentuan pemeriksaan lebih jauh yang tepat. Gambaran
foto polos dapat bervariasi, tetapi kebanyakan menunjukkan campuran antara area
litik dan sklerotik. Sangat jarang hanya berupa lesi litik atau sklerotik. Lesi
terlihat agresif, dapat berupa moth eaten dengan tepi tidak jelas atau
kadangkala terdapat lubang kortikal multipel yang kecil. Setelah kemoterapi,
tulang disekelilingnya dapat membentuk tepi dengan batas jelas disekitar tumor.
Penyebaran pada jaringan lunak sering terlihat sebagai massa jaringan lunak.
Dekat dengan persendian, penyebaran ini biasanya sulit dibedakan dengan efusi.
Area seperti awan karena sclerosis dikarenakan produksi osteoid yang maligna
dan kalsifikasi dapat terlihat pada massa. Reaksi periosteal seringkali
terdapat ketika tumor telah menembus kortek. Berbagai spektrum perubahan dapat
muncul, termasuk Codman triangles dan multilaminated, spiculated,
dan reaksi sunburst, yang semuanya mengindikasikan proses yang agresif.Osteosarkoma telangiectatic secara umum menunjukkan
gambaran litik, dengan reaksi periosteal dan massa jaringan lunak. Ketika batas
tumor berbatas tegas, dapat menyerupai gambaran aneurysmal bone cyst.
Osteosarkoma Small-cell terlihat sama dengan gambaran osteosarkoma
konvensional, yang mempunyai gambaran campuran antara litik dan sklerotik.
Osteosarkoma intraosseous low-grade dapat berupa litik, sklerotik atau
campuran; seringkali mempunyai gambaran jinak dengan batas tegas dan tidak
adanya perubahan periosteal dan massa jaringan lunak. Gnathic tumor dapat
berupa litik, sklerotik atau campuran dan sering terjadi destruksi tulang,
reaksi periosteal dan ekstensi pada jaringan lunak. osteosarkoma intracortical
dideskripsikan sebagai gambaran radiolusen dan geographic, dan
mengandung mineralisasi internal dalam jumlah yang kecil. Osteosarkoma derajat
tinggi mempunyai gambaran massa jaringan lunak yang luas dengan berbagai
derajat mineralisasi yang muncul dari permukaan tulang. Osteosarkoma parosteal
secara tipikal merupakan tumor berdensitas tinggi yang muncul dari area tulang
yang luas. Tidak seperti osteochondroma, osteosarkoma parosteal tidak
melibatkan kavitas medulla tulang.
2.
CT-Scan
CT dapat berguna secara lokal ketika
gambaran foto polos membingungkan, terutama pada area dengan anatomi yang
kompleks (contohnya pada perubahan di mandibula dan maksila pada osteosarkoma
gnathic dan pada pelvis yang berhubungan dengan osteosarkoma sekunder). Gambaran
cross-sectional memberikan gambaran yang lebih jelas dari destruksi tulang dan
penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya daripada foto polos. CT dapat
memperlihatkan matriks mineralisasi dalam jumlah kecil yang tidak terlihat pada
gambaran foto polos. CT terutama sangat membantu ketika perubahan periosteal
pada tulang pipih sulit untuk diinterpretasikan. CT jarang digunakan untuk
evaluasi tumor pada tulang panjang, namun merupakan modalitas yang sangat
berguna untuk menentukan metastasis pada paru.CT sangat berguna dalam evaluasi berbagai osteosarkoma
varian. Pada osteosarkoma telangiectatic dapat memperlihatkan fluid level,
dan jika digunakan bersama kontras dapat membedakan dengan lesi pada aneurysmal
bone cyst dimana setelah kontras diberikan maka akan terlihat peningkatan
gambaran nodular disekitar ruang kistik.
3.
MRI
MRI merupakan modalitas untuk
mengevaluasi penyebaran lokal dari tumor karena kemampuan yang baik dalam
interpretasi sumsum tulang dan jaringan lunak. MRI merupakan tehnik pencitraan
yang paling akurat untuk menentuan stadium dari osteosarkoma dan membantu dalam
menentukan manajemen pembedahan yang tepat. Untuk tujuan stadium dari tumor,
penilaian hubungan antara tumor dan kompartemen pada tempat asalnya merupakan
hal yang penting. Tulang, sendi dan jaringan lunak yang tertutupi fascia
merupakan bagian dari kompartemen. Penyebaran tumor intraoseus dan ekstraoseus
harus dinilai. Fitur yang penting dari penyakit intraoseus adalah jarak
longitudinal tulang yang mengandung tumor, keterlibatan epifisis, dan adanya skip
metastase. Keterlibatan epifisis oleh tumor telah diketahui sering terjadi
daripada yang diperkirakan, dan sulit terlihat dengan gambaran foto polos.
Keterlibatan epifisis dapat didiagnosa ketika terlihat intensitas sinyal yang
sama dengan tumor yang terlihat di metafisis yang berhubungan dengan destruksi
fokal dari lempeng pertumbuhan. Skip metastase merupakan fokus synchronous
dari tumor yang secara anatomis terpisah dari tumor primer namun masih berada
pada tulang yang sama. Deposit sekunder pada sisi lain dari tulang dinamakan transarticular
skip metastase. Pasien dengan skip metasase lebih sering mempunyai
kecenderungan adanya metastase jauh dan interval survival bebas tumor yang
rendah. Penilaian dari penyebaran tumor ekstraoseus melibatkan penentuan otot
manakah yang terlibat dan hubungan tumor dengan struktur neurovascular dan
sendi sekitarnya. Hal ini penting untuk menghindari pasien mendapat reseksi
yang melebihi dari kompartemen yang terlibat. Keterlibatan sendi dapat didiagnosa
ketika jaringan tumor terlihat menyebar menuju tulang subartikular dan
kartilago.
4.
Ultrasound
Ultrasonography tidak secara rutin
digunakan untuk menentukan stadium dari lesi. Ultrasonography berguna sebagai
panduan dalam melakukan percutaneous biopsi. Pada pasien dengan implant
prostetik, Ultrasonography mungkin merupakan modalitas pencitraan satu satunya
yang dapat menemukan rekurensi dini secara lokal, karena penggunaan CT atau MRI
dapat menimbulkan artefak pada bahan metal. Meskipun ultrasonography dapat
memperlihatkan penyebaran tumor pada jaringan lunak, tetapi tidak bisa
digunnakan untuk mengevaluasi komponen intermedula dari lesi.
5.
Nuclear Medicine
Osteosarcoma secara umum menunjukkan
peningkatan ambilan dari radioisotop pada bone scan yang menggunakan
technetium-99m methylene diphosphonate (MDP). Bone scan sangat berguna untuk
mengeksklusikan penyakit multifokal. skip lesion dan metastase paru-paru dapat
juga dideteksi, namun skip lesion paling konsisten jika menggunakan MRI. Karena
osteosarkoma menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop maka bone scan
bersifat sensitif namun tidak spesifik.
H.
STADIUM
Stadium
konvensional yang biasa digunakan untuk tumor keras lainnya tidak tepat untuk
digunakan pada tumor skeletal, karena tumor ini sangat jarang untuk
bermetastase ke kelenjar limfa. Pada tahun 1980 Enneking memperkenalkan sistem
stadium berdasarkan derajat, penyebaran ekstrakompartemen, dan ada tidaknya
metastase. Sistem ini dapat digunakan pada semua tumor muskuloskeletal (tumor
tulang dan jaringan lunak). Komponen utama dari sistem stadium berdasarkan
derajat histologi (derajat tinggi atau rendah), lokasi anatomi dari tumor
(intrakompartemen dan ekstrakompartemen), dan adanya metastase.
Untuk
menjadi intra kompartemen, osteosarkoma harus berada diantara periosteum. Lesi
tersebut mempunyai derajat IIA pada sistem Enneking. Jika osteosarkoma telah
menyebar keluar dari periosteum maka derajatnya menjadi IIB. Untuk kepentingan
secara praktis maka pasien digolongkan menjadi dua yaitu pasien tanpa metastase
(localized osteosarkoma) dan pasien dengan metastse (metastatic
osteosarkoma).
I.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis.Tujuan
penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi
jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh
atau ekstremitas yang sakit.Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi,
radioterapi, atau terapi kombinasi.
Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan
dan / atau radiasi dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya
meliputi adriamycin (doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau
metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan
secara tersendiri atau dalam kombinasi.Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan
meliputi hidrasi dengan pemberian cairan normal intravena, diurelika,
mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau
kortikosteroid.
Preoperatif
kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb-sparing (dapat dilakukan pada
80% pasien) dan diikuti dengan postoperatif kemoterapi merupakan standar
manajemen. Osteosarkoma merupakan tumor yang radioresisten, sehingga
radioterapi tidak mempunyai peranan dalam manajemen rutin.
1.
Medikamentosa
Sebelum penggunaan kemoterapi
(dimulai tahun 1970), osteosarkoma ditangani secara primer hanya dengan
pembedahan (biasanya amputasi). Meskipun dapat mengontrol tumor secara lokal
dengan baik, lebih dari 80% pasien menderita rekurensi tumor yang biasanya
berada pada paru-paru. Tingginya tingkat rekurensi mengindikasikan bahwa pada
saat diagnosis pasien mempunyai mikrometastase. Oleh karena hal tersebut maka
penggunaan adjuvant kemoterapi sangat penting pada penanganan pasien dengan
osteosarkoma.Pada penelitian terlihat bahwa adjuvant kemoterapi efektif dalam
mencegah rekurensi pada pasien dengan tumor primer lokal yang dapat direseksi.
Penggunaan neoadjuvant kemoterapi terlihat tidak hanya mempermudah pengangkatan
tumor karena ukuran tumor telah mengecil, namun juga dapat memberikan parameter
faktor prognosa. Obat yang efektif adalah doxorubicin, ifosfamide, cisplatin,
dan methotrexate dosis tinggi dengan leucovorin. Terapi kemoterapi tetap
dilanjutkan satu tahun setelah dilakukan pembedahan tumor
2.
Pembedahan
Tujuan utama dari reseksi adalah
keselamatan pasien. Reseksi harus sampai batas bebas tumor. Semua pasien dengan
osteosarkoma harus menjalani pembedahan jika memungkinkan reseksi dari tumor
prmer. Tipe dari pembedahan yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor
yang harus dievaluasi dari pasien secara individual.Batas radikal,
didefinisikan sebagai pengangkatan seluruh kompartemen yang terlibat (tulang,
sendi, otot) biasanya tidak diperlukan. Hasil dari kombinasi kemoterapi dengan
reseksi terlihat lebih baik jika dibandingkan dengan amputasi radikal tanpa
terapi adjuvant, dengan tingkat 5-year survival rates sebesar 50-70% dan
sebesar 20% pada penanganan dengan hanya radikal amputasi. Fraktur patologis,
dengan kontaminasi semua kompartemen dapat mengeksklusikan penggunaan terapi
pembedahan limb salvage, namun jika dapat dilakukan pembedahan dengan
reseksi batas bebas tumor maka pembedahan limb salvage dapat dilakukan.
Pada beberapa keadaan amputasi mungkin merupakan pilihan terapi, namun lebih
dari 80% pasien dengan osteosarkoma pada eksrimitas dapat ditangani dengan
pembedahan limb salvage dan tidak membutuhkan amputasi. Jika
memungkinkan, maka dapat dilakukan rekonstruksi limb-salvage yang harus dipilih
berdasarkan konsiderasi individual, sebagai berikut :
a.
Autologous bone graft: hal ini dapat dengan atau tanpa
vaskularisasi. Penolakan tidak muncul pada tipe graft ini dan tingkat infeksi
rendah. Pada pasien yang mempunyai lempeng pertumbuhan yang imatur mempunyai pilihan
yang terbatas untuk fiksasi tulang yang stabil (osteosynthesis).
b.
Allograft: penyembuhan graft dan infeksi dapat menjadi
permasalahan, terutama selama kemoterapi. Dapat pula muncul penolakan graft.
c.
Prosthesis: rekonstruksi sendi dengan menggunakan
prostesis dapat soliter atau expandable, namun hal ini membutuhkan biaya
yang besar. Durabilitas merupakan permasalahan tersendiri pada pemasangan
implant untuk pasien remaja.
d.
Rotationplasty: tehnik ini biasanya sesuai untuk
pasien dengan tumor yang berada pada distal femur dan proximal tibia, terutama
bila ukuran tumor yang besar sehingga alternatif pembedahan hanya amputasi.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOSARCOMA
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
pasien
Nama, umur,
jenis kelamin, pendidkan, pekerjaan, status perkawinan,
alamat, dan lain-lain.
2. Riwayat
kesehatan
a. Pasien
mengeluh nyeri pada daerah tulang yang terkena.
b. Klien
mengatakan susah untuk beraktifitas/keterbatasan gerak
c. Mengungkapkan
akan kecemasan akan keadaannya
3.
Pengkajian fisik
a. Pada
palpasi teraba massa pada derah yang terkena.
b. Pembengkakan
jaringan lunak yang diakibatkan oleh tumor.
c. Pengkajian
status neurovaskuler; nyeri tekan
d. Keterbatasan
rentang gerak
4. Hasil
laboratorium/radiologi
a. Terdapat
gambaran adanya kerusakan tulang dan pembentukan tulang baru.
b. Adanya
gambaran sun ray spicules atau benang-benang tulang dari kortek tulang.
c. Terjadi
peningkatan kadar alkali posfatase.
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Nyeri
akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri akut
teratasi seluruhnya.
DS : Klien
mengatakan nyeri sebelum dan setelah pembedahan
DO :
a. Fokus
diri klien tampak menyempit, dan
b. Perilaku
klien tampak melindung diri / berhati-hati.
Kriteria
Hasil :
a. Klien
mengatakan nyeri hilang dan terkontrol,
b. Klien
tampak rileks, tidak meringgis, dan mampu istirahat/tidur dengan tepat,
c. Tampak
memahami nyeri akut dan metode untuk menghilangkannya, dan
d. Skala
nyeri 0-2.
Intervensi:
a. Catat
dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan
karakteristik nyeri.
R / : Untuk
mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien.
b. Berikan
tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan lembut).
R / :
Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
c. Berikan
sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
R / :
Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan mengurangi nyeri.
d. Berikan
lingkungan yang tenang.
R / : Agar
pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya stress.
e. Kolaborasi
dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan
penurunan rasa nyeri.
R / : Untuk
mengurangi rasa sakit / nyeri.
2. Kerusakan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan muskuluskletal,
nyeri, dan amputasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan
mobillitas fisik teratasi seluruhnya.
DS
: Klien mengatakan sulit untuk bergerak
DO : Klien
tampak mengalami Gangguan koordinasi; penurunan kekuatan otot, kontrol dan
massa.
Kriteria
Hasil :
a. Pasien
menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan tindakan
keamanan,
b. Pasien
tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi
dalam aktivitas,
c. Pasien
menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan beraktivitas, dan
d. Pasien
tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
Intervensi :
a. Kaji
tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang
immobilisasi tersebut.
R /:
Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak
proporsional).
b. Dorong
partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
R / : Memberikan
kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, meningkatkan
perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
c. Anjurkan
pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang
tidak.
R / : Meningkatkan
aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan
mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak
digunakan.
d. Bantu
pasien dalam perawatan diri.
R / :
Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol
situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
e. Berikan
diit Tinggi protein Tinggi kalori , vitamin , dan
mineral.
R / :
Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi
biasanya terjadi penurunan BB.
f. Kolaborasi dengan
bagian fisioterapi.
R /
: Untuk menentukan program latihan.
3. Kerusakan
integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan
pada daerah tertentu dalam waktu yang lama.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan
integritas kulit / jaringan taratasi seluruhnya.
Kriteria
Hasil : Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah
kerusakan kulit tidak berlanjut.
Intervensi :
1) Kaji
adanya perubahan warna kulit.
R / :
Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit.
2) Pertahankan
tempat tidur kering dan bebas kerutan.
R / : Untuk
menurunkan tekanan pada area yang peka resiko kerusakan kulit lebih lanjut.
3) Ubah
posisi dengan sesering mungkin.
R / : Untuk
mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan
meminimalkan resiko kerusakan kulit.
4) Beri posisi
yang nyaman kepada pasien.
R / : Posisi
yang tidak tepat dapat menyebabkan cedera kulit / kerusakan kulit.
5) Kolaborasi
dengan tim kesehatan dan pemberian zalf / antibiotic.
R / : Untuk
mengurangi terjadinya kerusakan integritas kulit.
4. Resiko
infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah resiko infeksi
tidak terjadi.
Kriteria
Hasil :
a. Tidak
ada tanda-tanda Infeksi,
b. Leukosit
dalam batas normal, dan
c. Tanda-tanda
vital dalam batas normal.
Intervensi :
1) Kaji
keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor,
dolor, fungsi laesa.
R/ : Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
2) Anjurkan pasien untuk tidak memegang
bagian yang luka.
R/ : Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
3) Rawat luka dengan
menggunakan tehnik aseptik
R/ : Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
4) Mewaspadai adanya keluhan nyeri
mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
R/ : Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
5) Kolaborasi
pemeriksaan darah : Leukosit
R/
: Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Ed
8. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana
Asuhan Keperawatan, Edisi Revisi, 2010. EGC, Jakarta
Doengoes,
Marilynn E. Et al. 1999, Rencana
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
http://agusnadianus.blogspot.com/2012/05/askep-osteosarkoma-agus-nadianus-s-kep.html
Price,
Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Rahmadi,
Agus. 1993. Perawatan Gangguan Sistem
Muskuloskletal. Banjarbaru: Akper Depkes.
Reeves, J.
Charlene. Et al. 2001. Keperawatan
Medikal Bedah. Ed. I. Salemba medika. Jakarta
Tucker,
Susan Martin et al.1999, Standar
Perawatan Pasien Edisi V Vol 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2003. Catatan Kuliah Medikal Badah
III. (Print out). Jurusan Keperawatan Banjarbaru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar