A.
DEFINISI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Ø Luka
bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas
pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet
(Brunner & Suddarth, 2002).
Ø Luka
bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak dengan
sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi
(Moenajar, 2002).
Ø Luka
bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau radio aktif
(Wong, 2003).
Ø Luka
bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur
panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar
dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan
kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi
jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama kontak jaringan
dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin
lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi
(Moenadjat, 2003).
B.
KLASIFIKASI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
1.
Berdasarkan penyebab:
a. Luka
bakar karena api
b. Luka
bakar karena air panas
c. Luka
bakar karena bahan kimia
d. Luka
bakar karena listrik
e. Luka
bakar karena radiasi
f.
Luka bakar karena
suhu rendah (frost bite)
2. Berdasarkan
kedalaman luka bakar:
a.
Luka bakar derajat I
Luka
bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses
penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama
tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung
gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung
pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis.
Luka bakar derajat
pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari,
misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa
nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa
bekas.
Gambar 1. Luka bakar derajat I
b. Luka
bakar derajat II
Kerusakan
yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi akut
disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat,
terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujungujung
saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua:
1) Derajat
II dangkal (superficial)
Kerusakan
yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu
10-14 hari.
2) Derajat
II dalam (deep)
Kerusakan hampir
seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama,
tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam
waktu lebih dari satu bulan.
Gambar
2. Luka bakar derajat II
c.
Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi
seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan,
kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah dibandingkan
kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak
timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi
spontan.
Gambar
3. Luka bakar derajat III
3.
Berdasarkan tingkat keseriusan luka
a.
Luka bakar ringan/ minor
1) Luka
bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
2) Luka
bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka
bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki,
dan perineum.
b. Luka
bakar sedang (moderate burn)
1) Luka
bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang
dari 10 %
2) Luka
bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
3) Luka
bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum.
c.
Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat
II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun
2) Derajat
II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
3) Luka
bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya
cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar
5) Luka
bakar listrik tegangan tinggi
6) Disertai
trauma lainnya
7)
Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
C.
ETIOLOGI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan
api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air
panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan
suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan
luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi
menjadi:
1. Paparan api
Flame:
Akibat kontak langsung antara jaringan
dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api
dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami
memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung
meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
Benda
panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar
yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya
antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi
atau peralatan masak.
2. Scalds (air
panas)
Terjadi
akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu
kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja
atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada
kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain
dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya
melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama
ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas
menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta
dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi
menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan
nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera
timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka
bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan
membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau
basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar
matahari, terapi radiasi.
D.
ANATOMI FISIOLOGI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot
dan mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun
masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor yaitu untuk
mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada bagian
stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian
mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan
kelembaban dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas
sebagai hasil metabolisme makanan yang memproduksi energi, panas ini akan
hilang melalui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar ultraviolet dapat
mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D. kulit tersusun
atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan.
1.
Lapisan epidermis, terdiri atas:
a.
Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah
mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk
barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan
mencegah kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
b.
Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan
dan telapak kaki.
c.
Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan,
sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d.
Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling
tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya
poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).
e.
Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di
bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan
merupakan sel-sel induk.
2.
Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:
a.
Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)
Lapisan
ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas yang
menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
b.
Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
Lapisan
ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe,
serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut.
3.
Jaringan subkutan atau hipodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini
terutamanya adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan antara lapisan
kulit dan struktur internal seperti otot dan tu lang. Jaringan subkutan dan
jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.
Kelenjar Pada Kulit
Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian
besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan dan
kaki. Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kelenjar ekrin dan
apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit. Kelenjar apokrin
berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus, skrotum dan labia
mayora.
Gambar 4. Anatomi Kulit
E.
PATOFISIOLOGI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Luka
bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi
protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan
lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat
mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning
agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu
agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama
15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan
cidera full thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang
disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok luka bakar
mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat
penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta
hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah
ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian
terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke
dalam ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum
perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena
berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah
jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon,
system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan
vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh
darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang
tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai
puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler,
syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam
kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah
berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan
saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga
terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun
secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat
mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka
bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan
bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar,
hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia
dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan
cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah
mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas
koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu
protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia.
Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat
sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah
sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah
pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran
darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat
tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah
lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan
immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil,
limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk
mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan
suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah,
tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan
hipermetabolisme.
Pathway
F.
MANIFESTASI KLINIS COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Kedalaman
Dan Penyebab Luka Bakar
|
Bagian
Kulit Yang Terkena
|
Gejala
|
Penampilan
Luka
|
Perjalanan
Kesembuhan
|
Derajat
Satu (Superfisial): tersengat matahari, terkena api dengan intensitas rendah
|
Epidermis
|
Kesemutan, hiperestesia
(supersensivitas), rasa nyeri mereda jika didinginkan
|
Memerah, menjadi putih ketika
ditekan minimal atau tanpa edema
|
Kesembuhan lengkap dalam waktu
satu minggu, terjadi pengelupasan kulit
|
Derajat Dua
(Partial-Thickness): tersiram air mendidih, terbakar oleh nyala api
|
Epidermis dan bagian dermis
|
Nyeri, hiperestesia, sensitif
terhadap udara yang dingin
|
Melepuh, dasar luka
berbintik-bintik merah, epidermis retak, permukaan luka basah, terdapat edema
|
Kesembuhan dalam waktu 2-3
minggu, pembentukan parut dan depigmentasi, infeksi dapat mengubahnya menjadi
derajat-tiga
|
Derajat
Tiga (Full-Thickness): terbakar nyala api, terkena cairan mendidih dalam waktu yang lama,
tersengat arus listrik
|
Epidermis, keseluruhan dermis
dan kadang-kadang jaringan subkutan
|
Tidak terasa nyeri, syok,
hematuria (adanya darah dalam urin) dan kemungkinan pula hemolisis (destruksi
sel darah merah), kemungkinan terdapat luka masuk dan keluar (pada luka bakar
listrik)
|
Kering, luka bakar berwarna
putih seperti bahan kulit atau gosong, kulit retak dengan bagian lemak yang
tampak, terdapat edema
|
Pembentukan eskar, diperlukan
pencangkokan, pembentukan parut dan hilangnya kontur serta fungsi kulit,
hilangnya jari tangan atau ekstrenitas dapat terjadi
|
.
G.
PENYEMBUHAN LUKA COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Proses
yang kemudian pada jaringan rusak ini adalah penyembuhan luka yang dapat dibagi
dalam 3 fase:
1. Fase
inflamasi
Fase
yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakar.
Dalam fase ini terjadi perubahan vaskuler dan proliferasi seluler. Daerah luka
mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotonin, mulai timbul
epitelisasi.
2. Fase
proliferasi
Fase
proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses proliferasi
fibroblast. Fase ini berlangsung sampai minggu ketiga. Pada fase proliferasi
luka dipenuhi sel radang, fibroplasia dan kolagen, membentuk jaringan berwarna
kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut granulasi. Epitel tepi
luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasar dan mengisi permukaan
luka, tempatnya diisi sel baru dari proses mitosis, proses migrasi terjadi ke
arah yang lebih rendah atau datar. Proses fibroplasia akan berhenti dan
mulailah proses pematangan.
3. Fase
maturasi
Terjadi
proses pematangan kolagen. Pada fase ini terjadi pula penurunan aktivitas
seluler dan vaskuler, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari 1 tahun dan
berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari fase ini
berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau
gatal.
H.
LUAS LUKA BAKAR
Berat luka bakar (Combustio) bergantung
pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan pasien sebelumnya akan
sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga akan mempengaruhi
berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan
terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC. Luasnya kerusakan
akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar menyebabkan
koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak,
permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas
plasma meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan
dapat menyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang
dan respon terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju
metabolik dan energi metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang
terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat, dan penanganannya juga akan
semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas
seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar,
yaitu:
1.
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak
tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung
pada pasien dengan derajat luka II atau III.
2.
Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan
leher, dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas
atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan
kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini
membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.
Wallace
membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of
nine atua rule of wallace yaitu:
a.
Kepala dan leher
: 9%
b. Lengan
masing-masing
9%
: 18%
c.
Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d. Tungkai
maisng-masing
18%
: 36%
e.
Genetalia/perineum
: 1%
Total
: 100%
Pada anak dan bayi
digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar
dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan
bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus
10-15-20 untuk anak.
Gambar
5. Luas luka bakar
3.
Metode Lund dan Browder
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi
massa tubuh di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya
luas permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas
permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan disesuaikan dengan
usia:
o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap
tungkai 14%. Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk
tiap tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai
dewasa.
Luas luka bakar
I.
KOMPLIKASI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
1. Gagal
jantung kongestif dan edema pulmonal
2. Sindrom
kompartemen
Sindrom
kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka
bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen
vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada
luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
3. Adult
Respiratory Distress Syndrome
Akibat
kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas
sudah mengancam jiwa pasien.
4. Ileus
Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya
peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat
luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung
yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam
lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan
atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
5. Syok
sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang
terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya
pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan
haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena
sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
6. Gagal
ginjal akut
Haluran
urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak
adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.
J.
PEMERIKSAAN PENUNJANG COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
1. Hitung
darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang
banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada
Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan
Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas
terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit
: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
3. GDA (Gas
Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan
tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin
terlihat pada retensi karbon monoksida.
4.
Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan
hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium
Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang dari
10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali
Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa
Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin
Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9. BUN atau
Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi
kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan
pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya
tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar :
Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
K.
PENATALAKSANAAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Pasien luka bakar (Combustio) harus
dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah mempertahankan jalan nafas
tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi
endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau
kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi
dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan
resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea
dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi.
Adanya hipotensi awal yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda
hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas
„tersembunyi‟.
Oleh karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah
mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang
mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma
terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit
dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh
dinilai. Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan
torak dapat membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka
bakar dievaluasi. Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan
sebelum dilakukan transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan
jika diindikasikan, melepas dari eskar yang mengkonstriksi.
Tatalaksana resusitasi luka bakar
1. Tatalaksana
resusitasi jalan nafas:
a. Intubasi
Tindakan
intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi.
Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan
jalan nafas.
b. Krikotiroidotomi
Bertujuan
sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan menimbulkan
morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead
space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar
dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
c. Pemberian oksigen
100%
Bertujuan
untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas yang
menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar
karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal
bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
d. Perawatan jalan nafas
e. Penghisapan
sekret (secara berkala)
f. Pemberian
terapi inhalasi
Bertujuan
mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas dan
mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya
menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator
bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti
atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi
asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)
g. Bilasan
bronkoalveolar
h. Perawatan
rehabilitatif untuk respirasi
i.
Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru
2. Tatalaksana
resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi
perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional,
sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu
cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang
tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk
menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons
inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari
berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya
pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat
mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik
dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan
pengganti. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
a. Cara Evans
1) Luas
luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2) Luas
luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3)
2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam
pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
b. Cara Baxter
Luas
luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh
dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16
jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama.
Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara
enteral sebaiknya dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila
pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT).
Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat
dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus.
Perawatan luka bakar
Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka
bakar (Combustio) digunakan morfin dalam dosis kecil secara intravena
(dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan „maintenance‟ 5-20 mg/70 kg
setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi
ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8
jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka
bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin
atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.
Terapi
pembedahan pada luka bakar
1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan
nekrosis dan debris (debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari
7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini
adalah:
a. Mengupayakan
proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya jaringan
nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama
dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar
umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang
dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat
proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya
eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.
b. Memutus rantai proses
inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi – komplikasi luka bakar
(seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan “burn
toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya
mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama
penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis yang terjadi
dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar
saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan
resiko kolonisasi mikro – organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft
dan juga eskar yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun
general dan pemberian cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk
mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini
diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split
thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi
mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi
dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami
penyembuhan lebih dari 3 minggu.
Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani
operasi besar.
Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan
terbuka yang timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka
sekitar batang tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan
eksisi fasial.
Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi
jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang
mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat
bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar
dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang
dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar
yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25%
dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan
hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau
pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah
dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”. Keuntungan dari
teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi
kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint
bedah yang sulit ditentukan.
Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan
yang terluka sampai lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar
dengan ketebalan penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar
yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel,
mesin pemotong “electrocautery”. Adapun keuntungan dan kerugian dari
teknik ini adalah:
Keuntungan
: lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint yang
lebih mudah ditentukan
Kerugian
: kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-saraf
superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi
2. Skin grafting
Skin grafting adalah
metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini adalah:
a. Menghentikan evaporate
heat loss
b. Mengupayakan agar
proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi
jaringan yang terbuka
Skin grafting harus
dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar pasien. Kulit
yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal
dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh
lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah
donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien
secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full
thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah lapisan-lapisan
kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor
tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang
pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1
: 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting.
Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting,
usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor
sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin „dermatome‟ ataupun dengan
manual dengan pisau Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor
diberikan juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai
masalah yang dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat
perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor
juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor
dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:
Kulit
donor setipis mungkin
Pastikan
kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan grafting), hal
ini dapat dilakukan dengan cara :
o
Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik
(balut tekan)
o
Drainase yang baik
o
Gunakan kasa adsorben
L.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
- Biodata
Terdiri
atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal MRS, dan informan
apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi selain dari klien.
Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi
anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi
terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). data pekerjaan perlu
karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama dan
pendidikan menentukan intervensi ynag tepat dalam pendekatan
- Keluhan utama
Keluhan
utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri,
sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam
melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality
(p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami
luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul
penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada
penurunan ekspansi paru.
- Riwayat penyakit
sekarang
Gambaran
keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya kontak, pertolongan
pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan perawatanketika
dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase : fase
emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam
pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang
klien pulang)
- Riwayat penyakit
masa lalu
Merupakan
riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum mengalami luka
bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwaya penyakit
kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat dan alkohol
- Riwayat penyakit
keluarga
Merupakan
gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan dengan
kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari
pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan
penyakit turunan
- Pola ADL
Meliputi
kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi perubahan
pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan kebutuhan nutrisi
kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah. Pada pemeliharaan
kebersihan badan mengalami penurunan karena klien tidak dapat melakukan
sendiri. Pola pemenuhan istirahat tidur juga mengalami gangguan. Hal ini
disebabkan karena adanya rasa nyeri .
- Riwayat psiko sosial
Pada
klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang
disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan.
Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam sehingga
mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa
cemas, dan takut.
8. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang
gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
9. Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT):
hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok
listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik);
pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
- Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan,
kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri, marah.
- Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase
darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan
ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik
gastrik.
- Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
- Neurosensori:
Gejala:
area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan
refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok
listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan
(syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
- Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama
secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan
suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon
pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf;
luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
- Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka
bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan
dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru);
stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
- Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak
terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada
beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan
pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn
dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti
kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera
secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan
dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih
sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka
aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya
fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik
sehubungan dengan syok listrik).
- Pemeriksaan fisik
a. keadaan umum
Umumnya
penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan gelisah
sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat
cukup berat
b. TTV
Tekanan
darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda tidak
adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
c. Pemeriksaan
kepala dan leher
Kepala
dan rambut
Catat
bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah terkena luka
bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar
Mata
Catat
kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda asing yang
menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena air panas,
bahan kimia akibat luka bakar
Hidung
Catat
adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung yang rontok.
Mulut
Sianosis
karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake cairan
kurang
Telinga
Catat
bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen
Leher
Catat
posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai kompensasi
untuk mengataasi kekurangan cairan
d. Pemeriksaan thorak /
dada
Inspeksi
bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak maksimal, vokal
fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara
ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
e.
Abdomen
Inspeksi
bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada area
epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f.
Urogenital
Kaji
kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat
pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi
dan indikasi untuk pemasangan kateter.
g.
Muskuloskletal
Catat
adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
h.
Pemeriksaan neurologi
Tingkat
kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun bila
supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok
neurogenik)
i.
Pemeriksaan kulit
Merupakan
pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan kedalaman luka).
Prinsip pengukuran prosentase luas uka bakar menurut kaidah 9 (rule of nine
lund and Browder) sebagai berikut :
BAG TUBUH
|
1 TH
|
2 TH
|
DEWASA
|
Kepala
leher
|
18%
|
14%
|
9%
|
Ekstrimitas
atas (kanan dan kiri)
|
18%
|
18%
|
18
%
|
Badan
depan
|
18%
|
18%
|
18%
|
Badan
belakang
|
18%
|
18%
|
18%
|
Ektrimitas
bawah (kanan dan kiri)
|
27%
|
31%
|
30%
|
Genetalia
|
1%
|
1%
|
1%
|
Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi menjadi 3
derajat (grade). Grade tersebut ditentukan berdasarkan pada keadaan luka, rasa
nyeri yang dirasanya dan lamanya kesembuhan luka.
M.
DIAGNOSA KEPERAWATAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
1.
Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan .
Kriteria
hasil :
1)
Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
2)
Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
3)
Berpartisipasi dalam aktivitas dari tidur atau istirahat dengan tepat
Intervensi
:
1)
Tutup luka sesegera mungkin, kecuali perawatan luka bakar metode pemejanan pada
udara terbuka
Rasional
:
Suhu
berubah dan tekanan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung
saraf.
2)
Ubah pasien yang sering dan rentang gerak aktif dan pasif sesuai indikasi
Rasional
:
Gerakan
dan latihan menurunkan kekuatan sendi dan kekuatan otot tetapi tipe latihan
tergantung indikasi dan luas cedera.
3)
Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat dan penutup tubuh
Rasional
:
Pengaturan
suhu dapat hilang karena luka bakar mayor, sumber panas eksternal perlu untuk
mencegah menggigil.
4)
Kaji keluhan nyeri pertahankan lokasi, karakteristik dan intensitas (skala
0-10)
Rasional
:
Nyeri
hampir selalu ada pada derajat beratnya, keterlibatan jaringan atau kerusakan
tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan dan debridement.
5)
Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri
Rasional
:
Pernyataan
memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
6)
Dorong penggunaan tehnik manajemen stress, contoh relaksasi, nafas dalam,
bimbingan imajinatif dan visualisasi.
Rasional
:
Memfokuskan
kembali perhatian, memperhatikan relaksasi dan meningkatkan rasa control yang
dapat menurunkan ketergantungan farmakologi.
7)
Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional
:
Dapat
menghilangkan nyeri
2.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
Kerusakan
permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit
Kriteria
Hasil :
1)
Menunjukkan regenerasi jaringan
2)
Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar
Intervensi
:
1)
Kaji atau catat ukuran warna kedalaman luka, perhatikan jaringan metabolik dan
kondisi sekitar luka
Rasional
:
Memberikan
informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk
tentang sirkulasi pada area grafik.
2)
Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan control infeksi
Rasional
:
Menyiapkan
jaringan tubuh untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi.
3.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
melalui rute abnormal luka.
Kriteria
Hasil :
Menunjukkan
perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan oleh haluaran urine individu,
tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab.
Intervensi
:
1)
Awasi tanda-tanda vital, perhatikan pengisian kapiler dan kekuatan nadi
perifer.
Rasional
:
Memberikan
pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler .
1)
Awasi haluaran urine dan berat jenis, observasi warna dan hemates sesuai
indikasi
Rasional
:
Secara
umum penggantian cairan harus difiltrasi untuk meyakinkan rata-rata haluaran
urine 30-50 ml / jam (pada orang dewasa). Urine bisa tampak merah sampai hitam
pada kerusakan otot massif sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya
mioglobin.
2)
Perkirakan deranase luka dan kehilangan yang tak tampak
Rasional
:
Peningkatan
permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan
kehilangan melalui evaporasi besar mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran
urine, khususnya selama 24-72 jam pertama setelah terbakar.
3)
Timbang berat badan tiap hari
Rasional
:
Pergantian
cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya.
Peningkatan berat badan 15-20% pada 72 jam pertama selama pergantian cairan
dapat diantisipasi untuk mengembalikan keberat sebelum terbakar kira-kira 10
hari setelah terbakar.
4)
Selidiki perubahan mental
Rasional
:
Penyimpangan
pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidakadekuatan volume sirkulasi
atau penurunan perfusi serebral.
5)
Observasi distensi abdomen, hematemesess, feses hitam, hemates drainase NG dan
feses secara periodik.
Rasional
:
Stress
(curling) ulkus terjadi pada setengah dan semua pasien pada luka bakar berat
(dapat terjadi pada awal minggu pertama).
6)
Kolaborasi kateter urine
Rasional
:
Memungkinkan
observasi ketat fungsi ginjal dan menengah stasis atau reflek urine, potensi
urine dengan produk sel jaringan yang rusak dapat menimbulkan disfungsi dan
infeksi ginjal.
4.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat ; kerusakan perlindungan kulit
Kriteria
Hasil :
Tidak
ada tanda-tanda infeksi :
Intervensi
:
1)
Implementasikan tehnik isolasi yang tepat sesuai indikasi
Rasional
:
Tergantung
tipe atau luasnya luka untuk menurunkan resiko kontaminasi silang atau terpajan
pada flora bakteri multiple.
2)
Tekankan pentingnya tehnik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang
datang kontak ke pasien
Rasional
: Mencegah kontaminasi silang
3)
Cukur rambut disekitar area yang terbakar meliputi 1 inci dari batas yang
terbakar
Rasional
: Rambut media baik untuk pertumbuhan bakteri
4)
Periksa area yang tidak terbakar (lipatan paha, lipatan leher, membran mukosa
)
Rasional
:
Infeksi
oportunistik (misal : Jamur) seringkali terjadi sehubungan dengan depresi
sistem imun atau proliferasi flora normal tubuh selama terapi antibiotik
sistematik.
5)
Bersihkan jaringan nekrotik yang lepas (termasuk pecahnya lepuh) dengan gunting
dan forcep.
Rasional
: Meningkatkan penyembuhan
6)
Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional
: Mencegah terjadinya infeksi
5.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan
Kriteria
Hasil :
Menyatakan
dan menunjukkan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas, mempertahankan
posisi, fungsi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktor, mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit dan atau menunjukkan tehnik atau
perilaku yang memampukan aktivitas.
Intervensi
:
1)
Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan atau khususnya untuk luka bakar
diatas sendi.
Rasional
:
Meningkatkan
posisi fungsional pada ekstermitas dan mencegah kontraktor yang lebih mungkin
diatas sendi.
2)
Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali pasif kemudian aktif
Rasional
:
Mencegah
secara progresif, mengencangkan jaringan parut dan kontraktor, meningkatkan
pemeliharaan fungsi otot atau sendi dan menurunkan kehilangan kalsium dan
tulang.
3)
Instruksikan dan Bantu dalam mobilitas, contoh tingkat walker secara tepat.
Rasional
: Meningkatkan keamanan ambulasi
6.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik
Kriteria
Hasil :
Menunjukkan
pemasukan nutrisi adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik dibuktikan oleh
berat badan stabil atau massa otot terukur, keseimbangan nitrogen positif dan
regenerasi jaringan.
Intervensi
:
1)
Auskultasi bising usus, perhatikan hipoaktif atau tidak ada bunyi
Rasional
:
Ileus
sering berhubungan dengan periode pasca luka bakar tetapi biasanya dalam 36-48
jam dimana makanan oral dapat dimulai.
2)
Pertahankan jumlah kalori berat, timbang BB / hari, kaji ulang persen area
permukaan tubuh terbuka atau luka tiap minggu.
Rasional
:
Pedoman
tepat untuk pemasukan kalori tepat, sesuai penyembuhan luka, persentase area
luka bakar dievaluasi untuk menghitung bentuk diet yang diberikan dan penilaian
yang tepat dibuat.
3)
Awasi massa otot atau lemak subkutan sesuai indikasi
Rasional
:
Mungkin
berguna dalam memperkirakan perbaikan tubuh atau kehilangan dan keefektifan
terapi.
4)
Berikan makan dan makanan sedikit dan sering
Rasional
:
Membantu
mencegah distensi gaster atau ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.
7.
Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan interupsi aliran
darah.
Intervensi
:
1)
Tinggikan ekstermitas yang sakit dengan tepat
Rasional
:
Meningkatkan
sirkulasi sistematik atau aliran baik vena dan dapat menurunkan odema atau
pengaruh gangguan lain yang mempengaruhi konstriksi jaringan oedema.
2) Pertahankan
penggantian cairan
Rasional
: Memaksimalkan volume sirkulasi dan perfusi jaringan
8.
Ansietas berhubungan dengan krisis situasi : kecacatan .
Kriteria
Hasil :
1)
Menyatakan kesadaran, perasaan dan menerimanya dengan cara sehat
2) Mengatakan
ansietas atau ketakutan menurun sampai tingkat yang dapat ditangani.
3)
Menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah, penggunaan sumber yang efektif.
Intervensi
:
1)
Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan
Rasional
:
Pengetahuan
apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas, memperjelas kesahalan
konsep dan meningkatkan kerjasama.
2)
Libatkan pasien atau orang terdekat dalam proses pengambilan keputusan kapanpun
mungkin
Rasional
:
Meningkatkan
rasa kontrol dan kerjasama menurunkan perasaan tak berdaya atau putus asa
3)
Dorong pasien untuk bicara tentang luka bakar bila siap
Rasional
:
Pasien
perlu membicarakan apa yang terjadi terus-menerus untuk membuat beberapa rasa
terhadap situasi apa yang menakutkan.
4)
Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan
berikan jawaban terbuka atau jujur.
Rasional
:
Pertanyaan
kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu pasien atau orang
terdekat menerima realita dan mulai menerima apa yang terjadi.
9.
Gangguan citra tubuh berhubungan krisis situasi kecacatan.
Kriteria
Hasil :
1)
Menyatakan penerimaan situasi diri
2) Bicara
dengan keluarga atau orang terdekat tentang situasi perubahan yang terjadi.
3)
Membuat tujuan realitas atau rencana untuk masa depan
4)
Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif
Intervensi
:
1)
Kaji makna kehilangan atau perubahan pada pasien atau orang terdekat
Rasional
:
Episode
traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba, tak diantisipasi membuat perasaan
kehilangan aktual yang dirasakan.
2)
Bersikap realistik dan positif selama pengobatan pada penyuluhan kesehatan dan
menyusun tujuan dalam keterbatasan.
Rasional
:
Meningkatkan
kepercayaan dan mengadakan hubungan baik antara pasien dan perawat.
3)
Berikan harapan dalam parameter situasi individu, jangan memberikan keyakinan
yang salah.
Rasional
:
Meningkatkan
pandangan positif dan memberikan kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana
untuk masa depan berdasarkan realitas.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,
EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification
(NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing
Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle
River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan
NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta: EGC
Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam:
Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Crowin,E.J.2003.
Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC
Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC,
Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. 2007. Schwartz‟s
principal surgery. 8th ed. USA: The
McGraw-Hill Companies
Masoenjer,dkk. 2002.
Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media Aeuscullapius
Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan
Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar