Hipospadia berasal dari dua kata
yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan“spadon“ yang berarti keratan yang
panjang.
Hipospadia adalah suatu kelainan
bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral
penis dan lebih keproksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis).
(Arif Mansjoer, 2000 : 374).
Menurut referensi lain, hipospadia
adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah
dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288). Hipospadia adalah kelainan congenital
berupa muara uretra yang terletak di sebelah ventral penis dansebelah proksimal
ujung penis. Letak meatus uretra bisa terletak pada glandular hingga perineal.(
Purnomo, B, Basuki,2003).
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana
lubang uretra terdapat di penis bagian bawah,
bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan kelamin bawaan sejak lahir
Hipospadia sering disertai kelainan
bawaan yang lain, misalnya pada skrotum dapat berupa undescensus testis,
monorchidism, disgenesis testis dan hidrokele. Pada penis berupa propenil
skrotum, mikrophallus dan torsi penile, sedang kelainan ginjal dan ureter berupa
fused kidney, malrotasi renal, duplex dan refluk ureter.
B.
Etiologi
Penyebabnya
sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab
pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling
berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan
hormoneHormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesiskelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone
androgennya sendiri di dalamtubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun
hormone androgen sendiri telahterbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya
tidak ada tetap saja tidak akanmemberikan suatu efek yang semestinya. Atau
enzim yang berperan dalam sintesishormone
androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama
2. GenetikaTerjadi karena gagalnya
sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada genyang mengode
sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Mekanisme
genetik yang tepat mungkin rumit dan variabel. Penelitian lain adalah turunanautosomal
resesif dengan manifestasi tidak lengkap. Kelainan kromosom ditemukan
secarasporadis pada pasien dengan hipospadia.4. PrematuritasPeningkatan insiden
hipospadia ditemukan di antara bayi yang lahir dari ibu dengan terapiestrogen
selama kehamilan. Prematuritas juga lebih sering dikaitkan dengan hipospadia.
3. LingkunganBiasanya
faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifatteratogenik yang dapat mengakibatkan
mutasi.
C.
Patofisiologi
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap
terjadi sehingga meatusuretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada
berbagai derajat kelainan letak meatus ini,dari
yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang
penis,hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral
dan menyerupai topiyang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa
yang dikenal sebagai chordee,pada sisi ventral menyebabkan kurvatura
(lengkungan) ventral dari penis.Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak
lengkap uretra dalam rahim. Penyebabpasti cacat diperkirakan terkait dengan
pengaruh lingkungan dan hormonal genetik (Sugar, 1995). Perpindahan dari meatus
uretra biasanya tidak mengganggu kontinensia kemih.Namun, stenosis pembukaan
dapat terjadi, yang akan menimbulkan obstruksi parsialoutflowing urin. Hal ini
dapat mengakibatkan ISK atau hidronefrosis (Kumor, 1992).Selanjutnya,
penempatan ventral pembukaan urethral bisa mengganggu kesuburan padapria
dewasa, jika dibiarkan tidak terkoreksi (Jean Weiler Ashwill, 1997, p. 1)
D.
Manifestasi Klinis
1.
Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang
dangkal di bagian bawahpenis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2.
Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk
di bagianpunggung penis.
3.
Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi
meatus danmembentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan
sekitar.
4.
Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5.
Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6.
Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar
dari glans penis.
7.
Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi
bengkok.
8.
Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke
kantung skrotum).
9.
Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
10. Pancaran air kencing pada saat BAK
tidak lurus, biasanya kebawah, menyebar,mengalir melalui batang penis, sehingga
anak akan jongkok pada saat BAK.
11. Pada Hipospadia grandular/ koronal
anak dapat BAK dengan berdiri denganmengangkat penis keatas.
12. Pada Hipospadia peniscrotal/
perineal anak berkemih dengan jongkok.
13. Penis akan
melengkung kebawah pada saat ereksi.
E.
Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra
eksternum/ meatus :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior
(60-70%)Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal.Pada
tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan
inibersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus
agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle
(10-15%)Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan
pene-escrotal.Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum.
Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium
bagian ventral,sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis
menjadi pipih.Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah
secara bertahap,mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka
sebaiknya pada bayitidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat
berguna untuk tindakanbedah selanjutnya.
3. Tipe Posterior (20%)Posterior yang
terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnyapertumbuhan penis
akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatusuretra terbuka
lebar dan umumnya testis tidak turun.Semakin ke proksimal letak meatus, semakin
berat kelainan yang diderita dansemakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini,
90% terletak di distal, dimana meatusterletak di ujung batang penis atau pada
glans penis. Sisanya yang 10% terletak lebihproksimal yaitu ditengah batang
penis, skrotum, atau perineum. Kebanyakankomplikasinya kecil, fistula, skin
tag, divertikulum, stenosis meatal atau aliran kencingyang menyebar. Komplikasi
ini dapat dikoreksi dengan mudah melalui prosedur minor.
F.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang
dilakukan pemeriksaantambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat
dilakukan pemeriksaanberikut untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada
ginjal sebagai komplikasimaupun kelainan bawaan yang menyertai hipospadia:
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin.
3. BNO-IVP
G.
Komplikasi
1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang
ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu
beberapa ciri sexsual tertentu).
2. Infertility.
3. Resiko hernia inguinalis.
4. Gangguan psikologis dan psikososial.
5. Kesukaran saat berhubungan sexsual,
bila tidak segera dioperasi saat dewasa.
Komplikasi paska operasi yang terjadi :
a. Edema / pembengkakan yang terjadi
akibat reaksi jaringan besarnya dapatbervariasi, juga terbentuknya hematom /
kumpulan darah dibawah kulit, yangbiasanya dicegah dengan balut tekan selama 2
sampai 3 hari paska operasi.
b. Striktur, pada proksimal anastomosis
yang kemungkinan disebabkan oleh angulasidari anastomosis.
c. Rambut dalam uretra, yang dapat
mengakibatkan infeksi saluran kencing berulangatau pembentukan batu saat
pubertas.
d. Fitula uretrokutan, merupakan
komplikasi yang sering dan digunakan sebagaiparameter untuyk menilai
keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat iniangka kejadian yang
dapat diterima adalah 5-10 %.
e. Residual chordee/rekuren chordee,
akibat dari rilis korde yang tidak sempurna,dimana tidak melakukan ereksi
artifisial saat operasi atau pembentukan skar yangberlebihan di ventral penis
walaupun sangat jarang.
f.
Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang
terlalu lebar, atau adanyastenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang
lanjut.
H.
Tindakan Pembedahan
Tujuan
pembedahan :
1. Membuat normal fungsi perkemihan dan
fungsi sosial, serta.
2. Perbaikan untuk kosmetik pada
penis.Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula,
Teknik Horton dan Devine.
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula
dilakukan operasi 2 tahap:
a. Tahap pertama eksisi dari chordee
dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yangberepitel pada glans penis.
Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih
pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakanpreputium bagian
dorsal dan kulit penis.
b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti,
6 bulan pasca operasi, saat parut sudahlunak. Dibuat insisi paralel pada tiap
sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, laludibuat pipa dari kulit
dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup denganflap dari kulit
preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan padagaris
tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas
lukaoperasi pertama telah matang.
2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan
1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar denganpenis yang sudah cukup besar dan
dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknyalebih ke ujung penis).
Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujungpenis dengan
pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.Mengingat pentingnya preputium untuk
bahan dasar perbaikan hipospadia, makasebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan
dilakukan berbarengan dengan operasihipospadi.
ASUHAN KEPERAWATANA.
A.
Pengkajian
1. Fisik
a.
Pemeriksaan genetalia.
b.
Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau
pembesaran padaginjal.
c.
Kaji fungsi perkemihan,
d.
Adanya lekukan pada ujung penis.
e.
Melengkungnya penis ke bawah dengan
atau tanpa ereksi.
f.
Terbukanya uretra pada ventral.
g.
Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis,
perdarahan, dysuria,drinage.
2.
Mentala.
a.
Sikap pasien sewaktu diperiksa.
b.
Sikap pasien dengan adanya rencana
pembedahan.
c.
Tingkat kecemasan.
d.
Tingkat pengetahuan keluarga dan
pasien
B.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri
berhubungan dengan pembedahan.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan
pemasangan kateter.
3. Risiko injuri berhubungan dengan
pemasangan kateter atau pengangkatan kateter.
4. Kecemasan
orang tua berhubungan dengan prosedur pembedahan.
5. Kurangnya pengetahuan orang tua
berhubungan dengan diagnosa, prosedurpembedahan dan perawatan setelah operasi.
C.
Implementasi
Diagnosa
1 Tujuan : meningkatkan rasa nyaman.
a. Pemberian analgetik sesuai program.
b. Perhtikan setiap saat yaitu posisi
kateter tetap atau tidak.
c. Monitor adanya (tekukan pada
kateter) atau kemacetan.
d. Pengaturan posisi tidur anak sesuai
kebutuhannya
Diagnosa
2 Tujuan : mencegah infeksia.
a. Pemberian air minum yang adekuat.
b. Monitor intake dan output (pemasukan
dan pengeluaran).
c. Kaji gaya gravitasi urine atau berat
jenis urine.
d. Monitor tanda-tanda vital.
e. Kaji urine, drainage, purulen, bau,
warna.
f.
Gunakan teknik aseptik untuk perawatan kateter.
g. Pemberian antibiotik sesuai program.
Diagnosa 3 Tujuan
: mencegah injuria.
a. Pastikan kateter pada anak terbalut
dengan benar dan tidak lepas
b. Gunakan “restrain” atau pengaman
yang tepat pada saat anak tidur atau gelisah.
c. Hindari alat-alat tenun atau yang
lainnya yang dapat mengkontaminasi kateter danpenis.
Diagnosa 4 dan
5Tujuan :
memberikan pengajaran dan penjelasan pada orang tua sebelum operasitentang
prosedur pembedahan, perawatan setelah operasi, pengukuran tanda-tandavital,
dan pemasangan kateter.
a. Kaji tingkat pemahaman orang tua.
b. Gunakan gambar-gambar atau boneka
untuk menjelaskan prosedur, pemasangankateter menetap, mempertahankan kateter,
dan perawatan kateter, pengosongankantong urin, keamanan kateter, monitor
urine, warna dan kejernihan, dan perdarahan.
c. Jelaskan tentang pengobatan yang
diberikan, efek samping dan dosis serta waktupemberian.
d. Ajarkan untuk ekspresi perasaan dan
perhatian tentang kelainan pada penis.
e. Ajarkan orang tua untuk
berpartisipasi dalam perawatan sebelum dan sesudahoperasi (pre dan post)Perencanaan pemulangan
1. Ajarkan tentang perawatan kateter
dan pencegahan infeksi dengan disimulasikan.
2. Jelaskan tanda dan gejala infeksi saluran
kemih dan lapor segera ke dokter atauperawat.
3. Jelaskan pemberian obat antibiotik
dan tekankan untuk kontrol ulang (follow up).
DAFTAR PUSTAKA
2. De Jong Wim, Samsuhidajat R. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Penerbit BukuKedokteran ECG. Jakarta.
3. Horton C E, Sadove R, Devine C J et
al. Hypospadias, epispadias and Extrophy of the Bladder. Chapter 54. p
1337 – 1348.
4. Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita
Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : MediaAesculapius.
5. Porter M P, Faizan M K, Grady R W et
al. Hypospadias in Washington State: Maternal Risk Factors and Prevalence
trend . 2011.http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/115/4/e495 .
6. Purnomo, B Basuki. (2000). Dasar –
dasar urologi. Jakarta : Infomedika
7. Schnack T H, Zdravkovic S, Myrup C
et al. Familial Aggregation of Hypospadias: A Cohort Study. 2007. www.americanjournalofepidemiology.com .
8. oms A P,
Bullock K N, Berman LH. Descending urethral ultrasound of the nativeand
reconstructed urethra in patients with hypospadias. 2003.www.thebritishjournalofradiology.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar