·
Stroke merupakan penyakit neurologis
yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke
merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena
terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan
kapan saja (Muttaqin, 2008).
·
Menurut WHO stroke adalah adanya
tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal
(atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
·
Stroke adalah cedera otak yang
berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera
cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).
B. KLASIFIKASI
1.
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
(Muttaqin,
2008)
a. Stroke Hemoragi, Merupakan perdarahan
serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah
(mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena
hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2. Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya
aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah
sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim
otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh
darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa
iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
2.
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan
neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam
saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi
masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan
bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit:
dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen . Sesuai
dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
C.
ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif
Muttaqin (2008):
1.
Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh
darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang
dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat
terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48
jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak:
a.
Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu
proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah
seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan
atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis
bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
Ø Lumen arteri menyempit dan
mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
Ø Oklusi mendadak pembuluh darah
karena terjadi trombosis.
Ø Merupakan tempat terbentuknya
thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus).
Ø Dinding arteri menjadi lemah dan
terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b.
Hyperkoagulasi pada
polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan
viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c.
Arteritis( radang pada arteri )
d.
Emboli
Emboli serebral merupakan
penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada
umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
·
Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease (RHD).
·
Myokard infark
·
Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
·
Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2.
Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau
intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam
jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah
kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak,
jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak.
3.
Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan
dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4.
Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan
dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang
disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai
sakit kepala migrain.
D.
PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya
suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada
faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada
gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak,
thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada
area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding
pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus
mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari.
Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis
diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa
infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi
aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan
pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang
luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang
lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh
kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau
ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi
pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika
sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak,
akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian
tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta
terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta
kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di
daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan
prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar
93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila
terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons
sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin
2008)
Pathway
E.
MANIFESTASI KLINIS
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan
meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan
pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada
salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
3. Tonus otot
lemah atau kaku
4. Menurun atau
hilangnya rasa
5. Gangguan
lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara
tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria
(bicara pelo atau cadel)
8. Gangguan
persepsi
9. Gangguan
status mental
10. Vertigo, mual,
muntah, atau nyeri kepala.
F.
KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin
akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan
dengan immobilisasi è infeksi
pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan
dengan paralisis è nyeri pada
daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan
dengan kerusakan otak è epilepsi dan
sakit kepala.
4. Hidrocephalus
Individu yang
menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon pernapasan atau
kardiovaskuler dapat meninggal.
G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A.
Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri.
B. Single Photon
Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah
abnormal dari otak, yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke
(sebelum nampak oleh pemindaian CT).
C. CT scan
Penindaian ini
memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
D. MRI
(Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan
gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan otak.
Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.
E. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk
melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
F. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang
kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari
pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa,
elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok
akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di
dalam serum dan kemudian berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk
mencari kelainan pada darah itu sendiri.
H.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan intervensi adalah berusaha
menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
Ø Mempertahankan
saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering,
oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
Ø Mengendalikan
tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha memperbaiki
hipotensi dan hipertensi.
Ø Berusaha menentukan
dan memperbaiki aritmia jantung.
Ø Menempatkan
pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus
dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Ø Mengendalikan
hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan
rotasi kepala yang berlebihan, Pengobatan Konservatif
a.
Vasodilator meningkatkan aliran
darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia
belum dapat dibuktikan.
b.
Dapat diberikan histamin, aminophilin,
asetazolamid, papaverin intra arterial.
c.
Anti agregasi thrombosis seperti
aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang
terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d.
Anti koagulan dapat diresepkan untuk
mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral
:
a. Endosterektomi
karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis
di leher.
b. Revaskularisasi
terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh
pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan
darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri
karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
I.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.
Identitas klien
Meliputi
nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
2. Keluhan
utama
Biasanya
didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi.
3. Riwayat
penyakit sekarang
Serangan
stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
4. Riwayat
penyakit dahulu
Adanya
riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat
penyakit keluarga
Biasanya ada
riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
Pengumpulan data
A. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan
aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah,
dan susah tidur.
B. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung,
katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia. Dan hipertensi arterial.
C. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat,
mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
D. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak.
Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi
abdomen, suara usus menghilang.
E. Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori
hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
F. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala,
perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial. Kelemahan dengan berbagai
tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya
daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang
pada sisi yang sama di muka.
G. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku
kelemahan, tegang pada otak/muka
H. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk,
melindungi jalan nafas. Suara nafas, whezing, ronchi.
I.
Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang
mudah terjadi injury. Perubahan persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan
sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil
keputusan.
J. Interaksi social
Gangguan dalam bicara,
Ketidakmampuan berkomunikasi.
J.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan perfusi jaringan otak
yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral.
b. Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.
c. Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak.
d. Gangguan eliminasi alvi(konstipasi)
berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat.
e. Resiko gangguan nutrisi
berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.
f. Resiko gangguan integritas
kulit yang berhubungan tirah baring lama.
g. Resiko ketidakefektifan bersihan
jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.
h. Gangguan eliminasi uri
(inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi
kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
K. RENCANA KEPERAWATAN
Rencana
keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
A.
Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra
cerebral
1)
Tujuan :
Perfusi
jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2)
Kriteria hasil :
·
Klien tidak gelisah
·
Tidak ada keluhan nyeri kepala
·
GCS 456
·
Tanda-tanda vital normal (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 kali permenit)
3)
Rencana tindakan
a)
Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi
jaringan otak dan akibatnya
b)
Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c)
Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap
dua jam
d)
Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri
bantal tipis)
e)
Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f)
Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g)
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
4)
Rasional
a)
Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b)
Untuk mencegah perdarahan ulang
c)
Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk
penetapan tindakan yang tepat
d)
Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki
sirkulasi serebral
e)
Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial
terjadi perdarahan ulang
f)
Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat
total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan
dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g)
Memperbaiki sel yang masih viable
B.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
1.
Tujuan :
Klien
mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
2.
Kriteria hasil
-
Tidak terjadi kontraktur sendi
-
Bertambahnya kekuatan otot
-
Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
3.
Rencana tindakan
a)
Ubah posisi klien tiap 2 jam
b)
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak
sakit
c)
Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d)
Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e)
Tinggikan kepala dan tangan
f)
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
4.
Rasional
a)
Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang
jelek pada daerah yang tertekan
b)
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernapasan
c)
Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan.
C.
Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah
otak
1)
Tujuan
Proses
komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
2)
Kriteria hasil
-
Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
-
Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat
3)
Rencana tindakan
a)
Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat
b)
Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
c)
Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya”
atau “tidak”
d)
Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
e)
Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
f)
Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
4)
Rasional
a)
Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
b)
Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
c)
Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
d)
Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
e)
Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
f)
Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar
D.
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan
1)
Tujuan
K. Tidak
terjadi gangguan nutrisi
2)
Kriteria hasil
-
Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
-
Hb dan albumin dalam batas normal
3)
Rencana tindakan
a.
Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b.
Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
c.
Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan
ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
d.
Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e.
Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f.
Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien
dapat menelan air
g.
Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h.
Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i.
Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan
melalui selang
4)
Rasional
a.
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b.
Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c.
Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d.
Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan meningkatkan masukan
e.
Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan
dari luar
f.
Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi
g.
Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya
tersedak
h.
Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
i.
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika
klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
E.
Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake
cairan yang tidak adekuat
1)
Tujuan
Klien
tidak mengalami konstipasi
2)
Kriteria hasil
-
Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
-
Konsistensi feses lunak
-
Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
-
Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )
3)
Rencana tindakan
a.
Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
b.
Auskultasi bising usus
c.
Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat
d.
Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi
e.
Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
f.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, enema)
4)
Rasional
a.
Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
b.
Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik
c.
Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi
reguler
d.
Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai
pada usus dan membantu eliminasi reguler
e.
Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen
dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
f.
Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa
feses dan membantu eliminasi.
F.
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
1)
Tujuan
Klien
mampu mempertahankan keutuhan kulit
2)
Kriteria hasil
-
Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
-
Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
-
Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
3)
Rencana tindakan
a.
Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika
mungkin
b.
Rubah posisi tiap 2 jam
c.
Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang
menonjol
d.
Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
e.
Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f.
Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap
kulit
4)
Rasional
a.
Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b.
Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c.
Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d.
Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e.
Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f.
Mempertahankan keutuhan kulit.
G.
Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi
1)
Tujuan :
Jalan
nafas tetap efektif.
2)
Kriteria hasil :
-
Klien tidak sesak nafas
-
Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
-
Tidak retraksi otot bantu pernafasan
-
Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
3)
Rencana tindakan :
a.
Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas
b.
Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c.
Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d.
Observasi pola dan frekuensi nafas
e.
Auskultasi suara nafas
f.
Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
4)
Rasional :
a.
Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya
ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b.
Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan
c.
Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
d.
Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
e.
Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
f.
Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru.
H.
Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan
sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
1)
Tujuan :
Klien
mampu mengontrol eliminasi urinya
2)
Kriteria hasil :
-
Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
-
Tidak ada distensi bladder
3)
Rencana tindakan :
a.
Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
b.
Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
c.
Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan
penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
d.
Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal
yang telah direncanakan
e.
Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per
hari bila tidak ada kontraindikasi)
4)
Rasional :
a.
Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang
berlebih
b.
Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis
c.
Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
d.
Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine
sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih
e.
Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu
ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J.
2003. Rencana
Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi.
Jakarta: EGC
Johnson,
M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification
(NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle
River
Mansjoer, A
dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey,
C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification
(NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle
River
Muttaqin, Arif.
2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta:
Salemba Medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA
2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.
Tim SAK Ruang
Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan Keperawatan Penyakit Saraf.
Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar