LP (Laporan Pendahuluan) Keperawatan Lengkap

Kumpulan Laporan Pendahuluan Keperawatan, Asuhan Keperawatan Lengkap,SAP Dan Leaflet, Tugas-Tugas Kuliah Keperawatan Lainnya

03/03/17

Laporan Pendahuluan Diabetes Melitus (DM)

A.           DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2000 ).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).


          Kaki Diabetes
B.            KLASIFIKASI TIPE DM
Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
1.             Klasifikasi Klinis
a.             Diabetes Melitus
1.             Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2.             Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b.             Gangguan Toleransi Glukosa (GTG).
c.             Diabetes Kehamilan (GDM)
2.             Klasifikasi risiko statistic
a.             Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b.             Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

C.           ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1.             Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a.              Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b.             Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c.              Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2.             Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1.             Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2.             Obesitas
3.             Riwayat keluarga
4.             Kelompok etnik

3.             Diabetes dengan Ulkus
a.              Faktor endogen:
1.             Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
2.             Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3.             Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
-       Adanya hormone aterogenik
-       Merokok
-       Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:\
-       Kaki dingin
-       Nyeri nocturnal
-       Tidak terabanya denyut nadi
-       Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
-       Kulit mengkilap
-       Hilangnya rambut dari jari kaki
-       Penebalan kuku
-       Gangrene kecil atau luas.
b.             Faktor eksogen
1.             Trauma
2.             Infeksi

D.           ANATOMI DAN FISIOLOGI
1.             Anatomi Pankreas  
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus (Tambayong, 2001).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
a.    Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit.
b.    Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin. Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama,yaitu :
1.             Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
2.             Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin
3.             Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang menghambat pelepasan insulin dan glukagon . (Tambayong, 2001).
Anatomi Pankreas
E.            PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1.             Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2.             Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
              Pathway Diabetes Melitus (DM)
F.            MANIFESTASI KLINIS
1.             Diabetes Tipe I
a.             hiperglikemia berpuasa
b.             glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c.             keletihan dan kelemahan
d.             ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2.             Diabetes Tipe II
a.             lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b.             gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur.
c.             komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3.             Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a.             Pain (nyeri)
b.             Paleness (kepucatan)
c.             Paresthesia (kesemutan)
d.             Pulselessness (denyut nadi hilang)
e.             Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a.              Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b.             Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c.              Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d.             Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (2001: 1220).
DIABETES MELITUS (DM)
Klasifikasi :
Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
Derajat 0        :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I          : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II         :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III        : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV      : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V        : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
DIABETES MELITUS (DM)
G.   KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
1.             Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah.
a.             Hipoglikemia.
b.             Ketoasidosis diabetic (DKA)
c.             sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2.             Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a.             Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral.
b.             Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c.             Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d.             Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1.             Grade 0 : tidak ada luka
2.             Grade : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3.             Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4.             Grade III            : terjadi abses
5.             Grade IV           : Gangren pada kaki bagian distal
6.             Grade V            : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai

3.      Komplikasi jangka panjang dari diabetes
Organ/jaringan yg terkena
Yang Terjadi
Komplikasi
Pembuluh darah
-  Plak aterosklerotik terbentuk & menyumbat arteri berukuran besar atau sedang di jantung, otak, tungkai & penis.
-  Dinding pembuluh darah kecil mengalami kerusakan sehingga pembuluh tidak dapat mentransfer oksigen secara normal & mengalami kebocoran
- Sirkulasi yg jelek menyebabkan penyembuhan luka yg jelek & bisa menyebabkan penyakit jantung, stroke, gangren kaki & tangan, impoten & infeksi
Mata
-  Terjadi kerusakan pada pembuluh darah kecil retina
- Gangguan penglihatan & pada akhirnya bisa terjadi kebutaan
Ginjal
-  Penebalan pembuluh darah ginjal
-  Protein bocor ke dalam air kemih
-  Darah tidak disaring secara normal
- Fungsi ginjal yg buruk
Gagal ginjal
Saraf
-  Kerusakan saraf karena glukosa tidak dimetabolisir secara normal & karena aliran darah berkurang
- Kelemahan tungkai yg terjadi secara tiba-tiba atau secara perlahan
-   Berkurangnya rasa, kesemutan & nyeri di tangan & kaki
- Kerusakan saraf menahun
Sistem saraf otonom
-  Kerusakan pada saraf yg mengendalikan tekanan darah & saluran pencernaan
- Tekanan darah yg naik-turun
- Kesulitan menelan & perubahan fungsi pencernaan disertai serangan diare
Kulit
-  Berkurangnya aliran darah ke kulit & hilangnya rasa yg menyebabkan cedera berulang
- Luka, infeksi dalam (ulkus diabetikum)
- Penyembuhan luka yg jelek
Darah
-  Gangguan fungsi sel darah putih
- Mudah terkena infeksi, terutama infeksi saluran kemih & kulit

H.           PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.             Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi.
2.             Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin:  + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang  populer: carik celup memakai GOD.
3.             Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi.
4.             Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)
I.              PENATALAKSANAAN
1.             Medis
a.             Obat
1.             Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a.              Mekanisme kerja sulfanilurea
-                 kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
-                 kerja OAD tingkat reseptor.
b.             Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
-                 Biguanida pada tingkat prereseptor à ekstra pankreatik
1.             Menghambat absorpsi karbohidrat
2.             Menghambat glukoneogenesis di hati
3.             Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
4.             Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
5.             Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b.             Insulin
1.             Indikasi penggunaan insulin
a.              DM tipe I
b.             DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c.              DM kehamilan
d.             DM dan gangguan faal hati yang berat
e.              DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f.               DM dan TBC paru akut
g.             DM dan koma lain pada DM
h.             DM operasi
2.             Insulin diperlukan pada keadaan :
a.              Penurunan berat badan yang cepat.
b.             Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c.              Ketoasidosis diabetik.
d.             Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
2.             Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Melitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a.             Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1.             Jumlah sesuai kebutuhan
2.             Jadwal diet ketat
3.             Jenis: boleh dimakan/tidak

Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
1.             Diit DM I      :           1100 kalori
2.             Diit DM II     :           1300 kalori
3.             Diit DM III    :           1500 kalori
4.             Diit DM IV   :           1700 kalori
5.             Diit DM V    :           1900 kalori
6.             Diit DM VI   :           2100 kalori
7.             Diit DM VII  :           2300 kalori
8.             Diit DM VIII:            2500 kalori
Diit I s/d III         : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V      : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII   : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
                BB (Kg)
BBR =    ------------------X 100 %
             TB (cm) – 100
1.             Kurus (underweight)        :           BBR < 90 %
2.             Normal (ideal)                  :           BBR 90 – 110 %
3.             Gemuk (overweight)        :           BBR > 110 %
4.             Obesitas, apabila              :           BBR > 120 %
-                Obesitas ringan :           BBR 120 – 130 %
-                Obesitas sedang           :           BBR 130 – 140 %
-                Obesitas berat    :           BBR 140 – 200 %
-                Morbid           :     BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah:
1.             Kurus                   : BB X 40 – 60 kalori sehari
2.             Normal                 : BB X 30 kalori sehari
3.             Gemuk                 : BB X 20 kalori sehari
4.             Obesitas               : BB X 10-15 kalori sehari
b.             Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c.             Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d.             Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e.             Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
Pendidikan kesehatan perawatan kaki
1.             Hiegene kaki:
-                 Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan digosok.
-                 Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan yang berlebih
-                 Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
-                 Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
-                 Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
-                 Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki direndam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas.
2.             Alas kaki yang tepat
3.             Mencegah trauma kaki
4.             Berhenti merokok
5.             Segera bertindak jika ada masalah
f.              Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
g.             Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
h.             Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut :
a.              Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b.             Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor

SOP PERAWATAN LUKA DM
A.           TAHAP PRE INTERAKSI
1.             Cek catatan medis dan perawatan
2.          Kaji kebutuhan klien untuk manajemen nyeri farmakologi (analgetik) atau nonfarmakologi saat akan dilakukan perawatan luka.
3.             Cuci tangan
4.             Siapkan alat-alat:
a.             Satu set perawatan luka steril/ bak steril:
-                 Sarung tangan steril 1 pasang
-                 Pinset anatomis 2 buah
-                 Pinset chirurgis 1 buah
-                 Gunting jaringan 1 buah
-                 Kassa steril
-                 Kom berisi larutan pembersih (normal salin 0,9% sesuai order dokter)

b.             Alat non steril:
-                 Sarung tangan bersih
-                 Kapas alcohol
-                 Korentang
-                 Perlak atau pengalas
-                 Bengkok
-                 Kom berisi Lysol 1%
-                 Gunting verban/ plester
-                 Verban
-                 Plester
-                 Schort
-                 Masker
-                 Obat sesuai program medis
-                 Tempat sampah
B.            TAHAP ORIENTASI
1.             Siapkan dan dekatkan alat-alat dekat pasien
2.             Memberi salam, panggil klien serta mengenalkan diri
3.             Menerangkan prosedur dan tujuan tindakan
4.             Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya.
C.            TAHAP KERJA
1.             Cuci tangan
2.             Jaga privasi klien
3.             Gunakan schort, masker
4.              Gunakan sarung tangan bersih sebagai proteksi
5.             Tempatkan tempat sampah dekat dengan kita
6.             Atur posisi klien senyaman mungkin dan yang memudahkan dalam perawatan luka
7.             Pasang perlak dan pengalas di bawah pada bagian luka yang akan dirawat
8.             Taruh bengkok dekat dengan luka
9.             Lepaskan plester, ikatan atau balutan dengan pinset, basahi plester dengan kapas yang diolesi alcohol dan tarik plester perlahan sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan dengan menggunakan pinset anatomis. Bila balutan lengket dengan luka maka basahi dengan dengan NS secukupnya.
10.         Angkat balutan dan pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan klien.
11.         Buang balutan kotor pada bengkok
12.         Inspeksi keadaan luka (tipe luka, derajat luka, tanda-tanda infeksi,pus)
13.         Taruh pinset yang telah digunakan di cairan desinfektan dan lepaskan sarung tangan bersih.
14.         Gunakan teknik steril dalam membuka alat-alat steril dan menuangkan cairan sesuai order.
15.         Pakai sarung tangan steril dan ambil pinset anatomis dan chirurgis
16.         Pegang pinset chirurgis pada tangan dominan dan anatomis pada tangan non dominan untuk memegang kassa yang telah dibasahi dengan normal salin 0,9%.
17.         Bersihkan luka menggunakan tangan dominant dengan gerakan satu arah sirkuler (dalam ke luar) atau (atas ke bawah) dengan ganti kassa pada tiap area.keluarkan pus dengan menekan area luka secara perlahan, pada jaringan nekrosis dapat dilakukan debridement.
18.         Keringakan luka dengan kassa kering
19.         Beri obat pada area luka sesuai dengan order
20.         Tutup luka dengan kassa kering sesuai dengan kebutuhan
21.         Balut luka dengan verban
22.         Pasang plester untuk fiksasi balutan
23.         Buang kotoran pada bengkok pada tempat sampah dan bereskan alat
24.         Lepaskan sarung tangan
25.         Cuci tangan
D.           TAHAP TERMINASI
1.             Evaluasi perasaan klien
2.             Simpulkan hasil kegiatan
3.             Berikan reinforcement positif
4.             Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
5.             Akhiri kegiatan
E.            TAHAP DOKUMENTASI
1.             Hari, tanggal, nama pasien, tindakan, keadaan luka, tanda tangan perawat.

Kaki Diabetik/ Diabetes

ASUHAN KEPERAWATAN
A.           PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :
1.             Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma
2.             Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.

3.             Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4.             Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5.             Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
6.             Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
7.             Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8.             Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9.             Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.

B.            DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.             Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2.             Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
3.             Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
4.             Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot
5.             Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber informasi.
6.             Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
7.             PK: Hipo / Hiperglikemi
8.             PK : Infeksi

C.           RENCANA KEPERAWATAN
No
Diagnosa
NOC
NIC
1
Nyeri akut b/d agen injuri fisik
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, tingkat kenyamanan klien meningkat, dan dibuktikan dengan level nyeri:
klien dapat melaporkan nyeri pada petugas, frekuensi nyeri, ekspresi wajah,  dan menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis, TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt
Control nyeri  dibuktikan dengan klien melaporkan gejala nyeri dan control nyeri.
Manajemen nyeri :
Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
Observasi  reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
Kurangi ontro presipitasi nyeri.
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat
Manajemen Nutrisi
1. kaji pola makan klien
2. Kaji adanya alergi makanan.
3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
6.Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.
7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6.Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan kalori.
3.
Kerusakan integritas jaringan bd faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Wound healing meningkat
dengan criteria:
Luka mengecil dalam ukuran dan peningkatan granulasi jaringan
Wound care
1.    Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka, dan klasifikasi pengaruh ulcers
Catat karakteristik cairan secret yang keluar
3.    Bersihkan dengan cairan anti bakteri
4.    Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
5.    Lakukan nekrotomi K/P
6.    Lakukan tampon yang sesuai
Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan
8.   Lakukan pembalutan
Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada balutan
Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari tekanan
4..
Kerusakan mobilitas fisik bd tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot
Setelah dilakukan Asuhan keperawatan, dapat teridentifikasi Mobility level
Joint movement: aktif.
Self care:ADLs
Dengan criteria hasil:
1. Aktivitas fisik meningkat
2. ROM normal
3. Melaporkan perasaan peningkatan kekuatan kemampuan dalam bergerak
4. Klien bisa melakukan aktivitas
5. Kebersihan diri klien terpenuhi walaupun dibantu oleh perawat atau keluarga
Terapi Exercise : Pergerakan sendi
Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami
Kolaborasi dengan fisioterapi
Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan sendi
4.  Pastikan klien untuk mempertahankan pergerakan sendi
5.  Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum diberikan latihan
6.  Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif.
Exercise promotion
1.   Bantu identifikasi  program latihan yang sesuai
2.    Diskusikan dan instruksikan pada klien mengenai latihan yang tepat
Exercise terapi ambulasi
1.    Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi
2.    Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi
3.    Fasilitasi penggunaan alat Bantu
Self care assistance:
Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting.
1.    Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri, berpakaian, makan dan toileting klien
2.    Berikan bantuan kebutuhan sehari – hari sampai klien dapat merawat secara mandiri
3.    Monitor kebersihan kuku, kulit, berpakaian , dietnya dan pola eliminasinya.
4.    Monitor kemampuan perawatan diri klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
5.    Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian sesuai kemampuan
6.    Promosi aktivitas sesuai usia
5.
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, pengetahuan klien meningkat.
Knowledge : Illness Care dg kriteria :
1  Tahu Diitnya
2  Proses penyakit
3  Konservasi energi
4  Kontrol infeksi
5  Pengobatan
6  Aktivitas yang dianjurkan
7  Prosedur pengobatan
8  Regimen/aturan pengobatan
9  Sumber-sumber kesehatan
10                    Manajemen penyakit

Teaching : Dissease Process
1.    Kaji  tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit
2.    Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin
3.    Sediakan informasi tentang kondisi klien
4.    Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien
5.    Sediakan informasi tentang diagnosa klien
6.    Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit
7.    Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan
8.    Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
9.    Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan
14. kolaborasi dg  tim yang lain.
6.
Defisit self care
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien mampu Perawatan diri
Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator :
·   Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)
·   Kebersihan diri pasien terpenuhi

Bantuan perawatan diri
1. Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri
2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan
3. Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri
4. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
5. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya
6. Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
7. Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
8. Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.
7.
PK: Hipo / Hiperglikemi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan perawat akan menangani dan meminimalkan episode hipo / hiperglikemia

Managemen Hipoglikemia:
1.    Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
2.    Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.
3.    Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar gula darah > 69 mg/dl
4.    Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol
5.    K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia
1.    Monitor GDR sesuai indikasi
2.    Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun.
3.    Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4.    Berikan insulin sesuai order
5.    Pertahankan akses IV
6.    Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7.    Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala Hiperglikemia menetap atau memburuk
8.    Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
9.    Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan
8.
PK : Infeksi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, perawat akan menangani / mengurangi komplikasi defesiensi imun  
1.   Pantau tanda dan gejala infeksi primer & sekunder
2.   Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
3.   Batasi pengunjung bila perlu.
4.   Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.
5.   Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.
6.   Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
7.   Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
8.   Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
9.   Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.
10.  Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda – tanda meluasnya infeksi
11.  Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan
12.  Berikan antibiotik sesuai program.
13.  Monitor hitung granulosit dan WBC.
14.  Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila hasilnya positip.
15.  Dorong istirahat yang cukup.
16.  Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
17.  Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.



Tidak ada komentar: