BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) tahun 2014 memperkirakan jumlah remaja di dunia saat ini mencapai kurang lebih 1,2 milyar atau satu dari lima orang di dunia adalah remaja (Kemenkes, 2014). Remaja Indonesia sebagaimana di sebagian negara di dunia memiliki proporsi kurang lebih 1/6 dari total jumlah penduduk. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usa 10-19 tahun. Menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana), rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah (Kemenkes RI 2015). Menurut data dari Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 proporsi remaja usia 10-19 tahun sekitar 17% (4,455,690,000 jiwa) dari total jumlah penduduk sekitar 25,546,170,000 jiwa penduduk yang terdiri dari 51,2% (2.279.620.000 jiwa) laki laki dan 48,2% (2.176.070.000 jiwa) adalah perempuan.
Masa remaja atau masa adolescent merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, suatu periode yang dinamis dalam kehidupan individu. Ciri utama remaja adalah terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik, psikologis, maupun intelektual. Secara fisik, remaja memilki kemampuan sebagai seorang dewasa, tetapi secara psikologis dan sosial mereka belum mendapatkan hak untuk menggunakan kemampuannya itu karena dianggap perkembangan emosi remaja belum dapat mengikuti perkembangan fisiknya yang cepat. Pada satu pihak, mereka dianggap tidak pantas berkelakuan seperti anak-anak, tetapi pada pihak lain mereka juga tidak diberi hak dan kesempatan seperti orang dewasa (Depkes, dalam Wamomeo, 2009)
Sifat khas yang dimiliki remaja adalah mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan secara cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Apabila dalam setiap mengambil keputusan menghadapi konflik yang tidak tepat mereka akan jatuh ke dalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat jangka pendek dan jangka panjang dalam berbagai masalah kesehatan khususnya kesehatan psikologisnya (Kemenkes RI, 2014). Di Indonesia masalah kesehatan yang paling umum terjadi adalah masalah psikososial, salah satunya perilaku kekerasan (Warmomeo, 2009).
Menurut Stuart (2013), perilaku kekerasan terjadi karena proses pembelajaran internal dan eksternal. Dari faktor internal misalnya karena proses pengalaman yang didapat saat berperilaku agresif kepada orang lain, dan hal itu membuat keinginannya terpenuhi. Maka cara seperti ini akan terus menerus dilakukan karena dianggap berhasil. Kemudian dari faktor eksternal terjadi karena melalui pengamatan dari peran model, seperti orangtua, teman sebaya, saudara, tokoh olahraga dan publik figur. Menurut pandangan ini, kegiatan seperti tindak kekerasan, olahraga yang agresif, dan bentuk kekerasan lain yang digambarkan melalui media atau menyaksikan secara langsung akan memperkuat perilaku kekerasan yang melihatnya.
Perilaku kekerasan adalah perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik atau psikologosi. Sedangkan menurut WHO perilaku kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan untuk diri sendiri, perorangan, atau sekelompok orang atau masyarakat yang kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. Perilaku kekerasan juga diartikan sebagai tindakan menciderai orang lain, diri sendiri, merusak harta benda (lingkungan), dan ancaman secar verbal (Keliat, 2003 dalam Putri, 2010). Menurut WHO (2006) di seluruh dunia rata-rata 565 orang muda berusia 10-29 meninggal setiap hari karena perilaku kekerasan, laki-laki berisiko lebih besar untuk melakukan kekerasan, dan setiap kematian diperkirakan 20 sampai 40 orang pemuda membutuhkan perawatan di rumah sakit akibat perilaku kekerasan.
Menurut Yuwono (2008, dalam Wamomeo 2009) faktor yang mempengaruhi perilaku kekerasan yang mucul pada remaja antara lain karena dendam yang umumnya bersumber dari adanya kekerasan yang pernah diterima oleh pelaku memunculkan kemarahan sehingga mendorong untuk melampiaskan dalam bentuk perilaku yang sama kepada orang lain dan perilaku kekerasan ini juga bisa timbul karena lingkungan sekitar, pengaruh budaya dan pengaruh dari media massa ataupun media elektronik. Media elektronik adalah sarana media massa (televisi, hand phone, radio) yang mempergunakan alat-alat elektronik (KBBI online).
Game online merupakan permainan (games) yang dapat diakses oleh banyak pemain di mana mesin-mesin digunakan, dihubungkan oleh suatu jaringan (Gaol, 2012). Saat ini game online adalah salah satu permainan yang sangat digemari oleh remaja. Game online pertama kali mucul dalam bentuk video game tipe multipolayer bebasis (local area network) LAN. Game online menjadi tren baru yang banyak diminati karena anak tidak lagi bermain sendirian, tetapi memungkinkan bermain bersama puluhan orang sekaligus dari berbagai lokasi, baik yang dikenal maupun tidak dikenal, seperti; di game center atau warung internet (warnet).
Sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Gaol pada tahun 2012 dengan judul penelitian dengan judul “Hubungan Kecanduan Game Online dengan Prestasi Akademik Mahasiswa di Fakultas Teknik Universitas Indonesia” dengan metodologi penelitian deskriptif korelatif yang menggunakan tekhnik purpossive sampling. Jumlah responden penelitian adalah 106 orang. Hasil uji statistik didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara game online dengan prestasi akademik mahasiswa di Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Kecanduan adalah suatu kelekatan yang kompleks, progresif dan berbahaya zat psikoaktif (alkohol, heroin, zat adiktif lainnya) atau perilaku (sex, kerja, judi). Kecanduan juga dapat diartikan sebagai suatu sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dan tidak mampu mengontrol kegiatannya tersebut. kecanduan yang tidak dapat dikontrol atau tidak mempunyai kekuatan untuk menghentikan kegiatan tersebut dapat mengakibatkan individu menjadi lalai terhadap kegiatan lain (Gaol, 2012). Kecanduan bermain game online menimbulkan berbagai kerugian bagi keluarga , individu, berdampak buruk bagai prestasi akademik, kerja, kondisi finansial, dan kehidupan sosial
Kecanduan terhadap komputer atau media internet menimbulkan gejala psikologis yaitu euforia saat menggunakannya, tidak mampu menghentikan aktivitasnya, membutuhkan waktu tambahan dalam menggunakan komputer, mengabaikan keluarga dan teman‐teman, merasa depresi bi1a jauh dari komputer, berbohong kepada ke1uarga dan rekan kerja mengenai aktivitasnya, mendapat masalah dengan sekolah dan atau pekerjaanya. Gejala‐gejala fisik, yaitu mengalami carpal tunnel syndrom, mata menjadi kering, migren atau sakit kepala, sakit punggung, gangguan pada pola makan, mengabaikan kesehatan pribadi, dan gangguan pola tidur (Sutjipto 2005). Menurut Rooij (2011) pemain game online yang memainkan game rata-rata 63 jam perminggu menunjukkan gejala negatif. Kemudian kecanduan juga dapat diartikan jika seorang pemain game menunjukkan gejala-gejal negatif dalam kehidupannya akibat bermain game.
Menurut (Andrian dkk, 2011) game online terbagi menjadi dua kategori yaitu jenis agresi dan non agresi. Permainan agresi misalnya arcade games. Pada permainan ini sangat mudah dimengerti, menyenangkan dan sederhana. Permainan ini adalah menggambarkan aksi agresi seperti, pukul-memukul, tembak-menembak, tusuk-menusuk, kejar-mengejar bahkan tindakan paling ekstrim yaitu membunuh lawan sampai untuk mendaptkan medali. Sedangkan game non agresi adalah game yang hanya bersifat fun games, strategic games, adventure games, dan simulation game. Permainan yang bersifat non agresi game dapat memberikan manfaat positif terhadap anak dan menstimulus respons kognitif anak untuk memecahkan masalah logika, memberikan pelajaran dan bersifat hiburan.
Penelitian kekerasan pada anak telah banyak diteliti seperti penelitian yang dilakukan Zulkifli dkk (2013) yang meneliti tentang hubungan lama menonton televisi dan game online dengan tindakan kekerasan anak jalanan di Kota Makasar tahun 2013. Sampel penelitian adalah anak jalanan yang berusia 10-19 tahun dan pengambilan sempling menggunakan proportional random sampling dengan besar sampel sebanyak 277 orang. Analisa data yang digunakan adalah dengan menggunakan uji chi square. Hasil penelitian yang didapatkan adalah bahwa lama menonton televisi dalam seharian (p=0,039), bermain game online (p=0,013) berhubungan secara statistik dengan tindak kekerasan anak jalanan. Dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan lama menonton televisi dan game online dengan tindakan kekerasan anak jalanan di Kota Makasar tahun 2013.
Pada survei pra penelitian yang dilakukan tanggal 20 November 2015 di SMP Negeri 2 Pardasuka melalui wawacara bebas dengan siswa diketahui bahwa perilaku kekerasan yang sering terjadi adalah berkelahi antara siswa, dan tawuran, kemudian dari hasil wawancara bebas terhadap siswa tentang game online 66,7% (8 orang) dari 12 siswa mengatakan memainkan game online lebih dari 6 jam sehari dengan jenis game yang sering dimainkan adalah game agresi COC (Class Of Clan) dan 33.3% (4 orang) mengatakan lebih suka game non agresi. Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa 25% (3 orang) siswa mengantuk ketika proses belajar karena bermain game hingga larut malam, 50% (6 orang) mengatakan menjadi malas belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah (PR), dan 25% (3 orang) mengatakan tidak mengganggu aktivitas belajarnya karena bisa membagi waktu.
Dari latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang“ hubungan kecanduan bermain game online dengan perilaku kekerasan pada siswa SMP Negeri 2 Pardasuka Kabupaten Pringsewu Lampung tahun 2016”.B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitiannya adalah “hubungan kecanduan bermain game online dengan perilaku kekerasan pada siswa SMP Negeri 2 Pardasuka Kabupaten Pringsewu Lampung tahun 2016.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kecanduan bermain video game online dengan perilaku kekerasan pada siswa SMP Negeri 2 Pardasuka Kabupaten Pringsewu Lampung tahun 2016.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi bermain video game online pada siswa SMP Negeri 2 Pardasuka Kabupaten Pringsewu Lampung tahun 2016
b. Mengetahui distribusi frekuensi perilaku kekerasan pada siswa SMP Negeri 2 Pardasuka Kabupaten Pringsewu Lampung tahun 2016
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi keperawatan jiwa komunitas dalam memberikan gambaran jelas tentang pengaruh permainan game online terhadap perilaku kekerasan pada anak. Serta dapat memberikan informasi dan masukan pada teori yang telah ada, terutama berkaitan dengan hubungan kebiasaan bermain video game online dengan perilaku kekerasan anak.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi tempat penelitian
Guru sebagai seorang pendidik seyogyanya mampu memberikan arahan agar siswanya lebih banyak belajar dari pada bermain game online, dengan lebih banyak memberi berbagai tugas belajar di rumah.
b. Bagi Puskesmas pelayanan kesehatan Jiwa di Komunitas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada orang tua berkaitan dengan game online, dan bila memungkinkan agar orang tua berkenan untuk memberi batasan, mengawasi, dan mengarahkan anak untuk tidak bermain video game online secara terus menerus.
3. Manfaat Metodologi
Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan rujukan tentang penelitian yang berkaitan dengan game online dan Perilaku kekerasn pada anak remaja.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif, Pokok penelitian adalah hubungan kebiasaan bermain game online dengan perilaku kekerasan. Sasaran penelitian ini adalah siswa SMP N 2 Pardasuka, waktu penelitian bulan Januari 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar