A. DEFINISI
Thalasemia adalah kelainan kongenital,
anomali pada eritropoeisis yang diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit
sangat berkuarang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang relatif
mempunyai fungsi yangsedikit berkurang (Supardiman, 2002).
Thalasemia merupakan kelompok kelainan
genetik heterogen yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha
atau beta (Hoffbrand, 2005).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah
yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih
pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan
mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas,
sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi
akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk
memproduksi hemoglobin sebagaimanamestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya
zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting
untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang
membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak
ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak
dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi
menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalasemia adalah sekelompok penyakit
keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu
dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (Ganie, 2004).
§ Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua
kata Yunani yaitu thalassa yang berarti lautan dan anaemia (“weak blood”).
Perkataan Thalassa digunakan karena gangguan darah ini pertama kali ditemui
pada pasien yang berasal dari negara-negara sekitar Mediterranean (TIF, 2010).
Istilah Thalassemia sekarang digunakan pada kelompok hemoglobinopati yang
diklasifikasi berdasarkan rantai globin spesifik di mana sintesisnya terganggu
(Chen, 2006). Nama Mediterranean anemia yang diperkenalkan oleh Whipple
sebenarnya tidak tepat karena kondisi ini bisa ditemuikan di mana saja dan
sesetengah tipe thalasemia biasanya endemik pada daerah geografi tertentu
(Paediatric Thalassemia, Medscape).
§ Menurut Setianingsih (2008), Talasemia
merupakan penyakit genetik yang menyebabkan gangguan sintesis rantai globin,
komponen utama molekul hemoglobin (Hb).
§ Talasemia adalah gangguan pembuatan
hemoglobin yang diturunkan. Pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika
Serikat dan Itali antara 1925-1927. Kata Talasemia dimaksudkan untuk mengaitkan
penyakit tersebut dengan penduduk Mediterania, dalam bahasa Yunani Thalasa
berarti laut. (Permono, & Ugrasena, 2006)
§
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi
sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia
diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan
hilang, dan infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE, 2010)
§ Thalasemia adalah kelainan herediter berupa
defisiensi salah satu rantai globin pada hemoglobin sehingga dapat menyebabkan
eristrosit imatur (cepat lisis) dan menimbulkan anemia (Fatimah, 2009)
§ Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu
talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut
Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut
Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit
USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak
yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun.
Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau
anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.
(Weatherall, 1965 cit Ganie 2005).
§ Thalasemia adalah kelompok dari anemia
herediter yang diakibatkan oleh berkurang nya sintesis salah satu rantai globin
yang mengkombinasikan hemoglobin (HbA, α 2 β 2). Disebut hemoglobinopathies,
tidak terdapat perbedaan kimia dalam hemoglobin. Nolmalnya HbA memiliki rantai
polipeptida α dan β, dan yang paling penting thalasemia dapat ditetapkan
sebagai α - atau β –thalassemia (Rudolph
et al, 2002)
§ Thalassemia merupakan golongan penyakit
anemia hemolitik yang diturunkan secara autosom resesif, disebabkan mutasi gen
tunggal, akibat adanya gangguan pembentukan rantai globin alfa atau beta.
Individu homozigot atau compound heterozygous, double heterozygous
bermanifestasi sebagai thalassemia beta mayor yang membutuhkan transfusi darah
secara rutin dan terapi besi untuk mempertahankan kualitas hidupnya (Munthe,
1997 cit Bulan 2009)
§ Thalassemia adalah suatu kelainan genetik
darah dimana produksi hemoglobin yang normal tertekan karena defek sintesis
satu atau lebih rantai globin. Thalassemia beta mayor terjadi karena defisiensi
sintesis rantai ß sehingga kadar Hb A(α2ß2) menurun dan terdapat kelebihan dari
rantai α, sebagai kompensasi akan dibentuk banyak rantai γ dan δ yang akan
bergabung dengan rantai α yang berlebihan sehingga pembentukan Hb F (α2γ2) dan
Hb A2 (α2δ2) meningkat (Weatherall, 2004)
B. KLASIFIKASI
Hemoglobin
terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi gangguan
produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap
kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada
setiap kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai
dua subunit α dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi
hanya separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan
produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin
gagal, dan produksi protein globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas pada
gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan abnormalitas
pada gen rantai globin β dapat menyebabkan defek yang menyeluruh atau parsial
(Wiwanitkit, 2007).
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan
rantai globin mana yang mengalami defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β.
Pelbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia
(Rodak, 2007).
a. Thalassemia α
Oleh
karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan
terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia
α maka terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi,
apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian
dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama (cis) atau
berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua gen
dilabel αo (Sachdeva, 2006).
1) Delesi satu gen α / silent carrier/
(-α/αα)
Kehilangan
satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga secara umum
kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk
mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan
kepada anaknya (Wiwanitkit, 2007).
2) Delesi dua gen α / Thalassemia α minor
(--/αα) atau (-α/-α)
Tipe
ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia
ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan
mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit,
2007).
3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada
tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan transfusi
darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan β
menyebabkan akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang
abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007).
4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe
ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di
dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya
diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai α menyebabkan
kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai β
menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts (γ4
/ Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H
(β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006).
b. Thalasemia β
Thalassemia
β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11 (Rodak, 2007).
Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point mutation dibandingkan
akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif dan
biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan
prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).
§ Thalassemia βo
Tipe
ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan (Rodak, 2007). Satu
pertiga penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen, 2006).
§ Thalassemia β+
Pada
kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi. Sebanyak
10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada keadaan ini
(Rodak, 2007).
Secara
klinis, Thalassemia β dikategori kepada:
1) Thalassemia β minor / Thalassemia β
trait(heterozygous) / (β+β) or (βoβ)
2) Salah satu gen adalah normal (β)
sedangkan satu lagi abnormal, sama ada β+ atau βo. Individu dengan Thalassemia
ini biasanya tidak menunjukkan simptom dan biasanya terdeteksi sewaktu
pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat ketidakseimbangan, kondisi yang
terjadi adalah ringan karena masih terdapat satu gen β yang masih berfungsi
secara normal dan formasi kombinasi αβ yang normal masih bisa terjadi
(Wiwanitkit, 2007). Anemia yang terjadi adalah mikrositik, hipokrom dan
hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan ringan pada sistesis rantai globin β
menurunkan produksi hemoglobin. Rantai α yang berlebihan diseimbangkan oleh
peningkatan produksi rantai δ di mana keduanya akan berikatan membentuk HbA2 /
α2δ2 (3.5-8%). Individu tersebut sepenuhnya asimptomatik dan selain dari anemia
ringan, tidak menunjukkan manifestasi klinis yang lainnya (Sachdeva, 2006)
3) Thalassemia β mayor / Cooley's Anemia
(homozygous) (β+βo) or (βoβo) or (β+β+)
4) Pada kondisi ini, kedua gen rantai β
mengalami disfungsi (Wiwanitkit, 2007). HbA langsung tidak ada pada βoβo dan
menurun banyak pada β+β+. Penyakit ini berhubungan dengan gagal tumbuh dan
sering menyebabkan kematian pada remaja (Motulsky, 2010). Anemia berat terjadi dan
pasien memerlukan transfusi darah (Rodak, 2007) dan gejala tersebut selalunya
bermanifestasi pada 6 bulan terakhir dari tahun pertama kehidupan atas akibat
penukaran dari sistesis rantai globin γ (Hb F/ α2γ2) kepada β (Hb A / α2β2)
(Yazdani, 2011).
5) Thalassemia β intermedia (β+/β+) atau
(βo/β+)
6) Simptom yang timbul biasanya antara
Thalassemia minor dan mayor (Rodak, 2007).
2 2.
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE,
2010)
a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen
dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya
kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang
bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat
rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan
transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan
tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya
gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung
berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas
thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol
akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan
hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih
khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi
darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita
thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering
transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya
penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita
harus menjalani transfusi darah.
b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa
gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit
thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia
menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak
mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul
penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi
anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada
sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak
memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya
3. Secara molekuler talasemia dibedakan
atas: (Behrman et al, 2004)
1. Talasemia a (gangguan pembentukan rantai
a)
2. Talasemia b (gangguan pembentukan rantai
b)
3. Talasemia b-d (gangguan pembentukan
rantai b dan d yang letak gen-nya diduga berdekatan).
4. Talasemia d (gangguan pembentukan rantai
d)
C. ETIOLOGI
Thalassemia
bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan
resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin
beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen
pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami
kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat
thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam
keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia
jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua
kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen
yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa
sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen
globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya
masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan
terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen
globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan
menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen
thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini.
Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua
orang tuanya.
Sedangkan
menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang
tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang
mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.
Jika
kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia,
maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia
atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan
mempunyai darah yang normal.
Apabila
salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut
kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di
kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka anak-anak mereka
mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau
mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita
Thalassaemia mayor.
Skema
Penurunan Gen Thalasemia Mendel
D. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin
Hemoglobin
manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat besi
(atom Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida.
Hemoglobin manusia normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai alfa (α) dan
2 rantai beta (β) yaitu HbA (α2β2 = 97%), sebagian lagi HbA2 (α2δ2 = 2,5%) dan
sisanya HbF (α2γ2) kira-kira 0,5%.
Sintesa
globin ini telah dimulai pada awal kehidupan masa embrio di dalam kandungan
sampai dengan 8 minggu kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ yang bertanggung
jawab pada periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang
Karena
rantai globin merupakan suatu protein maka sintesisnya dikendalikan oleh gen
tertentu. Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses pengaturannya,
yaitu kluster gen globin-α yang terletak pada lengan pendek autosom 16 (16 p
13.3) dan kluster gen globin-β yang terletak pada lengan pendek autosom 11 (11
p 15.4). Kluster gen globin-α secara berurutan mulai dari 5’ sampai 3’ yaitu
gen 5’-ζ2-ψζ1-αψ2-αψ1-α2-α1-θ1-3’ (Evans et al., 1990). Sebaliknya kluster gen
globin-β terdiri dari gen 5’-ε-Gγ-Aγ-ψβ-δ-β-3’
Hemoglobin
normal adalah terdiri dari dari Hb-A
dengan dua polipeptida rantai alpha dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia
yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin,
sehingga ada gangguan kemampuan
eritrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai
alpha, tetapi rantai beta memproduksi secara terus-menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defektif. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan
disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Patofisiologi
Kelebihan
pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai beta dan
gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang
mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta,
atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit
dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow
memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan
mudah pecah atau rapuh.
Penyebab
anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena
defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system
retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan
adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari
hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara
transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis
yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
Pathway
:
E. GEJALA KLINIS
Kelainan
genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak jarang
tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).
Semua
Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung
jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau
minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia
hemolitik (Tamam, 2009)
Talasemia-β
dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru ditentukan, yakni
(1) Talasemia-β minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom. (2)
Talasemia-β mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah.
(3) Talasemia-β intermedia: gejala di antara Talasemia β mayor dan minor.
Terakhir merupakan pembawa sifat tersembunyi Talasemia-β (silent carrier)
(Atmakusuma, 2009).
Empat
sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α, bergantung pada nomor gen
dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang diproduksi. Keempat
sindrom tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia-α (silent carrier),
Talasemia-α trait (Talasemia-α minor), HbH diseases dan Talasemia-α homozigot
(hydrops fetalis) (Atmakusuma, 2009).
Pada
bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-β mayor, penderita dapat
mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan
hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua
organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok),
batu empedu, pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat,
yang akan mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum
tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa
menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah.
Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita
talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat
dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan
seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan
mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung
(Tamam, 2009).
Bayi
baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak
jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada
kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu
makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat
infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali, ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada
tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system
eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang, tangan dan kaki
dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang ditemukan epistaksis,
pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.
Tanda
dan gejala lain dari thalasemia yaitu :
1. Thalasemia Mayor:
§ Pucat
§ Lemah
§ Anoreksia
§ Sesak napas
§ Peka rangsang
§ Tebalnya tulang kranial
§ Pembesaran hati dan limpa /
hepatosplenomegali
§ Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
§ Disritmia
§ Epistaksis
§ Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
§ Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
§ Kadar besi serum tinggi
§ Ikterik
§ Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular;
mata sipit, dasar hidung lebar dan datar.
2. Thalasemia Minor
§ Pucat
§ Hitung sel darah merah normal
§ Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai
3 gram/ 100ml di bawah kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
sedang
F. KOMPLIKASI
Akibat
anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat
tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa,
kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang
kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas,
2002)
Hepatitis
pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis,
diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada
hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis
untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test.
1. Screening test
Di
daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan
Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan
apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah
rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk
skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan
ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan
eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira.
Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang
regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol <
spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat
diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand,
sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan
false negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).
c. Indeks eritrosit
Dengan
bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi
mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode
matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
d. Model matematika
Membedakan
anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah
eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x
(MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya
digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β
(Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya
Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13
cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia
trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat
dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV
rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani,
2011).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan
ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa
konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak
di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai
abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia
minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia
mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga
mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada
elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan
menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan
penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode
ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi
hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb
F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan
ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular diagnosis
bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi
yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).
H. PENCEGAHAN
WHO
menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan kehamilan dan penapisan
(screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat Talasemia. Program itulah yang
diharapkan dimasukkan ke program nasional pemerintah. Menurut Hoffbrand (2005)
konseling genetik penting dilakukan bagi pasangan yang berisiko mempunyai
seorang anak yang menderita suatu defek hemoglobin yang berat. Jika seorang
wanita hamil diketahui menderita kelainan hemoglobin, pasangannya harus
diperiksa untuk menentukan apakah dia juga membawa defek. Jika keduanya
memperlihatkan adanya kelainan dan ada resiko suatu defek yang serius pada anak
(khususnya Talasemia-β mayor) maka penting untuk menawarkan penegakkan
diagnosis antenatal.
1. Penapisan (Screening)
Ada
2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:
a. Karena karier Talasemia β bisa diketahui
dengan mudah, penapisan populasi dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan.
Bila heterozigot menikah, 1-4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan
heterozigot.
b. Bila ibu heterozigot sudah diketahui
sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan
tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan
Talasemia β berat.
Bila
populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan penapisan
premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program
konseling verbal maupun tertulis mengenai hasil penapisan Talasemia (Permono,
& Ugrasena, 2006).
Alternatif
lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan ras. Penapisan yang
efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai gambaran Talasemia,
perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat pada Talasemia β. Bila
kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis gen rantai α.
Penting untuk membedakan Talasemia αo(-/αα) dan Talasemia α+(-α/-α), pada kasus
pasien tidak memiliki risiko mendapat keturunan Talesemia αo homozigot. Pada
kasus jarang dimana gambaran darah memperlihatkan Talesemia β heterozigot
dengan HbA2 normal dan gen rantai α utuh, kemungkinannya adalah Talasemia α non
delesi atau Talasemia β dengan HbA2 normal. Kedua hal ini dibedakan dengan
sintesis rantai globin dan analisa DNA. Penting untuk memeriksa Hb
elektroforase pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi struktural
Hb (Permono, & Ugrasena, 2006).
2. Diagnosis Prenatal
Diagnosis
prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dapat
dibuat dengan penelitian sintesis rantai globin pada sampel darah janin dengan
menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun pemeriksaan ini
sekarang sudah banyak digantikan dengan analisis DNA janin. DNA diambil dari
sampel villi chorion (CVS=corion villus sampling), pada kehamilan 9-12 minggu.
Tindakan ini berisiko rendah untuk menimbulkan kematian atau kelainan pada
janin (Permono, & Ugrasena, 2006).
Tehnik
diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik CVS, mengalami perubahan
dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis pertama yang digunakan oleh Southern
Blotting dari DNA janin menggunakan restriction fragment length polymorphism
(RELPs), dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi langsung dari
mutasi. Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase chain reaction (PCR)
untuk mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi pemutusan oleh enzim
restriksi. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai bentuk α dan β
dari Talasemia secara langsung dengan analisis DNA janin. Perkembangan PCR
dikombinasikan dengan kemampuan oligonukleotida untuk mendeteksi mutasi
individual, membuka jalan bermacam pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi
dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis prenatal. Contohnya diagnosis
menggunakan hibridasi dari ujung oligonukleotida yang diberi label 32P spesifik
untuk memperbesar region gen globin β melalui membran nilon. Sejak sekuensi
dari gen globin β dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu hibridasi dapat
dibatasi sampai 1 jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2 jam
(Permono, & Ugrasena, 2006).
Terdapat
berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis prenatal. Contohnya,
tehnik ARMS (Amplification refractory mutation system), berdasarkan pengamatan
bahwa pada beberapa kasus, oligonukleotida (Permono, & Ugrasena, 2006).
Angka
kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini, kurang dari 1%.
Sumber kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada DNA janin, non-paterniti,
dan rekombinasi genetik jika menggunakan RELP linkage analysis (Permono, &
Ugrasena, 2006).
Menurut
Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan dini
menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program pencegahan
Talasemia terdiri dari beberapa strategi, yakni (1) penapisan (skrining)
pembawa sifat Talasemia, (2) konsultasi genetik (genetic counseling), dan (3)
diagnosis prenatal. Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif
dan retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat
thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara
retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga
penderita Talasemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan
informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu
program pencegahan yang baik untuk Talasemia seharusnya mencakup kedua
pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan
baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena pendekatan prospektif
memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara usaha
program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program pencegahan
retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada
program prospektif.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut
(Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
§ Pemberian transfusi hingga Hb mencapai
9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan
menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang
berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine
diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat
juga diberikan secara subkutan dalam
waktu lebih dari 12 jam.
§ Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi
penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang
berasal dari suplemen (transfusi).
§ Pada thalasemia yang berat diperlukan
transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang
menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang
bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada
bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi
genetik masih dalam tahap penelitian.
Penatalaksaan
Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas, 2002; Herdata,
2008)
1. Medikamentosa
§ Pemberian iron chelating agent
(desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l
atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.
Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai
transfusi darah.
§ Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian
kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi.
§ Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi
kebutuhan yang meningkat.
§ Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai
antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah
2. Bedah
Splenektomi,
dengan indikasi:
§ limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi
gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur
§ hipersplenisme ditandai dengan peningkatan
kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250
ml/kg berat badan dalam satu tahun.
Transplantasi
sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan lebih
dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa
ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih
berarti pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki
HLA-spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan
transplantasi ini.
3. Suportif
Tranfusi
Darah
Hb penderita
dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan
supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan
dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah
dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
J. PENGKAJIAN
1. Asal
keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia
banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki,
yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada
thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang
gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 –
6 tahun.
3. Riwayat
kesehatan anak
Anak
cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal
ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan
dan perkembangan
Sering
didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang
sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat
kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik
anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual,
seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga
dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola
makan
Karena
adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak
sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6. Pola
aktivitas
Anak
terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7. Riwayat
kesehatan keluarga
Karena
merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita
thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya
berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah
sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit
yang mungkin disebabkan karena keturunan.
8. Riwayat
ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama
Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor
resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh
anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera
dirujuk ke dokter.
9. Data
keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
a. Keadaan
umum
Anak
biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak
seusianya yang normal.
b. Kepala
dan bentuk muka
Anak
yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala
membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata
dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut
dan bibir terlihat pucat kehitaman
e. Dada
Pada
inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran
jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut
Kelihatan
membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati (
hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan
fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran
fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya.
h. Pertumbuhan
organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
K. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan
perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang
menghantarkan oksigen/nutrisi
2. Intoleransi
aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
3. PK:
Perdarahan
4. Ketidakseimbangan
nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
5. Kelelahan
b.d malnutrisi, kondisi sakit
6. Nyeri
b.d penyakit kronis
7. Kecemasan
(orang tua) b.d kurang pengetahuan
L. RENCANA
KEPERAWATAN
No
|
DIAGNOSA
|
RENCANA
KEPERAWATAN
|
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
||
1.
|
Ketidakefektifan
perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang menghantarkan
oksigen/nutrisi
|
NOC
· Perfusi
Jaringan : Perifer
· Status
sirkulasi
Kriteria
Hasil:
· Klien
menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat yang ditunjukkan dengan terabanya
nadi perifer, kulit kering dan hangat, keluaran urin adekuat, dan tidak ada
distres pernafasan.
|
NIC
1. Monitor
Tanda Vital
Definisi: Mengumpulkan
dan menganalisis sistem kardiovaskuler, pernafasan dan suhu untuk
menentukan dan mencegah komplikasi
Aktifitas:
2.
Monitor status neurologi
Definisi: Mengumpulkan
dan menganalisis data pasien untuk meminimalkan dan mencegah komplikasi
neurologi
Aktifitas:
3.
Manajemen cairan
Definisi:
Mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar
cairan yang abnormal.
Aktifitas:
|
2.
|
Intoleransi
aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
|
NOC
· Konservasi
Energi
· Perawatan
Diri: ADL
Kriteria
Hasil:
· Klien
dapat melakukan aktifitas yang dianjurkan dengan tetap mempertahankan tekanan
darah, nadi, dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal
|
NIC
1. Manajemen
energi
Definisi: Mengatur
penggunaan energi untuk mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi
Aktifitas:
2.
Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola
pemberian oksigen dan memonitor keefektifannya
Aktifitas:
5. Secara periodik, monitor ketepatan pemasangan alat
|
3.
|
Ketidakseimbangan
nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
|
NOC
· Status Nutrisi
· Status
Nutrisi: Energi
· Kontrol
Berat Badan
Kriteria
Hasil : Klien menunjukkan
· Pencapaian
berat badan normal yang diharapkan
· Berat
badan sesuai dengan umur dan tinggi badan
· Bebas
dari tanda malnutrisi
|
NIC
1. Manajemen
Nutrisi
Definisi: Membantu
dan atau menyediakan asupan makanan dan cairan yang seimbang
Aktifitas:
1. Tanyakan pada
pasien tentang alergi terhadap makanan
2. Tanyakan
makanan kesukaan pasien
3. Kolaborasi
dengan ahli gizi tentang jumlah kalori dan tipe nutrisi yang dibutuhkan
(TKTP)
4. Anjurkan masukan
kalori yang tepat yang sesuai dengan kebutuhan energi
5. Sajikan diit
dalam keadaan hangat
2. Monitor
Nutrisi
Definisi :
Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mencegah atau meminimalkan
malnutrisi
Aktifitas:
|
4.
|
Kelelahan
b.d malnutrisi, kondisi sakit
|
NOC
· Konservasi
Energi
Kriteria
Hasil: Klien menunjukkan
· Istirahat
dan aktivitas seimbang
· Mengetahui
keterbatasanan energinya
· Mengubah
gaya hidup sesuai tingkat energi
· Memelihara
nutrisi yang adekuat
· Energi
yang cukup untuk beraktifitas
|
NIC
1.
Manajemen energi
Definisi: Mengatur
penggunaan energi untuk mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi
Aktifitas:
2.
Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola
pemberian oksigen dan memonitor keefektifannya
Aktifitas:
3.
Manajemen cairan
Definisi:
Mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar
cairan yang abnormal.
Aktifitas:
|
5.
|
PK:
Perdarahan
|
Mencegah/
meminimalkan terjadinya perdarahan
|
Aktifitas
1. Monitor
tanda-tanda perdarahan dan perubahan tanda vital
2. Monitor
hasil laboratoium, seperti Hb, angka trombosit, hematokrit, angka eritrosit,
dll
3.
Gunakan alat-alat yang aman untuk mencegah perdarahan
(sikat gigi yang lembut, dll)
(
|
6.
|
Nyeri
b.d penyakit kronis
|
NOC
· Mengontrol
Nyeri
· Menunjukkan
tingkat nyeri
Kriteria
Hasil: Klien dapat
· Mengenali
faktor penyebab
· Mengenali
lamanya (onset ) sakit
· Menggunakan
cara non analgetik untuk mengurangi nyeri
· Menggunakan
analgetik sesuai kebutuhan
|
NIC
1. Manajemen
nyeri
Definisi
: mengurangi nyeri dan menurunkan tingkat nyeri yang
dirasakan pasien.
Aktfitas:
2.
Pemberian analgetik
Definisi: Penggunaan
agen farmakologi untuk menghentikan atau mengurangi nyeri.
Aktifitas:
|
7.
|
Kecemasan
(orang tua) b.d kurang pengetahuan
|
NOC :
· Kontrol
Kecemasan
Kriteria Hasil :
· Klien
mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
· Mengidentifikasi,
mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
· Vital
sign (TD, nadi, respirasi) dalam batas normal
· Postur
tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan.
· Menunjukkan
peningkatan konsentrasi dan akurasi dalam berpikir
|
NIC
1. Menurunkan
cemas
Definisi:
Meminimalkan rasa takut, cemas, merasa dalam bahaya atau ketidaknyamanan
terhadap sumber yang tidak diketahui.
Aktifitas:
1. Gunakan
pendekatan dengan konsep atraumatik care
2. Jangan memberikan
jaminan tentang prognosis penyakit
3. Jelaskan semua prosedur dan dengarkan keluhan klien
4. Pahami harapan
pasien dalam situasi stres
5. Temani pasien
untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
6. Bersama tim
kesehatan, berikan informasi mengenai diagnosis, tindakan prognosis
7. Anjurkan keluarga
untuk menemani anak dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
8. Lakukan massage
pada leher dan punggung, bila perlu
9. Bantu pasien
mengenal penyebab kecemasan
10. Dorong pasien/keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi tentang penyakit
12. Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi kecemasan
|
DAFTAR
PUSTAKA
Ganie,
A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan
Supardiman,
I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.
Hoffband,
A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Mansjoer,
arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2.Media
Aesculapius Fkul.
Hartoyo,
Edi, dkk. 2006. ”Standar Pelayanan Medis. Fakultas KedokteraanUnlam / RSUD Ulin
Banjarmasin.
Suriadi
S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar
Interpratama : Jakarta.
McCloskey,
J.C., 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). 2nd Edition.
Mosby Year Book: USA
North
American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses :
Definition & Classification 2001-2002. Philadelphia.
Kuncara,
H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC,
Jakarta
Joane
C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions
Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marion
Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby
Year-Book, St. Louis
Marjory
Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification
2001-2002, NANDA.
info.services@nucleus-precise.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar