Glasgow Coma
Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk menentukan/menilai tingkat
kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya sampai keadaan koma. Teknik
penilaian dengan ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon yang
ditunjukkan oleh pasien setelah diberi stimulus tertentu, yakni respon buka
mata, respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap penilaian mencakup
poin-poin, di mana total poin tertinggi bernilai 15.
Jenis
Pemeriksaan
|
Nilai
|
Respon
buka mata (Eye Opening, E)
· Respon
spontan (tanpa stimulus/rangsang)
· Respon
terhadap suara (suruh buka mata)
· Respon
terhadap nyeri (dicubit)
· Tida
ada respon (meski dicubit)
|
4
3
2
1
|
Respon
verbal (V)
· Berorientasi
baik
· Berbicara
mengacau (bingung)
· Kata-kata
tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas dan
non-kalimat, misalnya, “aduh… bapak..”)
· Suara
tidak jelas (tanpa arti, mengerang)
· Tidak
ada suara
|
5
4
3
2
1
|
Respon
motorik terbaik (M)
· Ikut
perintah
· Melokalisir
nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
· Fleksi
normal (menarik anggota yang dirangsang)
· Fleksi
abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada
& kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)
· Ekstensi
abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)
· Tidak
ada (flasid)
|
6
5
4
3
2
1
|
Interpretasi
atau hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol
E…V…M…
Selanutnya nilai tiap-tiap pemeriksaan dijumlahkan, nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4 V5 M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1 V1 M1. Biasanya, pasien dengan nilai GCS dibawah 5 ialah pasien emergensi yang sulit dipertahankan keselamatannya.
Selanutnya nilai tiap-tiap pemeriksaan dijumlahkan, nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4 V5 M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1 V1 M1. Biasanya, pasien dengan nilai GCS dibawah 5 ialah pasien emergensi yang sulit dipertahankan keselamatannya.
Berdasarkan buku Advanced Trauma Life Support, GCS berguna untuk menentukan derajat trauma/cedera kepala (trauma capitis).
Derajat
cedera kepala berdasarkan GCS:
GCS : 14-15
= CKR (cedera kepala ringan)
GCS : 9-13
= CKS (cedera kepala sedang)
GCS : 3-8
= CKB (cedera kepala berat)
SISTEM SARAF
PUSAT
Ø
Terdapat 12 pasang syaraf kranial
dimana beberapa diantaranya adalah serabut campuran, yaitu gabungan syaraf
motorik dan sensorik, sementara lainnya adalah hanya syaraf motorik ataupun
hanya syaraf sensorik.
-
Fungsi sel saraf sensorik adalah
menghantar impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, yaitu otak (ensefalon)
dan sumsum belakang (medula spinalis). Ujung akson dari saraf sensori berhubungan
dengan saraf asosiasi (intermediet).
-
Fungsi sel saraf motor adalah
mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang hasilnya
berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan.
-
Sel saraf intermediet disebut juga
sel saraf asosiasi. Sel ini dapat ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan
berfungsi menghubungkan sel saraf motor dengan sel saraf sensori atau
berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel
saraf intermediet menerima impuls dari reseptor sensori atau sel saraf asosiasi
lainnya.
1.
NERVUS I : OLFAKTORIUS
Ø
Tujuannya adalah untuk mendeteksi
adanya gangguan menghidu, selain itu untuk mengetahui apakah gangguan tersebut
disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.
Cara
pemeriksaan
1.
Sebelumnya periksa lubang hidung
apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip.
2.
Salah satu hidung pasien ditutup,
dan pasien diminta untuk mencium bau-bauan tertentu yang tidak merangsang .
3.
Tiap lubang hidung diperiksa satu
persatu dengan jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan.
v
Contoh bahan : teh, kopi,tembakau,sabun, jeruk.
Adapun kelainan yang bisa didapatkan dapat
berupa:
1. Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
2.
Hiposmia adalah bila daya ini
kurang tajam
3.
Hiperosmia adalah daya penghiduan
yang terlalu peka.
4.
Parosmia adalah gangguan
penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai misalnya minyak kayu putih
tercium sebagai bau bawang goreng.
5.
Kakosmia : parosmia memuakkan
6. Halusinasi
olfaktorik : tanpa rangsangan
2.
NERVUS II : OPTIKUS
i.
nerve = Nervus opticus
ii.
optic chiasm = Chiasma opticum
iii.
optic tract = Tractus opticus
iv.
primary visual centre (lateral
geniculate body) = Corpus geniculatum laterale
v.
optic radiation = Radiation optica
vi.
visual cortex = kortikales
Sehzentrum
Ø
Pemeriksaan:
·
membandingkan ketajaman penglihatan
pemeriksa dengan jalan pasien disuruh melihat benda yang letaknya jauh misal
jam didinding, membaca huruf di buku atau koran.
·
melakukan pemeriksaan dengan
menggunakan kartu Snellen. Pasien diminta untuk melihat huruf huruf sehingga
tiap huruf dilihat pada jarak tertentu,
·
bila dengan melihat melalui lubang
kecil (pin hole) huruf bertambah jelas maka faktor yang berperan mungkin
gangguan refraksi.
·
Pemeriksaan pengenalan warna dengan
tes ishihara dan stiling atau dengan potongan benang wol berbagai warna.
·
Pemeriksaan medan(lapangan)
penglihatan
3.
NERVUS OKULOMOTORIUS/N III (MOTORIK)
Ø Merupakan
nervus yang mempersarafi otot-otot bola mata ekstena, levator palpebra dan
konstriktor pupil.
Ø Cara pemeriksaan
:
·
Tes putaran bola mata, menggerkan
konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.
N. III, IV,
VI
4.
NERVUS TROKHLEARIS/N IV (MOTORIK)
Ø Pemeriksaan
pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil.
Ø Yang
diperiksa adalah :
·
ukuran pupil (miosis bila ukuran
pupil < 2 mm, normal dengan ukuran 4-5 mm, pin point pupil bila ukuran pupil
sangat kecil dan midiriasis dengan ukuran >5 mm),
·
bentuk pupil, kesamaan ukuran
antara kedua pupil (isikor / sama, anisokor / tidak sama), dan reaksi pupil
terhadap cahaya (positif bila tampak kontraksi pupil, negative bila tidak ada
kontraksi pupil.
·
Dilihat juga apakah terdapat
perdarahan pupil (diperiksa dengan funduskopi).
5.
NERVUS TRIGEMINUS/N V (MOTORIK DAN
SENSORIK)
Ø Merupakan
syaraf yang mempersarafi sensoris wajah dan otot pengunyah. Alat yang digunakan
: kapas, jarum, botol berisi air panas, kuliper/jangka dan garpu penala.
a.
Sensibilitas wajah :
·
Rasa raba : pemeriksaan dilakukan
dengan kapas yang digulung memanjang, dengan menyentuhkan kapas kewajah pasien
dimulai dari area normal ke area dengan kelainan. Bandingkan rasa raba pasien
antara wajah kiri dan kanan.
·
Rasa nyeri : dengan menggunakan
tusukan jarum tajam dan tumpul. Tanyakan pada klien apakah merasakan rasa tajam
dan tumpul. Dimulai dari area normal ke area dengan kelainan.
·
Rasa suhu : dengan cara yang sama
tapi dengan menggunakan botol berisi air dingin dan air panas, diuji dengan
bergantian (panas-dingin). Pasien disuruh meyebutkan panas atau dingin yang
dirasakan
·
Rasa sikap : dilakukan dengan
menutup kedua mata pasien, pasien diminta menyebutkan area wajah yang disentuh
(atas atau bawah).
·
Rasa getar : pasien disuruh
membedakan ada atau tidak getaran garpu penala yang disentuhkan ke wajah
pasien.
b.
Otot mengunyah
Cara : pasien disuruh mengatup mulut kuat-kuat kemudian dipalpasi kedua
otot pengunyah (muskulus maseter dan temporalis) apakah kontraksinya baik,
kurang atau tidak ada. Kemudian dilihat apakah posisi mulut klien simetris atau
tidak, mulut miring.
6.
Nervus Abdusens/N VI (motorik)
Ø
Fungsi otot bola mata dinilai dengan
keenam arah utama yaitu lateral.
Ø
Cara seperti N. III : Lateral atas,
medial atas, medial bawah, lateral bawah, keatas dan kebawah. Pasien disuruh
mengikuti arah pemeriksaan yang dilakukan pemeriksa sesuai dengan keenam arah
tersebut. Normal bila pasien dapat mengikuti arah dengan baik. Terbatas bila
pasien tidak dapat mengikuti dengan baik karena kelemahan otot mata.
Ø
Nistagmus bila gerakan bola mata
pasien bolak balik involunter.
7.
Nervus Fasialis/N VII (motorik dan
sensorik)
Ø
Cara pemeriksaan : dengan memberikan
sedikit zat makanan di 2/3 lidah bagian depan seperti gula, garam dan kina.
Pasien disuruh menjulurkan lidah pada waktu diuji dan selama menentukan zat-zat
yang dirasakan klien disuruh menyebutkan atau ditulis oleh klien.
8.
Nervus Akustikus/N VIII (sensorik)
a.
Pendengaran : diuji dengan
mendekatkan, arloji ketelinga pasien di ruang yang disunyi. Telinga diuji
bergantian dengan menutup salah telinga yang lain. Normal klien dapat mendengar
detik arloji 1 meter. Bila jaraknya kurang dari satu meter kemungkinan pasien
mengalami penurunan pendengaran.
b.
Keseimbangan : dilakukan dengan
memperhatikan apakah klien kehilangan keseimbangan hingga tubuh
bergoyang-goyang (keseimbangan menurun) dan normal bila pasien dapat
berdiri/berjalan dengan seimbang.
9.
Nervus Glosso-faringeus/N IX
(motorik dan sensorik)
Ø
Cara pemeriksaan dengan menyentuhkan
tongspatel ke posterior faring pasien. Timbulnya reflek muntah adalah normal
(positif), negative bila tidak ada reflek muntah.
Ø
Membedakan manis dan asam di 1/3
anterio lidah.
10.
Nervus Vagus/N X (motorik dan
sensorik)
Ø
Cara pemeriksaan : pasien disuruh
membuka mulut lebar-lebar dan disuruh berkata ‘aaah’ kemudian dilihat apakah
terjadi regurgitasi ke hidung. Dan observasi denyut jantung klien apakah ada
takikardi atau brakardi.
11.
Nervus Aksesorius/N XI (motorik)
Ø
Cara pemeriksaan : dengan menyuruh
pasien menengok kesatu sisi melawan tangan pemeriksa, pemeriksa mempalpasi otot
wajah.
Ø
Test angkat bahu dengan pemeriksa
menekan bahu pasien ke bawah dan pasien berusaha mengangkat bahu ke atas.
Normal bila klien dapat melakukannya dengan baik, bila tidak dapat kemungkinan
klien mengalami parase.
12.
Nervus Hipoglosus (motorik)
Ø
Cara pemeriksaan : pasien disuruh
menjulurkan lidah dan menarik lidah kembali, dilakukan berulang kali. Normal
bila gerakan lidah terkoordinasi dengan baik, parese/miring bila terdapat lesi
pada hipoglosus.
KEKUATAN OTOT
Kekuatan
diukur dengan skala lima poin:
1.
0/5.
Skor
0/5 berarti otot tidak dapat melakukan kontraksi yang bisa terlihat. Hal ini
terjadi ketika otot yang lumpuh, seperti setelah stroke, cedera tulang belakang
atau radikulopati serviks atau lumbar. Kadang kadang nyeri dapat menghalangi
otot berkontraksi sama sekali.
2.
1/5.
Skor
1/5 artinya terjadi kontraksi otot namun tidak ada gerakan. Otot tidak cukup
kuat untuk mengangkat bagian tubuh tertentu .
3.
2/5.
Skor
2/5 artinya otot Anda dapat berkontraksi tetapi tidak bisa menggerakkan bagian
tubuh melawan gravitasi, namun ketika gravitasi dihilangkan dengan perubahan
posisi tubuh, otot dapat menggerakkan bagian tubuh secara penuh.
4.
3/5.
Skor
3/5 artinya otot dapat berkontraksikan dan menggerakkan bagian tubuh secara
penuh melawan gaya gravitasi. Tapi ketika fisioterapis memberikan dorongan
melawan gerakan tubuh Anda (memberikan resistensi), otot tidak mampu melawan.
5.
4/5.
Skor
4/5 artinya otot mampu berkontraksi dan menggerakkan tubuh melawan tahanan
minimal. Anda mampu melawan dorongan yang diberikan fisioterapis, namun tidak
maksimal.
6.
5/5
Skor
5/5 berarti otot berfungsi normal dan mampu melawan tahanan maksimal. Anda
mampu mempertahankan kontraksi ketika dorongan. maksimal diterapkan
fisioterapis pada tubuh Anda.
REFLEK FISIOLOGI DAN PATOLOGI
A.
Pemeriksaan reflek
Reflek motorik merupakan kontraksi yang tidak disadari
dari respon otot atau kelompok otot yang meregang tiba-tiba dekat daerah otot
yang di ransang. Tendon terpengaruh langsung dengan palu reflek atau secara
tidak langsung melalui benturan pada ibu jari penguji yang ditempatkan rekat
pada tendon. Uji reflek ini memungkinkan orang yang menguji dapat mengkaji
lengkung reflek yang tidak disadari, yang bergantung pada adanya reseptor
bagian aferen, sinap spinal, serabut eferen motorik dan adanya beberapa
pengaruh perubahan yang bervariasi pada tingkat yang lebih tinggi. Biasanya
reflek yang dapat diuji mencakup reflek bideps, brakhioradialis triseps,
patela, dan pergelangan kaki (atau Achiles).
B.
Tehnik reflek
Palu reflek digunakan untuk menimbalkan reflek tendon
profunda (RTP). Batang palu dipegang longgar antara ibu jari dan jari telunjuk,
yang memberikan getaran. Gerakan pergerakan tangan sama seperti pada saat
digunakan selama perkusi. Ekstremitas diposisikan sehingga tendon sedikit
meregang. Hal ini membutuhkan pengetahuan tentang lokasi otot, dan tendong yang
melengkapinya. Tendon yang bergerak cepat yang berhubungan dengan reflek
dibandingkan dengam sisi yang berlawanan.
C.
Derajat reflek
Hilangnya reflek adalah sangat lah berarti, walaupun
sentakanpergelangan kaki (reflek Achilles) yang tidak ada, terutama pada
lansia. Respon reflek sering dikelaskan antara 0 sampai 4.
4
+ - hiperaktif dengan klonus terus-menerus
3
+ - hiperaktif
2
+ - normal
1
+ - hipoaktif
0
+
- tidak ada reflek
A. Jenis-jenis
reflek
1.
Reflek biseps
Reflek biseps didapat melalui peregangan tendon biseps pada saat siku pada
keadaan fleksi. Orang yang menguji menyokong lengan bawah dengan satu tangan
sambil menempatkan jari telunjuk dengan menggunakan palu reflek. Respon normal
dalam fleksi pada siku dan kontraksi binseps.
2.
Reflek triseps
Untuk menimbulkan reflek triseps, lengan pasien difleksikan pada siku dan
diposisikan depan dada. Pemeriksaan menyokong lengan pasien dan
mengindetifikasi tendon triseps dengan mempalpasi 2,5 sampai 5 cm diatas siku.
Pemukulan langsung pada tendon normalnya menyebabkan kontraksi otot triseps
dari ekstensi siku.
3.
Reflek brakhioradialis
Pada saat pengkajian reflek brakhioradialis, penguji meletakkan lengan
pasien di atas meja laboratorium atau disilangkan di atas perut. Ketukan palu
dengan lembut 2,5 sampai 5 cm di atas siku. Pengkajian ini dilakukan
dengan lengan dalam keadaan fleksi dan supinasi.
4.
Reflek patella
Reflek patella ditimbulkan dengan cara mengetok tendon patella tepat di
bawah patella. Pasien dalam keadaan duduk atau tidur telentang. Jika pasien
telentang, pengkaji menyokong kaki untuk memudahkan refleksasi otot. Kontraksi
quadriseps dan ekstensi lutut adalah respon normal.
5.
Reflek ankle
Buat pergelangan kaki dalam keadaan reflek, kaki dalam keadaan dorsi fleksi
pada pergelangan kaki dan palu diketok pada bagian tendon Achilles. Reflek
normal yang muncul adalah fleksi pada bagian plantar. Jika penguji tidak dapat
menimbulkan reflek pergelangan kaki dan kemungkinan tidak dapat rileks, pasien
diinstruksikan untuk berlutut pada sebuah kursi atau tingginya sama dengan
penguji. Tempatkan pergelangan kaki dengan posisi dorsi fleksi dan kurangi
tegangan otot gastroknemeus. Tendon Achilles digores menurun dan terjadi fleksi
plantar.
6.
Klonus
Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini di sebut
klonus. Jika kaki dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba, dapat mengakibatkan dua
atau tiga kali “gerakan” sebelum selesai pada posisi istirahat. Kadang-kadang
pada penyakit SSP terdapat aktivitas ini dan kaki tidak mampu istirahat di mana
tendon menjadi longgar tetapi aktivitas menjadi berulang-ulang. Tidak
terus-menerus klonus dihubungkan dengan keadaan normal tetapi reflek hiperaktif
tidak dipertimbangkan sebagai keadaan patologis. Klonus yang teru-menerus
indikasi adanya penyakit SSP dan membutuhkan evaluasi dokter.
7.
Reflek kontraksi abdominal
Reflek superfisial yang ada ditimbulkan oleh goresan pada kulit dinding
abdomen atau pada sisi paha untuk pria. Hasil yang didapat adalah kontraksi
yang tidak di sadari oleh otot abdomen dan selanjutnya menyebabkan skrotum
tertarik.
8.
Respons babinsky
Reflek yang diketahui jelas, sebagai indikasi adanya penyakit SSP yang
mempengaruhi traktus kortikospinal, disebut respon babinski. Bila bagian
lateral telapak kaki seseorang dengan SSP utuh digores, maka terjadi kontraksi
jari kaki dan menarik bersama-sama. Pada pasien yang mengalami penyakit SSP
pada sistem motorik, jari-jari kaki menyebar dan menjauh. Keadaan ini normal
pada bayi tetapi bila ada pada orang dewasa keadaan ini abnormal. Beberapa
variasi refleks-refleks lain memberi informasi. Dan yang lainnya juga perlu
diperhatian tetapi tidak memberi informasi yang teliti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar