LP (Laporan Pendahuluan) Keperawatan Lengkap

Kumpulan Laporan Pendahuluan Keperawatan, Asuhan Keperawatan Lengkap,SAP Dan Leaflet, Tugas-Tugas Kuliah Keperawatan Lainnya

03/03/17

Glasgow Coma Scale (GCS)

Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk menentukan/menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya sampai keadaan koma. Teknik penilaian dengan ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi stimulus tertentu, yakni respon buka mata, respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin tertinggi bernilai 15.

Jenis Pemeriksaan
Nilai
Respon buka mata (Eye Opening, E)
·      Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang)
·      Respon terhadap suara (suruh buka mata)
·      Respon terhadap nyeri (dicubit)
·      Tida ada respon (meski dicubit)

4
3
2
1
Respon verbal (V)
·         Berorientasi baik
·         Berbicara mengacau (bingung)
·         Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas dan non-kalimat, misalnya, “aduh… bapak..”)
·         Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang)
·         Tidak ada suara

5
4
3

2
1
Respon motorik terbaik (M)
·      Ikut perintah
·      Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
·      Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang)
·      Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)
·      Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)
·      Tidak ada (flasid)

6
5
4
3

2

1


Interpretasi atau hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol
 E…V…M…

Selanutnya nilai tiap-tiap pemeriksaan dijumlahkan, nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4 V5 M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1 V1 M1. Biasanya, pasien dengan nilai GCS dibawah 5 ialah pasien emergensi yang sulit dipertahankan keselamatannya.  

Berdasarkan buku Advanced Trauma Life Support, GCS berguna untuk menentukan derajat trauma/cedera kepala (trauma capitis).

Derajat cedera kepala berdasarkan GCS:
GCS : 14-15 = CKR (cedera kepala ringan)
GCS : 9-13   = CKS  (cedera kepala sedang)
GCS : 3-8     = CKB (cedera kepala berat)

SISTEM SARAF PUSAT
Ø   Terdapat 12 pasang syaraf kranial dimana beberapa diantaranya adalah serabut campuran, yaitu gabungan syaraf motorik dan sensorik, sementara lainnya adalah hanya syaraf motorik ataupun hanya syaraf sensorik.
-          Fungsi sel saraf sensorik adalah menghantar impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis). Ujung akson dari saraf sensori berhubungan dengan saraf asosiasi (intermediet).
-          Fungsi sel saraf motor adalah mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan.
-          Sel saraf intermediet disebut juga sel saraf asosiasi. Sel ini dapat ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf motor dengan sel saraf sensori atau berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel saraf intermediet menerima impuls dari reseptor sensori atau sel saraf asosiasi lainnya.

1.             NERVUS I : OLFAKTORIUS
Ø   Tujuannya adalah untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu, selain itu untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.
Cara pemeriksaan
1.             Sebelumnya periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip.
2.             Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium bau-bauan tertentu yang tidak merangsang .
3.             Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan.
v   Contoh bahan  : teh, kopi,tembakau,sabun, jeruk.

Adapun kelainan yang bisa didapatkan dapat berupa: 
1.      Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
2.      Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam
3.      Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.
4.      Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.
5.      Kakosmia : parosmia memuakkan
6.      Halusinasi olfaktorik : tanpa rangsangan

2.             NERVUS II : OPTIKUS
                    i.          nerve = Nervus opticus
                 ii.          optic chiasm = Chiasma opticum
               iii.          optic tract = Tractus opticus
                iv.          primary visual centre (lateral geniculate body) = Corpus geniculatum laterale
                  v.           optic radiation = Radiation optica
                vi.          visual cortex = kortikales Sehzentrum

Ø   Pemeriksaan:
·           membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan pasien disuruh melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca huruf di buku atau koran.
·           melakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Pasien diminta untuk melihat huruf huruf sehingga tiap huruf dilihat pada jarak tertentu, 
·           bila dengan melihat melalui lubang kecil (pin hole) huruf bertambah jelas maka faktor yang berperan mungkin gangguan refraksi.
·           Pemeriksaan pengenalan warna dengan tes ishihara dan stiling atau dengan potongan benang wol berbagai warna.
·           Pemeriksaan medan(lapangan) penglihatan

3.             NERVUS OKULOMOTORIUS/N III (MOTORIK)
Ø  Merupakan nervus yang mempersarafi otot-otot bola mata ekstena, levator palpebra dan konstriktor pupil.
Ø  Cara pemeriksaan :
·                    Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.
N. III, IV, VI
4.             NERVUS TROKHLEARIS/N IV (MOTORIK)
Ø  Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil.
Ø  Yang diperiksa adalah :
·           ukuran pupil (miosis bila ukuran pupil < 2 mm, normal dengan ukuran 4-5 mm, pin point pupil bila ukuran pupil sangat kecil dan midiriasis dengan ukuran >5 mm),
·           bentuk pupil, kesamaan ukuran antara kedua pupil (isikor / sama, anisokor / tidak sama), dan reaksi pupil terhadap cahaya (positif bila tampak kontraksi pupil, negative bila tidak ada kontraksi pupil.
·           Dilihat juga apakah terdapat perdarahan pupil (diperiksa dengan funduskopi).
5.             NERVUS TRIGEMINUS/N V (MOTORIK DAN SENSORIK)
Ø  Merupakan syaraf yang mempersarafi sensoris wajah dan otot pengunyah. Alat yang digunakan : kapas, jarum, botol berisi air panas, kuliper/jangka dan garpu penala.
a.         Sensibilitas wajah :
·               Rasa raba : pemeriksaan dilakukan dengan kapas yang digulung memanjang, dengan menyentuhkan kapas kewajah pasien dimulai dari area normal ke area dengan kelainan. Bandingkan rasa raba pasien antara wajah kiri dan kanan.
·               Rasa nyeri : dengan menggunakan tusukan jarum tajam dan tumpul. Tanyakan pada klien apakah merasakan rasa tajam dan tumpul. Dimulai dari area normal ke area dengan kelainan.
·               Rasa suhu : dengan cara yang sama tapi dengan menggunakan botol berisi air dingin dan air panas, diuji dengan bergantian (panas-dingin). Pasien disuruh meyebutkan panas atau dingin yang dirasakan
·               Rasa sikap : dilakukan dengan menutup kedua mata pasien, pasien diminta menyebutkan area wajah yang disentuh (atas atau bawah).
·               Rasa getar : pasien disuruh membedakan ada atau tidak getaran garpu penala yang disentuhkan ke wajah pasien.
b.        Otot mengunyah
Cara : pasien disuruh mengatup mulut kuat-kuat kemudian dipalpasi kedua otot pengunyah (muskulus maseter dan temporalis) apakah kontraksinya baik, kurang atau tidak ada. Kemudian dilihat apakah posisi mulut klien simetris atau tidak, mulut miring.

6.             Nervus Abdusens/N VI (motorik)
Ø   Fungsi otot bola mata dinilai dengan keenam arah utama yaitu lateral.
Ø   Cara seperti N. III : Lateral atas, medial atas, medial bawah, lateral bawah, keatas dan kebawah. Pasien disuruh mengikuti arah pemeriksaan yang dilakukan pemeriksa sesuai dengan keenam arah tersebut. Normal bila pasien dapat mengikuti arah dengan baik. Terbatas bila pasien tidak dapat mengikuti dengan baik karena kelemahan otot mata.
Ø   Nistagmus bila gerakan bola mata pasien bolak balik involunter.

7.             Nervus Fasialis/N VII (motorik dan sensorik)
Ø   Cara pemeriksaan : dengan memberikan sedikit zat makanan di 2/3 lidah bagian depan seperti gula, garam dan kina. Pasien disuruh menjulurkan lidah pada waktu diuji dan selama menentukan zat-zat yang dirasakan klien disuruh menyebutkan atau ditulis oleh klien.


8.             Nervus Akustikus/N VIII (sensorik)
a.              Pendengaran : diuji dengan mendekatkan, arloji ketelinga pasien di ruang yang disunyi. Telinga diuji bergantian dengan menutup salah telinga yang lain. Normal klien dapat mendengar detik arloji 1 meter. Bila jaraknya kurang dari satu meter kemungkinan pasien mengalami penurunan pendengaran.
b.             Keseimbangan : dilakukan dengan memperhatikan apakah klien kehilangan keseimbangan hingga tubuh bergoyang-goyang (keseimbangan menurun) dan normal bila pasien dapat berdiri/berjalan dengan seimbang. 

9.             Nervus Glosso-faringeus/N IX (motorik dan sensorik)
Ø   Cara pemeriksaan dengan menyentuhkan tongspatel ke posterior faring pasien. Timbulnya reflek muntah adalah normal (positif), negative bila tidak ada reflek muntah.
Ø   Membedakan manis dan asam di 1/3 anterio lidah.

10.         Nervus Vagus/N X (motorik dan sensorik)
Ø   Cara pemeriksaan : pasien disuruh membuka mulut lebar-lebar dan disuruh berkata ‘aaah’ kemudian dilihat apakah terjadi regurgitasi ke hidung. Dan observasi denyut jantung klien apakah ada takikardi atau brakardi.

11.         Nervus Aksesorius/N XI (motorik)
Ø   Cara pemeriksaan : dengan menyuruh pasien menengok kesatu sisi melawan tangan pemeriksa, pemeriksa mempalpasi otot wajah.
Ø   Test angkat bahu dengan pemeriksa menekan bahu pasien ke bawah dan pasien berusaha mengangkat bahu ke atas. Normal bila klien dapat melakukannya dengan baik, bila tidak dapat kemungkinan klien mengalami parase.

12.         Nervus Hipoglosus (motorik)
Ø   Cara pemeriksaan : pasien disuruh menjulurkan lidah dan menarik lidah kembali, dilakukan berulang kali. Normal bila gerakan lidah terkoordinasi dengan baik, parese/miring bila terdapat lesi pada hipoglosus.

KEKUATAN OTOT
Kekuatan diukur dengan skala lima poin:

1.             0/5.
Skor 0/5 berarti otot tidak dapat melakukan kontraksi yang bisa terlihat. Hal ini terjadi ketika otot yang lumpuh, seperti setelah stroke, cedera tulang belakang atau radikulopati serviks atau lumbar. Kadang kadang nyeri dapat menghalangi otot berkontraksi sama sekali.
2.             1/5.
Skor 1/5 artinya terjadi kontraksi otot namun tidak ada gerakan. Otot tidak cukup kuat untuk mengangkat bagian tubuh tertentu .
3.             2/5.
Skor 2/5 artinya otot Anda dapat berkontraksi tetapi tidak bisa menggerakkan bagian tubuh melawan gravitasi, namun ketika gravitasi dihilangkan dengan perubahan posisi tubuh, otot dapat menggerakkan bagian tubuh secara penuh.
4.             3/5.
Skor 3/5 artinya otot dapat berkontraksikan dan menggerakkan bagian tubuh secara penuh melawan gaya gravitasi. Tapi ketika fisioterapis memberikan dorongan melawan gerakan tubuh Anda (memberikan resistensi), otot tidak mampu melawan.
5.             4/5.
Skor 4/5 artinya otot mampu berkontraksi dan menggerakkan tubuh melawan tahanan minimal. Anda mampu melawan dorongan yang diberikan fisioterapis, namun tidak maksimal.
6.             5/5
Skor 5/5 berarti otot berfungsi normal dan mampu melawan tahanan maksimal. Anda mampu mempertahankan kontraksi ketika dorongan. maksimal diterapkan fisioterapis pada tubuh Anda.

REFLEK FISIOLOGI DAN PATOLOGI

A.           Pemeriksaan reflek
Reflek motorik merupakan kontraksi yang tidak disadari dari respon otot atau kelompok otot yang meregang tiba-tiba dekat daerah otot yang di ransang. Tendon terpengaruh langsung dengan palu reflek atau secara tidak langsung melalui benturan pada ibu jari penguji yang ditempatkan rekat pada tendon. Uji reflek ini memungkinkan orang yang menguji dapat mengkaji lengkung reflek yang tidak disadari, yang bergantung pada adanya reseptor bagian aferen, sinap spinal, serabut eferen motorik dan adanya beberapa pengaruh perubahan yang bervariasi pada tingkat yang lebih tinggi. Biasanya reflek yang dapat diuji mencakup reflek bideps, brakhioradialis triseps, patela, dan pergelangan kaki (atau Achiles).

B.            Tehnik reflek
Palu reflek digunakan untuk menimbalkan reflek tendon profunda (RTP). Batang palu dipegang longgar antara ibu jari dan jari telunjuk, yang memberikan getaran. Gerakan pergerakan tangan sama seperti pada saat digunakan selama perkusi. Ekstremitas diposisikan sehingga tendon sedikit meregang. Hal ini membutuhkan pengetahuan tentang lokasi otot, dan tendong yang melengkapinya. Tendon yang bergerak cepat yang berhubungan dengan reflek dibandingkan dengam sisi yang berlawanan.

C.            Derajat reflek
Hilangnya reflek adalah sangat lah berarti, walaupun sentakanpergelangan kaki (reflek Achilles) yang tidak ada, terutama pada lansia. Respon reflek sering dikelaskan antara 0 sampai 4.
4 + - hiperaktif dengan klonus terus-menerus
3 + - hiperaktif
2 + - normal
1 + - hipoaktif
0        + - tidak ada reflek
A.      Jenis-jenis reflek
1.             Reflek biseps
Reflek biseps didapat melalui peregangan tendon biseps pada saat siku pada keadaan fleksi. Orang yang menguji menyokong lengan bawah dengan satu tangan sambil menempatkan jari telunjuk dengan menggunakan palu reflek. Respon normal dalam fleksi pada siku dan kontraksi binseps.
2.             Reflek triseps
Untuk menimbulkan reflek triseps, lengan pasien difleksikan pada siku dan diposisikan  depan dada. Pemeriksaan menyokong lengan pasien dan mengindetifikasi tendon triseps dengan mempalpasi 2,5 sampai 5 cm diatas siku. Pemukulan langsung pada tendon normalnya menyebabkan kontraksi otot triseps dari ekstensi siku.
3.             Reflek brakhioradialis
Pada saat pengkajian reflek brakhioradialis, penguji meletakkan lengan pasien di atas meja laboratorium atau disilangkan di atas perut. Ketukan palu dengan lembut 2,5  sampai 5 cm di atas siku. Pengkajian ini dilakukan dengan lengan dalam keadaan fleksi dan supinasi.    
4.             Reflek patella
Reflek patella ditimbulkan dengan cara mengetok tendon patella tepat di bawah patella. Pasien dalam keadaan duduk atau tidur telentang. Jika pasien telentang, pengkaji menyokong kaki untuk memudahkan refleksasi otot. Kontraksi quadriseps dan ekstensi lutut adalah respon normal. 
5.             Reflek ankle
Buat pergelangan kaki dalam keadaan reflek, kaki dalam keadaan dorsi fleksi pada pergelangan kaki dan palu diketok pada bagian tendon Achilles. Reflek normal yang muncul adalah fleksi pada bagian plantar. Jika penguji tidak dapat menimbulkan reflek pergelangan kaki dan kemungkinan tidak dapat rileks, pasien diinstruksikan untuk berlutut pada sebuah kursi atau tingginya sama dengan penguji. Tempatkan pergelangan kaki dengan posisi dorsi fleksi dan kurangi tegangan otot gastroknemeus. Tendon Achilles digores menurun dan terjadi fleksi plantar.    

6.             Klonus
Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini di sebut klonus. Jika kaki dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba, dapat mengakibatkan dua atau tiga kali “gerakan” sebelum selesai pada posisi istirahat. Kadang-kadang pada penyakit SSP terdapat aktivitas ini dan kaki tidak mampu istirahat di mana tendon menjadi longgar tetapi aktivitas menjadi berulang-ulang. Tidak terus-menerus klonus dihubungkan dengan keadaan normal tetapi reflek hiperaktif tidak dipertimbangkan sebagai keadaan patologis. Klonus yang teru-menerus indikasi adanya penyakit SSP dan membutuhkan evaluasi dokter.
7.             Reflek kontraksi abdominal
Reflek superfisial yang ada ditimbulkan oleh goresan pada kulit dinding abdomen atau pada sisi paha untuk pria. Hasil yang didapat adalah kontraksi yang tidak di sadari oleh otot abdomen dan selanjutnya menyebabkan skrotum tertarik.
8.             Respons babinsky
Reflek yang diketahui jelas, sebagai indikasi adanya penyakit SSP yang mempengaruhi traktus kortikospinal, disebut respon babinski. Bila bagian lateral telapak kaki seseorang dengan SSP utuh digores, maka terjadi kontraksi jari kaki dan menarik bersama-sama. Pada pasien yang mengalami penyakit SSP pada sistem motorik, jari-jari kaki menyebar dan menjauh. Keadaan ini normal pada bayi tetapi bila ada pada orang dewasa keadaan ini abnormal. Beberapa variasi refleks-refleks lain memberi informasi. Dan yang lainnya juga perlu diperhatian tetapi tidak memberi informasi yang teliti.  
           


Tidak ada komentar: