Diabetes
Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang
kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai
dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak
dan protein ( Askandar, 2000 ).
Diabetes
melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap
insulin (Corwin, 2001).
Ulkus
adalah luka terbuka pada permukaan kulit
atau selaput lender dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan
disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus
berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan
perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni,
2010).
Ulkus
Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes
Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita
Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui
pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah
2005).
Ulkus
kaki Diabetes (UKD) merupakan
komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes Melitus. Ulkus
kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes,
(Andyagreeni, 2010).
Kaki Diabetes
|
B.
KLASIFIKASI TIPE DM
Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group:
Classification and Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of
Glucosa Intolerance:
1.
Klasifikasi Klinis
a.
Diabetes Melitus
1.
Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2.
Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang
tidak mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b.
Gangguan Toleransi Glukosa (GTG).
c.
Diabetes Kehamilan (GDM)
2.
Klasifikasi risiko statistic
a.
Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b.
Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
C.
ETIOLOGI
Menurut Smeltzer
dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1.
Diabetes Melitus tergantung insulin
(DMTI)
a.
Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu
yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya.
b.
Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti
adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c.
Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin
(DMTTI)
Secara pasti
penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus
tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.
DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap
kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan
oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran
sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin
dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam
waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia
(Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang
lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat
timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1.
Usia ( resistensi insulin cenderung
meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2.
Obesitas
3.
Riwayat keluarga
4.
Kelompok etnik
3.
Diabetes dengan Ulkus
a.
Faktor endogen:
1.
Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik
yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa,
sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan
peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus
vaskuler
2.
Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor
genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3.
Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh
darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan
aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya
gangrene yang luas.
Aterosklerosis
dapat disebabkan oleh faktor:
- Adanya hormone aterogenik
- Merokok
- Hiperlipidemia
Manifestasi
kaki diabetes iskemia:\
- Kaki dingin
- Nyeri nocturnal
- Tidak terabanya denyut nadi
- Adanya pemucatan ekstrimitas
inferior
- Kulit mengkilap
- Hilangnya rambut dari jari kaki
- Penebalan kuku
- Gangrene kecil atau luas.
b.
Faktor eksogen
1.
Trauma
2.
Infeksi
D.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
1.
Anatomi Pankreas
Pankreas
merupakan sekumpulan kelenjar yang
panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa
dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1
dan 2 di belakang lambung.
Pankreas
juga merupakan kelenjar endokrin terbesar
yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala
) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan
bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian
utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh
atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar
pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus (Tambayong, 2001).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
a. Fungsi
eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.
b. Fungsi
endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang
bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin. Pulau
langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama,yaitu :
1.
Sel-sel A ( alpha ),
jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang manjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
2.
Sel-sel B ( betha ), jumlahnya
sekitar 60-80 % , membuat insulin
3.
Sel-sel D (delta), jumlahnya
sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang menghambat pelepasan insulin
dan glukagon . (Tambayong, 2001).
E.
PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Menurut Smeltzer dan Bare
(2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1.
Diabetes tipe
I
Pada Diabetes tipe
I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi
akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme
protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu
akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan
keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam
yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan
gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma
bahkan kematian.
2.
Diabetes tipe
II
Pada Diabetes tipe
II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka
yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar
glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat
gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh,
disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu
gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan
pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus
Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding
pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan
ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer,
kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk
keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris
perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang
membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya
iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang
masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan
closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal,
bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim
2009).
Pathway Diabetes Melitus (DM)
F.
MANIFESTASI KLINIS
1.
Diabetes Tipe I
a.
hiperglikemia berpuasa
b.
glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia,
polifagia
c.
keletihan dan kelemahan
d.
ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,
hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma,
kematian)
2.
Diabetes Tipe II
a.
lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b.
gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah
tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur.
c.
komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit
vaskular perifer)
3.
Ulkus
Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat
mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral
itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi
arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a.
Pain (nyeri)
b.
Paleness (kepucatan)
c.
Paresthesia (kesemutan)
d.
Pulselessness (denyut
nadi hilang)
e.
Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan
timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a.
Stadium I : asimptomatis
atau gejala tidak khas (kesemutan).
b.
Stadium II : terjadi
klaudikasio intermiten
c.
Stadium III : timbul
nyeri saat istitrahat.
d.
Stadium IV : terjadinya
kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer
dan Bare (2001: 1220).
Klasifikasi
:
Wagner
(1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
Derajat
0 :Tidak ada lesi terbuka,
kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus
“.
Derajat
I : Ulkus superfisial terbatas
pada kulit.
Derajat
II :Ulkus dalam menembus
tendon dan tulang
Derajat
III : Abses dalam, dengan atau
tanpa osteomielitis.
Derajat
IV : Gangren jari kaki atau bagian distal
kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat
V : Gangren seluruh kaki atau
sebagian tungkai.
DIABETES MELITUS (DM)
|
G. KOMPLIKASI
Komplikasi
yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
1.
Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai
akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah.
a.
Hipoglikemia.
b.
Ketoasidosis diabetic (DKA)
c.
sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2.
Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a.
Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai
sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral.
b.
Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun
makrovaskular.
c.
Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan
autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d.
Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1.
Grade 0
: tidak ada
luka
2.
Grade I : kerusakan
hanya sampai pada
permukaan kulit
3.
Grade II : kerusakan kulit mencapai
otot dan tulang
4.
Grade
III : terjadi abses
5.
Grade
IV : Gangren pada
kaki bagian distal
6.
Grade
V : Gangren
pada seluruh kaki dan tungkai
3. Komplikasi jangka
panjang dari diabetes
Organ/jaringan yg terkena
|
Yang Terjadi
|
Komplikasi
|
Pembuluh darah
|
- Plak aterosklerotik terbentuk
& menyumbat arteri berukuran besar atau sedang di jantung, otak, tungkai
& penis.
- Dinding pembuluh darah kecil
mengalami kerusakan sehingga pembuluh tidak dapat mentransfer oksigen secara
normal & mengalami kebocoran
|
- Sirkulasi yg jelek menyebabkan
penyembuhan luka yg jelek & bisa menyebabkan penyakit jantung, stroke,
gangren kaki & tangan, impoten & infeksi
|
Mata
|
- Terjadi kerusakan pada pembuluh
darah kecil retina
|
- Gangguan penglihatan & pada
akhirnya bisa terjadi kebutaan
|
Ginjal
|
- Penebalan pembuluh darah ginjal
- Protein bocor ke dalam air kemih
- Darah tidak disaring secara normal
|
- Fungsi ginjal yg buruk
Gagal ginjal |
Saraf
|
- Kerusakan saraf karena glukosa
tidak dimetabolisir secara normal & karena aliran darah berkurang
|
- Kelemahan tungkai yg terjadi
secara tiba-tiba atau secara perlahan
- Berkurangnya rasa, kesemutan &
nyeri di tangan & kaki
- Kerusakan saraf menahun
|
Sistem saraf otonom
|
- Kerusakan pada saraf yg
mengendalikan tekanan darah & saluran pencernaan
|
- Tekanan darah yg naik-turun
- Kesulitan menelan & perubahan
fungsi pencernaan disertai serangan diare
|
Kulit
|
- Berkurangnya aliran darah ke kulit
& hilangnya rasa yg menyebabkan cedera berulang
|
- Luka, infeksi dalam (ulkus
diabetikum)
- Penyembuhan luka yg jelek
|
Darah
|
- Gangguan fungsi sel darah putih
|
- Mudah terkena infeksi, terutama infeksi
saluran kemih & kulit
|
H.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi
daripada darah vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan
deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi.
2.
Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa
darah > 160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji
dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode
yang populer: carik celup memakai GOD.
3.
Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam
asetoasetat cepat didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai
Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi.
4.
Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak
darah: (Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel
insula langerhans ( islet cellantibody)
I.
PENATALAKSANAAN
1.
Medis
a.
Obat
1.
Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a.
Mekanisme kerja sulfanilurea
-
kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
-
kerja OAD tingkat reseptor.
b.
Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
-
Biguanida pada tingkat prereseptor à ekstra
pankreatik
1.
Menghambat absorpsi karbohidrat
2.
Menghambat glukoneogenesis di hati
3.
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
4.
Biguanida pada tingkat reseptor :
meningkatkan jumlah reseptor insulin
5.
Biguanida pada tingkat pascareseptor
: mempunyai efek intraseluler
b.
Insulin
1.
Indikasi penggunaan insulin
a.
DM tipe I
b.
DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat
dengan OAD
c.
DM kehamilan
d.
DM dan gangguan faal hati yang berat
e.
DM dan infeksi akut (selulitis,
gangren)
f.
DM dan TBC paru akut
g.
DM dan koma lain pada DM
h.
DM operasi
2.
Insulin diperlukan pada
keadaan :
a.
Penurunan berat badan
yang cepat.
b.
Hiperglikemia berat yang
disertai ketoasidosis.
c.
Ketoasidosis diabetik.
d.
Gangguan fungsi ginjal
atau hati yang berat.
2.
Keperawatan
Usaha perawatan dan
pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika
atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan
larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan
kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril.
Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap
kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.Menurut
Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes
Melitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,
sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya
komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a.
Diet
Diet dan pengendalian
berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan esensial,
memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan
menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1.
Jumlah sesuai kebutuhan
2.
Jadwal diet ketat
3.
Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket
yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
1.
Diit DM I
: 1100 kalori
2.
Diit DM II
: 1300 kalori
3.
Diit DM III
: 1500 kalori
4.
Diit DM IV
: 1700 kalori
5.
Diit DM V
: 1900 kalori
6.
Diit DM VI
: 2100 kalori
7.
Diit DM VII
: 2300 kalori
8.
Diit DM
VIII: 2500
kalori
Diit
I s/d III : diberikan kepada
penderita yang terlalu gemuk
Diit
IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan
berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada
penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.
Penentuan
jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative
body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR
= ------------------X 100 %
TB (cm) – 100
1.
Kurus (underweight) :
BBR < 90 %
2.
Normal (ideal) :
BBR 90 – 110 %
3.
Gemuk (overweight) :
BBR > 110 %
4.
Obesitas, apabila :
BBR > 120 %
-
Obesitas ringan :
BBR 120 – 130 %
-
Obesitas
sedang :
BBR 130 – 140 %
-
Obesitas berat
: BBR 140 – 200 %
-
Morbid
: BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari
untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah:
1.
Kurus :
BB X 40 – 60 kalori sehari
2.
Normal :
BB X 30 kalori sehari
3.
Gemuk :
BB X 20 kalori sehari
4.
Obesitas :
BB X 10-15 kalori sehari
b.
Latihan
Dengan latihan ini
misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
kadar insulin.
c.
Pemantauan
Dengan melakukan
pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita
diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d.
Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin
sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa
darah sesudah makan dan pada malam hari.
e.
Pendidikan
Tujuan dari pendidikan
ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam melakukan
penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes
itu sendiri.
Pendidikan
kesehatan perawatan kaki
1.
Hiegene kaki:
-
Cuci kaki setiap hari, keringkan
sela-sela jari dengan cara menekan, jangan digosok.
-
Setelah kering diberi lotion untuk
mencegah kering, bersisik dan gesekan yang berlebih
-
Potong kuku secara teratur dan susut
kuku jangan dipotong
-
Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak
dan tidak sempit
-
Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat
serta tidak sempit
-
Bila terdapat callus, hilangkan callus
yang berlebihan dengan cara kaki direndam dalam air hangat sekitar 10 menit
kemudian gosok dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas.
2.
Alas kaki yang tepat
3.
Mencegah trauma kaki
4.
Berhenti merokok
5.
Segera bertindak jika ada masalah
f.
Kontrol nutrisi dan
metabolic
Faktor nutrisi merupakan
salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan
hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb
diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada
penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi
yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau
inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan
dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol
gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan
melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan
sebagai perawatan pasien secara total.
g.
Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban
berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi
bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus.
Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus
dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan
karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan
terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada
tempat luka.
h.
Tindakan Bedah
Berdasarkan berat
ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat
ditentukan sebagai berikut :
b.
Derajat I - V :
pengelolaan medik dan bedah minor
SOP PERAWATAN LUKA DM
A.
TAHAP PRE INTERAKSI
1.
Cek catatan medis dan perawatan
2. Kaji kebutuhan klien untuk manajemen
nyeri farmakologi (analgetik) atau nonfarmakologi saat akan dilakukan perawatan
luka.
3.
Cuci tangan
4.
Siapkan alat-alat:
a.
Satu set perawatan luka steril/ bak
steril:
-
Pinset anatomis 2 buah
-
Pinset chirurgis 1 buah
-
Gunting jaringan 1 buah
-
Kassa steril
-
Kom berisi larutan pembersih (normal
salin 0,9% sesuai order dokter)
b.
Alat non steril:
-
Sarung tangan bersih
-
Kapas alcohol
-
Korentang
-
Perlak atau pengalas
-
Bengkok
-
Kom berisi Lysol 1%
-
Gunting verban/ plester
-
Verban
-
Plester
-
Schort
-
Masker
-
Obat sesuai program medis
-
Tempat sampah
B.
TAHAP ORIENTASI
1.
Siapkan dan dekatkan alat-alat dekat
pasien
2.
Memberi salam, panggil klien serta
mengenalkan diri
3.
Menerangkan prosedur dan tujuan
tindakan
4.
Berikan kesempatan pada pasien untuk
bertanya.
C.
TAHAP KERJA
1.
Cuci tangan
2.
Jaga privasi klien
3.
Gunakan schort, masker
4.
Gunakan sarung tangan bersih sebagai proteksi
5.
Tempatkan tempat sampah dekat dengan
kita
6.
Atur posisi klien senyaman mungkin
dan yang memudahkan dalam perawatan luka
7.
Pasang perlak dan pengalas di bawah
pada bagian luka yang akan dirawat
8.
Taruh bengkok dekat dengan luka
9.
Lepaskan plester, ikatan atau
balutan dengan pinset, basahi plester dengan kapas yang diolesi alcohol dan
tarik plester perlahan sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan dengan
menggunakan pinset anatomis. Bila balutan lengket dengan luka maka basahi
dengan dengan NS secukupnya.
10.
Angkat balutan dan pertahankan
permukaan kotor jauh dari penglihatan klien.
11.
Buang balutan kotor pada bengkok
12.
Inspeksi keadaan luka (tipe luka,
derajat luka, tanda-tanda infeksi,pus)
13.
Taruh pinset yang telah digunakan di
cairan desinfektan dan lepaskan sarung tangan bersih.
14.
Gunakan teknik steril dalam membuka
alat-alat steril dan menuangkan cairan sesuai order.
15.
Pakai sarung tangan steril dan ambil
pinset anatomis dan chirurgis
16.
Pegang pinset chirurgis pada tangan
dominan dan anatomis pada tangan non dominan untuk memegang kassa yang telah
dibasahi dengan normal salin 0,9%.
17.
Bersihkan luka menggunakan tangan
dominant dengan gerakan satu arah sirkuler (dalam ke luar) atau (atas ke bawah)
dengan ganti kassa pada tiap area.keluarkan pus dengan menekan area luka secara
perlahan, pada jaringan nekrosis dapat dilakukan debridement.
18.
Keringakan luka dengan kassa kering
19.
Beri obat pada area luka sesuai
dengan order
20.
Tutup luka dengan kassa kering
sesuai dengan kebutuhan
21.
Balut luka dengan verban
22.
Pasang plester untuk fiksasi balutan
23.
Buang kotoran pada bengkok pada
tempat sampah dan bereskan alat
24.
Lepaskan sarung tangan
25.
Cuci tangan
D.
TAHAP TERMINASI
1.
Evaluasi perasaan klien
2.
Simpulkan hasil kegiatan
3.
Berikan reinforcement positif
4.
Lakukan kontrak untuk kegiatan
selanjutnya
5.
Akhiri kegiatan
E.
TAHAP DOKUMENTASI
1.
Hari, tanggal, nama pasien,
tindakan, keadaan luka, tanda tangan perawat.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin
diabetes melitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata,
riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan
diabetes melitus :
1.
Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
koma
2.
Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan
pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola
mata cekung.
3.
Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung
dan pucat.
4.
Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5.
Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan,
lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
6.
Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
7.
Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8.
Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9.
Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun
dan terjadi impoten pada pria.
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis.
3.
Kerusakan integritas jaringan
berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan
penurunan sensabilitas (neuropati)
4.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot
5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal
(Familiar) dengan sumber informasi.
6.
Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
7.
PK: Hipo / Hiperglikemi
8.
PK : Infeksi
C.
RENCANA
KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
|
NOC
|
NIC
|
1
|
Nyeri akut b/d agen injuri fisik
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, tingkat kenyamanan klien meningkat,
dan dibuktikan dengan level nyeri:
klien dapat melaporkan nyeri pada petugas, frekuensi
nyeri, ekspresi wajah, dan menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis,
TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt
Control nyeri dibuktikan dengan klien melaporkan
gejala nyeri dan control nyeri.
|
Manajemen nyeri :
Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien sebelumnya.
Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
Kurangi ontro presipitasi nyeri.
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non
farmakologis)..
Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll)
untuk mengetasi nyeri..
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak berhasil.
Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis
optimal.
Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek
samping.
|
2.
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor
biologis.
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan
dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan
nutrisi adekuat
|
Manajemen Nutrisi
1. kaji pola makan klien
2. Kaji adanya alergi makanan.
3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih
sesuai dengan kebutuhan klien.
5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
6.Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan
klien makan.
3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6.Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input
makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan kalori.
|
3.
|
Kerusakan integritas jaringan bd faktor
mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas
(neuropati)
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan, Wound healing meningkat
dengan criteria:
Luka mengecil dalam ukuran dan peningkatan granulasi jaringan
|
Wound care
1. Catat
karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka, dan klasifikasi
pengaruh ulcers
Catat karakteristik cairan secret yang keluar
3. Bersihkan dengan cairan anti
bakteri
4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
5. Lakukan nekrotomi K/P
6. Lakukan tampon yang sesuai
Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan
perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada balutan
Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari tekanan
|
4..
|
Kerusakan mobilitas fisik bd tidak nyaman nyeri,
intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot
|
Setelah dilakukan Asuhan keperawatan, dapat
teridentifikasi Mobility level
Joint movement: aktif.
Self care:ADLs
Dengan criteria hasil:
1. Aktivitas fisik meningkat
2. ROM normal
3. Melaporkan perasaan peningkatan
kekuatan kemampuan dalam bergerak
4. Klien bisa melakukan aktivitas
5. Kebersihan diri klien terpenuhi
walaupun dibantu oleh perawat atau keluarga
|
Terapi Exercise : Pergerakan
sendi
Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami
Kolaborasi dengan fisioterapi
Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan
sendi
4. Pastikan klien untuk
mempertahankan pergerakan sendi
5. Pastikan klien bebas
dari nyeri sebelum diberikan latihan
6. Anjurkan ROM Exercise
aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif.
Exercise promotion
1. Bantu
identifikasi program latihan yang sesuai
2. Diskusikan dan
instruksikan pada klien mengenai latihan yang tepat
Exercise terapi ambulasi
1. Anjurkan dan
Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi
2. Atur posisi
setiap 2 jam atau sesuai toleransi
3. Fasilitasi
penggunaan alat Bantu
Self care assistance:
Bathing/hygiene, dressing,
feeding and toileting.
1. Dorong
keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri,
berpakaian, makan dan toileting klien
2. Berikan
bantuan kebutuhan sehari – hari sampai klien dapat merawat secara mandiri
3. Monitor kebersihan kuku, kulit,
berpakaian , dietnya dan pola eliminasinya.
4. Monitor kemampuan perawatan diri
klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
5. Dorong klien
melakukan aktivitas normal keseharian sesuai kemampuan
6. Promosi aktivitas sesuai usia
|
5.
|
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan,
pengetahuan klien meningkat.
Knowledge : Illness Care dg kriteria :
1 Tahu Diitnya
2 Proses penyakit
3 Konservasi energi
4 Kontrol infeksi
5 Pengobatan
6 Aktivitas yang dianjurkan
7 Prosedur pengobatan
8 Regimen/aturan pengobatan
9 Sumber-sumber kesehatan
10
Manajemen penyakit
|
Teaching : Dissease Process
1. Kaji
tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit
2. Jelaskan
tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin
3. Sediakan
informasi tentang kondisi klien
4. Siapkan
keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan
klien
5. Sediakan
informasi tentang diagnosa klien
6. Diskusikan
perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit
7. Diskusikan
tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan
8. Jelaskan
alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
9. Dorong klien
untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang mungkin
terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah efek
samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang
ada
13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda
dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan
14. kolaborasi dg tim yang lain.
|
6.
|
Defisit self care
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien mampu
Perawatan diri
Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator :
· Pasien dapat melakukan aktivitas
sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)
· Kebersihan diri pasien terpenuhi
|
Bantuan perawatan diri
1. Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri
2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian,
toileting dan makan
3. Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat
diri
4. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
5. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai kemampuannya
6. Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
7. Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
8. Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam
melakukan perawatan diri sehari hari.
|
7.
|
PK: Hipo / Hiperglikemi
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan perawat
akan menangani dan meminimalkan episode hipo / hiperglikemia
|
Managemen Hipoglikemia:
1. Monitor
tingkat gula darah sesuai indikasi
2. Monitor tanda
dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab
pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.
3. Jika klien
dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar
gula darah > 69 mg/dl
4. Berikan
glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol
5. K/P
kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.
Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR
sesuai indikasi
2. Monitor tanda
dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl, pernafasan bau
aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan muntah,
tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan
kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s
:TD dan nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi
dengan dokter jika tanda dan gejala Hiperglikemia menetap atau memburuk
8. Dampingi/
Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
9. Batasi
latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi (
frekuensi & irama, warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan
kalium
11. Anjurkan banyak minum
Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan
|
8.
|
PK : Infeksi
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, perawat akan
menangani / mengurangi komplikasi defesiensi imun
|
1. Pantau tanda dan
gejala infeksi primer & sekunder
2. Bersihkan
lingkungan setelah dipakai pasien lain.
3. Batasi pengunjung
bila perlu.
4. Intruksikan kepada
keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.
5. Gunakan sabun anti
miroba untuk mencuci tangan.
6. Lakukan cuci tangan
sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
7. Gunakan baju dan
sarung tangan sebagai alat pelindung.
8. Pertahankan teknik
aseptik untuk setiap tindakan.
9. Lakukan perawatan
luka dan dresing infus setiap hari.
10. Amati keadaan luka dan
sekitarnya dari tanda – tanda meluasnya infeksi
11. Tingkatkan intake
nutrisi.dan cairan
12. Berikan antibiotik
sesuai program.
13. Monitor hitung
granulosit dan WBC.
14. Ambil kultur jika perlu
dan laporkan bila hasilnya positip.
15. Dorong istirahat yang
cukup.
16. Dorong peningkatan
mobilitas dan latihan.
17. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar