DEFISIT
PERAWATAN DIRI
A.
PENGERTIAN
a. Perawatan
diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna
mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi
kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan diri (Depkes 2000).
b. Defisit
perawatn diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan
diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjanah, 2004).
c. Defisit
perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
aktifitas perawatan diri untuk diri sendiri : mandi, berpakaian dan berhias
untuk diri sendiri, aktifitas makan sendiri dan aktifitas eliminasi sendiri
(Herdman, 2012).
d. Personal
Hygiene adala suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang
e. Deficit perawatan diri menggambarkan suatu keadaan
seseorang yang mengalami gangguan kemampuan untuk melakukan akrifitas perawatan
diri, seperti manid, berganti pakaian, makan dan toileting (wilkson,2007).
f. Menuru
hedrman (2012) deficit perawatan diri atas 4 kegiatan yaitu: mandi/ hygine,
berpakaian/ berhias, makan, dan toileting.
B.
KOMPONEN PERAWATAN DIRI
Pada
konsep manajemen keperawatan pasien yan dirawat inap akan dikategorikan
berdasarkan tingkat ketergantungan yang dialaminya. Swansburg (1999)
mengelompokkan ketergantungan pasien menjadi 5 kategori, yaitu :
(1) Kategori
1 : Perawatan Mandiri , yaitu meliputi : 1) aktivitas sehari-hari, pada
kategori ini seperti makan dan minum dapat dilakukansecara sendiri atau dengan
sedikit bantuan. Merapikan diri, kebutuhan eliminasi dan kenyamanan posisi
tubuh dapat dilakukan secara mandiri ; 2) keadaan umum ; baik seperti klien
yang masuk rumah sakit untuk keperluan pemeriksaan/ check up atau bedah minor ;
3) kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi, membutuhkan penjelasan
untuk tiap prosedur tindakan, membutuhkan penjelasan untuk persiapan pulang dan
emosi stabil ; 4) pengobatan dan tindakan; tidak ada atau hanya pengobatan dan
tindakan sederhana.
(2) Kategori
II : Perawatan Minimal, yang meliputi; 1) aktivias sehari-hari, pada kategori
ini seperti makan dan minum perlu bantuan dalam persiapannya dan masih dapat
makan sendiri. Merapihkan diri; perlu sedikit bantuan. Kebutuhan elminasi perlu
dibantu ke kamar mandi atau menggunakan urinal. Kenyamanan posisi tubuh; dapat
melakukan sendiri dengan sedikit bantuan; 2)keadaan umum; tampak sakit ringn
perlu pemantauan tanda vital; 3) kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan
emosi; membutuhkan waktu 10-15 menit per shift, sedikit bingung atau agitasi
tapi terkendali dengan obat; 4) pengobatan dan tindakan; membutuhkan waktu
20-30 menit per shif, perlu sering dievaluasi keefektifan pengobatan dan
tindakan, perlu observasi status mental setiap 2 jam.
(3) Kategori
III: Perawatan Moderat, meliputi ; 1) aktivitas sehari-hari, pada kategori ini
seperti makan dan minum harus disuapi masih dapat mengunyah dan menelan;
merapikan diri; tidak dapat melakukan sendiri. Kebutuhan eliminasi;disediakan
pispot/urinal, sering ngompol. Kenyamanan posisi tubuh; bergantung pada bantuan
perawat; 2) keadaan umum;gejala akut, bisa hilang timbul, perlu pemantaun fisik
dan emosi tiap 2-4 jam. Klien dengan infus, perlu dipantau setiap 1 jam; 3)
kebutuhan pendidikankesehatan dan dukungan emosi; membutuhkan waktu 10-30 menit
per shift, gelisah, menolak bantuan, cukup dikendalikan dengan obat; 4)
pengobatan dan tindakan; membutuhkan waktu 30-60 menit per shift, perlu sering
diawasi terhadap efek samping pengobatan dan tindakan, perlu observasi status
mental setiap 1 jam.
(4) Kategori
IV : Perawatan Ekstensif (semi total), meliputi; 1) aktivitas sehari-hari pada
kategori ini seperti makan dan minum tidak bisa menguyah dan menelan, perlu
makan lewat sonde. Merapikan diri: perlu diurus semua, dimandikan, penataan
rambut dan kebersihan mulut. Kebutuhan eliminasi; sering ngompol lebih dari 2
kali per shift. Kenyamanan posisi tubuh; perlu dibantu oleh 2 orang; 2) keadaan
umum; tampak sakit berat, dapat kehilangan cairan atau darah, gangguan sistem
pernafasan akut dan perlu saling dipantau; 3) kebutuhan pendidikan kesehatan
dan dukungan emosi; membutuhkan waktu lebih dari 30 menit per shift, gelisah,
agitasi dan tidak dapat dikendalikan dengan obat; 4) pengobatan dan tindakan;
membutuhkan wktu lebih dari 60 menit per shift, perluobservasi status mental
setiap kurang dari 1 jam.
(5) Kategori V : Perawatan
Intensif (Total); pada kategori ini, pemenuhan kebutuhan dasar seluruhnya
bergantung pada perawat. Keadaan umum; harus diobservasi secara terus menerus.
Perlu frekuensi pengobatan dan tindakan yang lebih sering maka klien harus
dirawat oleh seorang perawat per shift.
Ø
Pola
perawatan diri seimbang, saat klien mendapat kan stressor dan mampu untuk
berprilaku adaftif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, kliem
masih melakukan perawatan diri.
Ø
Kadang
perawatan diri kadang tidak saat klien mendapatkan stressor kadang – kadang
klien tidak memperhatikan perawatan dirinya,
Ø
Tidak
melakukan perawatan diri, klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bias
melakukan perawat saat stressor.
A.
PROSES TERJADINYA DEFISIT PERAWATAN DIRI
Stuart
(2009) mendefinisikan stressor predisposisi sebagai faktor resiko yangmenjadi
sumber terjadinya stres yang mempengaruhi tipe dan sumber dari individu untuk
menghadapi stres baik yang biologis, psikologis dan sosial kultural. Stuart
(2009) membedakan stressor predisposisi menjadi tiga, meliputi biologis,
psikologis dan sosial budaya, stressor predisposisi ini kejadiannya telah
berlalu. Penjelasan secara rinci tentang ketiga stressor predisposisi tersebut
sebagai berikut :
1.
Faktor
predisposisi
a. Biologis,
terkait dengan adanya neuropatologi dan ketidakseimbangan dari
neurotransmiternya. Dampak yang dapat dinilaisebagai manifestasi adanya
gangguan adalah pada perilaku maladaptif klien (Townsend, 2005). Secara
biologis riset neurobiologikal memfokuskan pada tiga area otak yang dipercaya
dapat melibatkan defisit perawatan diri yaitu sistem limbik, lobus frontalis
dan hypothalamus.
Sistem limbik merupakan cicin kortek yang
berlokasi dipermukaan medial masing-masing hemisfer dan mengelilingi pusat
serebrum. Fungsinya adalah mengatur persyarafan otonom dan emosi (suliswati, et
al, 2005 ; Stuart, 2009. Fungsi sistem limbik berikuttnya adalah menyimpan dan
menyatukan informasi berhubungan dengan emosi, tempat penyimpanan memori dan
pengolahan informas. Disfungsi ada sistem limbik mengadirkan beberapa gejala
klnik seperti hambatan emosi dan perubahan kepribadian, isyarat antara
rangsangan dan pengalaman masa lalu, emosi, perilaku saling mempengaruhi,
adanya periode peristiwa ketakutan, amukan. Kemarahan dan ketegangan ( Kaplan,
Saddock & Grebb, 1997). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan
bahwa klien dengan defisit perawatan diri mengalami gangguan pda sistem limbik
sehingga tidak bisa mengontrolperilaku untuk dapat merawat diri.
Lobus frontal berperan penting menjadi
media yang sangat berarti dalam perilaku berfikir rasional, yang saling
berhubungan dengan sistem limbik (suliswati, et al, 2005 : Stuart, 2009).
Menurut Townsend (2005) lobus frontal terlibat dalam dua fungsi serebral utama
yaitu kontrol motorikgerakan voluntir termasuk fungsi bicara, fungsi fikir dan
kontrol berbagai ekspresi emosi. Kerusakan pada daerah lobus frontal dapat
menyebabkan gangguan berfikir, dan gangguan dalam bicara/disorganisasi
pembicaraan serta tidak mampu mengontrol emosi sehingga berperilaku maladaptif.
Klien defisit perawatan diri yang megalami kerusakan pada lobus frontal
mengakibatkan timbulnya perilaku maladaptif yaitu tidak mau berperilaku untuk
memenuhi kebutuhan perawatan dir.
Hypotalamus adalah bagian dari
disensefalon yaitu bagian dalam dari serebrum yang menghubungkan otak tengah
dengan hemisfer serebrum. Fungsi utamanya aalah sebagai repon tingkah laku
trhadap emosi dan juga mengatur mood dan motivasi (Suliswati, et al, 2005 ;
Stuart, 2009). Kerusakan hypotalamus membuat seseorang kehilangan mood dan
motivasi sehingga kurang aktivitas dan malas melakukan sesuatu. Apabila
kerusakan hypotalamus terjadi pada klien defisit perawatan diri, maka akan
terjadi gangguan mood dan penurunan motivasi sehingga mengakibatkan klien tidak
dapat melakukan aktifitas perawatan diri.
Selain gangguan pada struktur otk, proses
terjadinya gangguan defisit perawatan diriberdasarkan faktor biologis disebabkan
juga oleh adanya kondisi patologis dan ketidakseimbangan daribeberapa
neurotransmitter. Neurotransmitter tersebuta adalah dopamin,
serotonin,norepineprin dan asetikolin.
Dopamin fungsinya mencakup regulasi gerak
dan koordinasi, emosi, kemampuan pemecahan masalah secara volunter ( Boyd &
Nihart, 1998 ; Suiswati, et al, 2005). Tranmisi dopamin berimplikasi pada
penyebab gangguan emosi tertentu. Menurut Hawari (2001)) fungsi kogniitif (alam
fikir), afektif (alamperasaan) dan psikomotor (perilaku) pada klien skizofrenia
dipengaruhi oleh dopamin. Gangguan pada fungsi dopamin akan menyebabkan
terjadinya gangguan fungsi regulasi gerak dan koordinasi, emosi serta kemampua
pemecahan masalah. Apabila gangguan fungsi dopamin ini terjadi pada klien
skizofrenia, akan menyebabkan klien mengalami gangguan dala regulasi gerak dan
koordinasi, emosi serta kemampuan pemecahan masalah sehingga klien tidak dapat
memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Seroonin berperan sebagai pengontol nafsu
makan, tidur, alam perasaan, halusinasi, persepsi nyeri, muntah. Serotonin
dapat emempengaruhi fungsi kognitif yaitu alam fikir, afektif yaitu alam
perasaan dan psikomotor yaitu perilaku (Hawari, 2001). Menurut Wilkinson (2007)
jika serotonin mrngalami penurunan akan mengakbatkan kecenderunga perilaku yang
cenderung menunjukkan perilaku maladaptif. Perilaku maladaptif yang dapat
dilihat yaitu tidakadanya aktivitas dalam melakukan aktifitas perawatan diri
seperti : mandi, berganti pakalian, makan, dan toileting.
Norepineprin (Boyd & Nihart, 1998 ;
Suliswati, et al, 2005) berfungsi untuk kesiagaan, pusat perhatian dan
orientasi; proses pembelajaran dan memori. Jika terjadi penurunan kadar
norepinephrine akan mengakibatkan kelemahan yang menunjukkan kecenderungn klien
menampilkan perilaku negatif. Kelemahan yang terjadi mengakibatkan klien
defisit perawatan diri berperilaku negatif seperti tidak melkukan aktifitas
mandi, tidak berhias, tidak memperhatikan makan dan minum serta tidak melakukan
aktifitas toileting dengan benar.
Acetylcholine (Ach) (Boyd & Nihart,
1998) berperan penting untuk belajar dan memori. Jika terjadi peningkatan kadar
acetycholine akan dapat menurunkan ‘atensi dan mood’. Penurunan atensi dan mood
menyebabkan terjadinya perubahan fungsi otak sebagai pusat pengatur perilaku
manusia. Salah satu dampak perilaku dari penurunan atensi dan mood ini adalah
defisit perawatan diri. Pada klien defisit perawatan diri terjadi penurunan
atensi dan mood yang dapat dilihat dengan adanya gejla kurang perhatian untuk
diriya dan malas untuk beraktifitas. Defisit perawatan diri tidak dapat
dikendalikan hanya dengan psikofarmaka saja tetapi melalui pendekatan
psikoterapi yang mengubah perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif salah
satunya dengan menggunakan terapi perilaku : token ekonomi
Pada klien dengan defisit perawatan diri
diperkirakan mengalami kerusakan pada sistem limbik dan lobus frontal yang
berperan dalam pengendalian dan pengonrolan perilaku, kerusakan pada
hipotalamus yang berperan dalam pengaturan mood dan motivasi untuk berperilaku
secara adaptif melakukan aktifitas perawatan diri : mandi, berhias, makan,
minum dan tioleting. Klien defisit perawatan diri juga diperkirakan mengalami
perubahan pada fungsi neurotransmitter. Perubahan dopamin, serotonin,
norepineprin dan asetikolin menyebabkan adanya perubahn reglasi gerak
dankoordinasi, emosi, kemampun mmecahkan masalah; perialku cenderung negtif
atau berperilku maladaptif; terjadi kelemaha serta penurunan atensi dan mood.
b. Psikologis,
meliputi konsep diri, intelektual, kepribadian, morlitas, pengalaman masa lalu,
koping dan keterampilan komunikasi secara verbal (Stuart, 2009). Beberapa aspek
tersebut diperkirakan ikut berperan menjadi penyebab secara psikologis
terjadinya defisit perawatan diri.
Konsep diri dimulai dari gambaran diri
secara keseluruhan yang diterima secara positif atau negatif oleh seseorang.
Penerimaan gambaran diri yang negatif menyebabkan perubahan persepsi seseorang
dalam memandang aspek positif lain yang
dimiliki. Peran merupakan bagian terpenting dari hadirnya konsep diri secara
utuh. Peran yang terlalu banyak dapat menjadi beban bagi kehidupan seeorang,
hal ini akan berpengaruh terhadap kerancuan dari peran dirinya ini dapat
menimbulkan depresi yang berat. Ideal diri adalah harapan, cita-cita serta tujuan
yang ingin diwujudkan atau dicapai dalam hidup secara realistis.
Identitas diri terkait dengan kemampuan
seseorang dalam mengenal siapa dirinya, dengan segala keunikannya. Harga diri
merupakan kemampuan seseorang untuk menghargai diri sendiri serta memberi
penghargaan terhadap kemampuan orang lain. Seseorang yang memandang dirinya
secara negatif sering mengabaikan gambaran dirinya, tidak memperhatikan
kebutuhannya denan baik, sehingga berakibat pula pada tidak terpenuhinya
kebutuhan perawatan diri.
Intelektualitas ditentukan oleh tingkat
pendidikan seseorang, pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Menurut
Petter & Perry (2005) klien defisit perawatan diri cenderung memiliki
tingkat pengetahuan dan pendidikan yang rendah, sehingga tidak mampu memutuskan
untuk melakukan aktifitas perawatan diri meliputi mandi, berhias, makan, minum
dan toileting.
Kepribadian, pada klien defisit perawatan
diri biasanya ditemukan klien memiliki kepribadian yang tertutup. Klien tidak
mudah menerima masukan dan informasi yang berkaitan dengan kebersihan diri.
Klien juga jarang bergaul dan cenderung menutup diri. Klien memiliki
ketidakmampuan untuk mengevaluasi atau menilai keadaan dirinya dan tidak mampu
memutuskan melakukan peningkatan keadaan mejadi lebih baik.
Moralitas, klien defisit perawatan diri
menganggap dirinya tidak berguna, negatif terhadap diri sendiri ini menyebabkan
klien mengalami penurunan motivasi untuk melakukan aktifitas perawatan diri.
Kesimpulannnya, adanya penilaian diri yang negatif menyebabkan tidak ada
tanggung jawab secara moral pada klien untuk melakukan aktifitas perawatan diri.
Menurut beberapa penjelasan diatas dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa konsep diri negatif, intelektualitas yang
rendah, kepribadian dan moralitas yang tidak adekuat merupakan penyebab secara
psikologis untuk terjadinya defisit perawatan diri. Klien defisit perwatan diri
memerlukan perhatian yang cukup bear untuk dapat mengembalikan konsep diri yang
seutuhnya.
c. Sosial budaya,
meliputi sosial, umur,pendidikan, agama dan kondisi politik. Menurut Townsend
(2005) ada beberapa hal yang dikaitkan dengan masalah gangguan jiwa, salah
satunya adalah dengan masalah status sosial. Masyarakat dengan status sosial
ekonomi yang rendah dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki status sosisl
ekonomi tinggi. Faktor sosial ekonomi tersebut meliputi kemiskinan, tidak
memadainya sarana prasarana, tidak adekuatnya pemenuhan nutrisi, rendahnya
pemenuhan kebutuhan perawatan untuk anggota keluarga, dan perasaan tidak
berdaya. Termasuk dalam faktor sosial ekonomi adalahkemampuan untuk menyediakan
peralatan dan perlengkapan mandi : sabun, pasta gigi, shampo, handuk dll.
Potter & Perry (2005), mengemukakan
faktor-faktor yang mempengaruhi praktik hygiene seseorang adalah citra tubuh,
praktek sosial, status sosial ekonomi, pendidikan yang rendah, pengetahuan,
kultur budaya, motivasi kurang dan kondisi fisik yang lemah.
Citra tubuh, merupakan konsep subyektif
seseorang tenang penampilan fisiknya. Citra tubuh mempengaruhi cara
mempertahankan perawatan diri. Menurut Stuart (2009) citra tubuh adalah
kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya,
termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran, fungsi,
penampilan dan potensi. Dapat disimpulkan bahwa citra tubuh sangat berpengaruh
bagi seseorang terutama dalam hal penampilan fisiknya, seeorang memiliki
keyakinan terhadap ukuran, struktur, fungsi dan penampilan diri untuk melakukan
perawatan diri. Citra tubuh yang negatif menyebabkan penurunn motivasi
melakukan aktifitas perawatan diri.
Tahap perkembangan, pelajaran kebersihan
diri dari orang tua yang meliputi kebiasaan keluarg, jumblah orang dirumah, dan
ketersediaan peralatan kebersihan diri merupakan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi perawatan kebersihan diri. Remaja dapat menjadi lebih perhatian
pada kebersiahan diri. Karena ada ketertariakanpada teman. Dapat disimpulkan
bahwa perkembangan sangat berpengaruh terhadap seseorang untuk melakukan
perawatan diri sesuai dengan usia dan kelompok kerja.
Pengetahuan, pengetahuan tentang
pentingnya kebersiahan diri danimplikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik
kebersihan diri. Pembelajaran yang diharapkan dapat menguntungkan dalam
mengurangi resiko kesehatan dan motivasi seseorang untuk memenuhi perwatan diri
yang diperlukan. Semakn rendah tingkat pengetahuan seseorang menyebabkan
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Kultur atau budaya, kepercayaan kebudayaan
klien dan nilai pribadi mempengaruhi pewatan diri. Kebudayaan diasia kebersihan
dipandang penting bagi kesehatan. Beberaopa negara di Eropa, mandi biasa
dilakukan hanya sekali dalam seminggu. Penjelasan datas menunjukan bahwa
kebiasaan yang dimiliki tiap daerah ataupun bangsa dalam hal perawatan diri
berbeda beda, disesuaikan dengan letak geografis dan kebiasaan setempat.
Motivasi, setiap orangmemiklikikeinginan
dan pilihan tentang waktu untuk mandi, bercukur, dan melakuakan perawatan
rambut sesuai dengan kebutuhan. Seseorang juga memiliki pilihan mengenai
bagaimana melakukan perawatan diri. Jika orang tersebut tidak memiliki
motivasi, maka dia tidak mampu menentukan pilihan, hal ini akan mempengaruhi
terpenuhinya perawatan diri.
Kondisi fisik, oran yang mengalami atau
menderita penyakit tertentu atau yang menjalani operasisering kali kekkurangan
energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan perawatan kebersihan diri.
Menurut Wilkinson (2007) defisit perawatan diri seringkali disebabkan oleh
intoleransi aktifitas, hambatan mobilitas, nyeri, ansietas, gangguan kognitif atau
persepsi.
Berdasarkan dari pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa setatus sosial ekonomi, pendidikan yang rendah, kurangnya
pengeetahuan, motivasi yang kurang dan kondisi fisik yang lemah dapat
mempengaruhi klien dalam melakukan aktifitas penemu perawatan diri, sehinggra
mengakibatkan klie mengalami defisit peraatan diri.
2.
Faktor
presifikasi
Stuart (2009) mendifinisikan stressor prepitasi sebagai dan status
stimulus yang di persepsikan oleh individu apakah dipersepsikan sebagai suatu kesempatan
, tantangan ancaman/ tuntutan. Stressor presipitasi bisa berupa stimulus
internal maupun eksternal yang mengancam individu. Komponen stressor presipiasi
terdiri atas sifat asal, waktu dan jumblah stressor.
Sifat stressor, terjadiny defisit perawatan diri berdasarkan sifat
terdiri dari biologis, psikologis, dan sosial budaya. Sifat stressor yang
tergolong komponen biologis, misalnya penykit infeksi, penyakit kronis atau
keainan struktur otak. Komponen psikologis, misalnya : intelegensi, keterampilan
verbal, moral, kepribadian dan kontrol diri, pengalaman yang tidak
menyeagkakan, kurangnya motivasi. Slanjutnya komponen sosial budaya, misalnya :
adanya aturan yang sering bertentangan antara individu dan kelompok masyarakat,
tuntutan mastyarakat yang tiak sesuai dengan kemampuan seseorang, ataupun
adanya stigma dari masyarakat terhadap seseorang yang mengalami gangguan jiwa
sehingga klien melakukan prilaku yang terkadang menentang hal tersebut yang
menurut masyarakat tidak sesuai dengan kebiasaan lingkungan setempat
Asal tressor terdir dari internal dan eksternal. Stressor internal atau
yang bberasal dari diri sendiri seperti persepsi individu yang tidak baik tentang
dirinya, orang lain dan lingkungannya, merasa tidak mampu, ketidakberdayaan .
stressor eksternal atau berasal dari luar diri seperti kurangnya dukungan
keluarga, dukungan masyarakat, dukungan kelompok atau teman sebaya dll
Stuart (2009) menjelaskan bahwa waktu
dilihat sebagai dimensi kapan stressor mulai terjadi dan berapa lama terpapar
stessor sehingga menyebabkan munculnya gejala. Lama dan jumlah stresssor yaitu
terkait dengan sejak kapan, sudah berapa lama, berapa kalikejadiannya atau
frekuensi serta jumlah stressor. Bila baru pertama kali terkena masalah, maka
penanganannya juga memerlukan suatu upaya yang lebih intensif dengan tujuan
untuk pencegahan primer. Frekuensi dan jumlah stressor juga mempengaruhi
individu, bila frekuensi dan jumlah stressor lebih sedikit juga akan memerlukan
penanganan yang berbeda dibandingkan dengan yang mempunyai frekuensi dan jumlah
stressor lebih banyak dengan kata lain seorang perawat harus memahami kondisi
stressor yang dialami oleh seorang individu sehingga penanganannya juga akan
lebih baik.
Berbagai penyebab/stressor diatas yang
meiputi stresssor predisposisi dan stressor presipitasi yang dialami oleh klien
defisit perawatan diri akan memunculkan beberapa respon . respon-respon
tersebut merupakan pikira, sikap, tanggapan,perasaan, dan perilaku yang
ditunjukkan klien terhadap kejadian yang dialami.
3.
Penilaian
terhadap stres
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak
berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain.
Biasanya klien berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan,
kecemasan, dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam
hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman. Klien semakin
tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru ia berusaha mendapatkan
rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan sehingga
rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia mengembangkan
rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari penyebab kesulitan
serta menyesuaikan diri dengan kenyataan. Keadaan dimana seorang individu
mengalami atau beresiko mengalami suatu ketidakmampuan dalam menangani stressor
internal atau lingkungan dengan adekuatkarena ketidakadekuatan sumber-sumber
(isi, psikologis, perilaku atau kognitif ).
4.
Sumber
Koping
Menurut Herdmen (2012), kemampuan individu
yang harus dimiliki oleh klien defisit perawatan diri adalah kemampuan untuk
melakukan aktifitas perawatan diri dalam hal pemenuhan kebutuhan mandi,
berhias, makan dan minum serta toileting. Sedangkan pada klien defisit
perawatan diri biasanya didapatkan data rendahnya motivasi klien dalam merawat
diri keterbatasan intelektual klien yang sangat mempengaruhi dalam kemampuan
perawatan diri dan keterbatasan fisik serta ketidakmampuan memanfaatkan
dukungan sosial.
5.
Menanisme
Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongan
nya dibagi menjadi 2 (Stuart, GW, 2007) yaitu :
1. Mekanisme
koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi
intergrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien
bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
2. Mekanisme
koping maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi
integrasi , memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cendeung menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.
B. Masalah Keperawatan Yang Sering
Muncul
a. Defisit
perawatan diri
b. Harga
diri rendah
c. Isolasi
sosial
Data Yang Perlu Dikaji
Masalah
keperawatan
|
Data yang perlu
dikaji
|
Defisit
perawatan diri
|
Subjektif :
Pasien
mengatakan tentang:
1.
Malas mandi
2.
Tidak mau menyisir rambut
3.
Tidak mau menggosok gigi
4.
Tidak mau motong kuku
5.
Tidak mau berhias/berdandan
6.
Tidak bisa/tidak mau menggunakan alat
mandi/kebersihan diri
7.
Tidak menggunakan alat makan dan minum saat makan
dan minum
8.
BAB dan BAK sembarangan
9.
Tidak membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK
setelah BAB dan BAK
10. Tidak mengetahui
cara perawatan diri yang benar
Objektif:
1.
Badan bau, kotor, brdaki, rambut kotor, gigi kotor,
kuku panjang tidak menggunakan alat-alat mandi dengan benar
2.
Rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot idak
rapih,pakaian tidak rapih, tidak mampu berdandan, memilih, mengambil dan
memakai pakaian, memakai sandal, sepatu, memakai resleting, memakai
barang-barang yang perlu dalam berpakaian, melepas barang-barang yang perlu
dalam berpakaian.
3.
Makan dan minum sembarangan, berceceran, tidak
menggunakan alat makan, tidak mampu (menyiapkan makanan, memindahkan makanan
ke alat makanan, memegang alat makan, membawa makanan dari piring ke mulut,
mengunyah, menelan makanan secara aman, menyelesaikan makanan ).
4.
BAB dan BAK tidak pada tempatnya, tidak memberishkan
diri setelah BAB dn BAK, tidak mampu (menjaga kebersihan toileting, menyiram
toilet) (Kemenkes, 2012)
|
D.
POHON
MASALAH
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Defisit Perawatan Diri
Diagnosa Medis : Skizofrenia, Depresi
RENCANA
TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan
|
Kriteria
Evaluasi
|
Intervensi
|
Pasien mampu :
-Melakukan
kebersihan diri sendiri secara mandiri
-Melakukan
berhias atau berdandan secara baik
-Melakukan makan
dengan baik
-Melakukan BAB
atau BAK secara mandiri
|
Setelah 3x
pertemuan, pasien dapat menjelaskan pentingnya :
-
Kebersihan diri
-
Berdandan atau berhias
-
Makan
-
BAB atau BAK
-
Dan mampu melakukan car merawat diri
|
Sp 1
-Identifikasi
kebersihan diri, berdandan, makan dan BAB atau BAK
-Jelaskan
pentingnya kebersihan diri
-Jelaskan
alat dan kebersihan diri
-Masukkan
dalam jadwal kegiatan pasien
|
Sp 2
-Evaluasi
kegiatan yang lalu (Sp 1)
-Latih cara
berdandan untuk pasien laki-laki meliputi :
- cara
berpakaian
- menyisir
rambut
- bercukur
Untuk pasien
perempuan
-
berpakaian
-
menyisir rambut
-
berhias
-masukkan
jadwal kegiatan pasien
|
||
Sp 3
-Evaluasi
kegiatan yang lalu (Sp1 dan Sp2)
-Jelaskan cara
dan alat makan yang benar
-Jelaskan cara
menyipkan makanan
-Jelaskan cara
merapikan peralatan makan setelah makan
-Praktek makan
sesuai dengan tahapan makan yang benar
-Latih kegiatan
makan
-Masukkan dalam
jadwal kegiatan pasien
|
||
Sp 4
-Evaluasi
kemampuan pasien yang lalu (Sp1, Sp2 dan Sp3)
-Latih
cara BAB dan BAK yang sesuai
-Menjelaskan
cara membersihkan berdiri setelah BAB dan BAK
|
||
Sp1
-Identifikasi
masalah keluarga dalam merawat pasien dengan masalah kebersihan diri,
berdandan, makan, BAB atau BAK
-Jelaskan
defisit perawatan diri
-Jelaskan cara
merawat kebersihan diri, berdandan, makan, BAB atau BAK
-Bermain peran
cara merawat
-Rencana tindak
lanjut keluarga atu jadwal keluarga untuk merawat pasien
|
||
Sp2
-Evaluasi Sp 1
-Latih keluarga
merawat langsung ke pasien, kebersihan diri dan berdandan
-RTL keluarga
atau jadwal keluarga untuk merawat pasien
|
||
Sp4
-Evaluasi
kemampuan keluarga
-Rencana tindak
lanjut keluarga
-Follow UP
-Rujukan
|
E.
Intervensi
Spesialis
a. Terapi
Individu : Terapi Perilaku : Token Ekonomi
b. Terapi
Kelompok : Supportif Group Therapy
c. Terapi
Keluarga : Terapi Triangle
d. Terapi
Komunitas : ACT (SAK FIK-UI, 2014)
BAHAN BACAAN
Depkes. (2000).
Standar pedoman perawatan jiwa.
Hawari, D. (2001).
Pendekatan holistik pada gangguan jiwa
skizoprenia, Jakarta : FKUI
Nurjana,
intansari.2001. pedoman penaganan pada
gangguan jiwa. Yogyakarta : momedia
Herdman, T.
(2012). Nursing diagnosis : definition
& classification 2012-2014. Indianapolis: Willey – Balkkwell.
FIK-UI, (2014).
Standar Asuhan Keperawatan: spesialis keperawatan jiwa, workshops ke-7,
Fakultas Ilmu keperawatan, Universitas Indonesia Jakarta
Kemenkes RI,
(2012) Modul: Pelatihan keperawatan jiwa masyarakat, pusat pendidikan tenaga
kesehatan, kementrian kesehatan republic Indonesia, Jakarta
Perry, potter.
2005 . buku ajar pundamental keperawatan
Jakarta :EGC
Stuart, G.W and
laraia (2005), principles and practice of
psychiatric nursing. (7th ed.). St. Louis : Mosby year book.
Stuart, G.W (2009)
principles and practice of Psychiatric
Nursing. (9th edition). St Louis :Mosby
Suliswati, dkk
(2005). Konsep dasar keperawatan
kesehatan jiwa, Jakarta : EGC
Wilkinson, (2007), diagnosa keperawatan, Jakarta, EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar