BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan suatu
keadaan yang memungkinkan untuk terjadinya perkembangan fisik, intelektual, dan
emosional individu secara potimal, sejauh perkembangan tersebut sesuai dengan
perkembangan optimal individu-individu lain.
Sementara itu, gangguan jiwa adalah
suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang bermakna, berupa sindrom pola
perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan adanya distress (tidak
nyaman, tidak tentram, rasa nyeri), distabilitas (tidak mampu mengerjakan
pekerjaan sehari-hari), atau meningkatkan resiko kematian, kesakitan, dan
distabilitas.
Gangguan
jiwa adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental atau kesehatan mental
yg disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi
kejiwaan terhadap stimulus ekstern dan ketegangan-ketegangan sehingga muncul
gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu bagian, suatu organ, atau
sistem kejiwaan mental (Erlinafsiah, 2010).
Gangguan jiwa merupakan suatu kondisi di mana
keberlangsungan fungsi mental menjadi
tidak normal baik kapasitasnya
maupun keakuratannya.
Definisi lain tentang apa itu
gangguan jiwa adalah dengan membandingkan dengan definisi kesehatan mental WHO
" Mental health is a state of complete physical, mental and social
well-being, and not merely the absence of disease" (WHO, 2012)”
Kurang lebih terjemahan bebasnya adalah: “ Kesehatan mental adalah suatu
keadaan lengkap secara fisik, mental, dan kesejahteraan-sosial, dan tidak
semata-mata ketiadaan suatu penyakit”.
Kesehatan menurut
World Health Organization (WHO) adalah
suatu keadaan sejahtera baik fisik, mental dan sosial, tidak hanya terbebas
dari penyakit atau kecacatan. Secara analogi kesehatan jiwa pun
bukan hanya tidak adanya gangguan
jiwa,
melainkan mengandung berbagai karakteristik positif yang menggambarkan
keselarasan dan kesinambungan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan dari kepribadian yang
bersangkutan.
Undanga-undang No.36 tahun 2009
tentang kesehatan bab IX pasal 144 menyatakan
upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat
menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat,
bebas dari ketakutan, tekanan dan gangguan jiwa. Jumlah klien dengan gangguan
jiwa dunia berdasarkan WHO (2009) vadalah 450 juta penduduk dunia mengalami
gangguan jiwa, 10% orang dewasa dan 25% penduduk dunia tersebut berkembang/beresiko
mengalami gangguan jiwa.
Gangguan jiwa mencapai 13% dari
penyakit secara kesluruhan dan kemungkinan akan berkembang menjadi 25%ditahun
2030, gangguan jiwa juga berhubungan dengan bunuh diri, lebih dari 90% dari satu juta kasus bunuh diri setiap
tahunnya akibat gangguan jiwa (WHO, 2009). Gangguan jiwa ditemukan disemua
Negara, terjadi pada semua tahap kehidupan,termasuk orang dewasa dan cenderung
terjadi peningkatan gangguan jiwa
Menurut Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
DEPKES RI
(2012), gangguan
jiwa saat ini
telah menjadi masalah
kesehatan global bagi
setiap negara
tidak hanya di
Indonesia saja. Gangguan
jiwa yang dimaksud
tidak hanya
gangguan jiwa psikotik/
skizofrenia saja tetapi
kecemasan,
depresi dan
penggunaan Narkoba Psikotropika
dan Zat adiktif
lainnya
(NAPZA)
juga menjadi masalah gangguan jiwa.
Indonesia
mengalami peningkatan jumlah
penderita gangguan jiwa
cukup banyak diperkirakan prevalensi
gangguan jiwa berat dengan
psikosis/ skizofrenia di Indonesia pada tahun 2013 adalah 1. 728
orang. Adapun proposi rumah tangga yang pernah
memasung ART gangguan
jiwa berat sebesar
1.655 rumah tangga
dari 14, 3% terbanyak
tinggal di pedasaan,
sedangkan yang tinggal
diperkotaan sebanyak 10,7%.
Selain itu prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk umur lebih dari 15
tahun diIndonesia secara nasional adalah 6.0%
(37. 728 orang dari subjek yang
dianalisis). Provinsi dengan
prevalensi gangguan mental
emosional tertinggi adalah
Sulawesi Tengah (11,
6%), Sedangkan yang
terendah dilampung (1,2%). (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
Dalam kehidupan di masyarakat yang
jelas sering terjadi masalah-masalah sehingga masyarakat yang tidak kuat mental
bisa mengalami ketegangan jasmani dan rohani, sehingga dapat mengganggu
kesehatan jiwa seseorang salah satunya adalah Resiko Perilaku Kekerasan .Dalam
hal ini peran fungsi dan tanggung jawab perawat psikiatri dalam meningkatkan
derajat kesehatan jiwa, dalam kaitannya dengan resiko perilaku kekerasan adalah
mengontrol perilaku kekerasan , memberikan pengertian tentang kerugian prilaku
kekerasan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Resiko
Prilaku Kekerasan ?
2. Apa saja jenis-jenis Resiko Prilaku
Kekerasan ?
3. Bagaimana terjadinya Resiko Prilaku
Kekerasan ?
4. Bagaimanakah askep pada pasien
dengan Resiko Prilaku Kekerasan ?
1.3 Tujuan
Dengan makalah ini, diharapkan mampu
untuk:
1. Mengetahui pengertian dari Resiko Prilaku
Kekerasan
2. Mengetahui jenis-jenis Resiko
Prilaku Kekerasan
3. Mengetahui proses terjadinya Resiko
Prilaku Kekerasan
4. Mengetahui askep pada pasien dengan Resiko
Prilaku Kekerasan
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
- Masalah Utama: Resiko Perilaku Kekerasan
- Pengertian Perilaku
Kekerasan
- Resiko perilaku
kekerasan adalah suatu bentuk prilaku maupun bertujuan melukai seseorang,
baik secara fisik maupun psikologis(keliat,2010)
- American Psychological
Association (2006 dalam Townsend, 2009) mengemukakan bahwa
kekerasan/kemarahan adalah keadaan emosional yang bervariasi dalam
intensitas ringan hingga kemarahan yang intens (berat), hal ini disertai
dengan perubahan fisiologis dan biologis, seperti peningkatan denyut
jantung, tekanan darah dan kadar hormone epinerphrine dan norepinerphine.
- Stuart, (2009)
mengemukakan perilaku agresif adalah suatu kondisi dimana seseorang
mengabaikan hak orang lain, dia menganggap bahwa harus berjuang untuk
kepentingannya dan mengharapkan perilaku yang sama dari orang lain, bagi
dia hidup adalah pertempuran yang dapat mengakibatkan kekerasan fisik atau
verbal, perilaku agresif sering terjadi akibat kurang kepercayaan diri.
- Perilaku agresif
adalah suatu fenomena komplek yang dapat terjadi pada klien dengan
skizoprenia, gangguan mood, gangguan kepribadian borderline, gangguan
perilaku dan ketergantungan obat (Fontaine, 2009).
- Perilaku kekerasan
didefinisikan sebagai tindakan kekuatan fisik dimaksudkan untuk
menyebabkan kerugian bagi seseorang atau obyek, agresif dan perilaku
kekerasan merupakan sebuah rentang
kontinum dari perilaku yang mencurigakan kepada tindakan ekstrim yang
mengancam keselamatan orang lain atau mengakibatkan cidera atau kematian (Herper&Reimer,
1992 dalam videback, 2008).
- Resiko perilaku
kekerasan merupakan perilaku yang memperlihatkan individu tersebut dapat mengancam secara fisik, emosional
dan atau seksual kepada orang lain (NANDA-I, 20012-2014, Herdman, 2012)
Dari semua pertanyaan diatas maka perilaku
kekerasan atau agresif dapat didefisinikan sebagai perilaku mencederai orang
lain, diri sendiri dan lingkungan yang bervariasi dari intensitas ringan sampai
berat/ intens, dilakukan baik secara verbal, fisik, dan emosional yang akan mengakibatkan
perusakan harta benda, perampasan hak, kerugian dan bahkan kematian.
- Tahapan Resiko
Perilaku Kekerasan
Tahapan perilaku agresif atau resiko perilaku
kekerasan: (Fontaine, 2009)
a.
Tahap 1: Tahap memicu
Perasaan : Kecemasan
Perilaku : Agitasi, mondar-mandir,
menghindari kontak
Tindakan perawat: Mengidentifikasi factor pemicu, mengurangi kecemasan, memecahkan
masalah bila memungkinkan.
b.
Tahap 2: Tahap Transisi
Perasaan : Marah
Perilaku : Agitasi meningkat
Tindakan perawat : Jangan tangani marah
dengan amarah, menjaga pembicaraan, menetapkan batas dan memberikan pengarahan,
mengajak kompromi, mencari dampak agitasi; meminta bantuan.
c.
Tahap 3: Krisis
Perasaan :
Peningkatan kemarahan dan agresi
Perilaku : Agitasi, gerakan
mengancam, menyerang orang disekitar,
berkata kotor; berteriak
Tindakan perawat : Lanjutkan intervensi tahap
2, dalam menjaga jarak pribadi, hangat (tidak mengancam) konsekuensi, cobalah
untuk menjaga komunikasi
d.
Tahap 4: Perilaku merusak
Perasaan : Marah
Perilaku : Menyerang; merusak
Tindakan perawat : Lindungi klien lain,
menghindar, melakukan pengekangan fisik
e.
Tahap 5: Tahap lanjut
Perasaan : Agresi
Perilaku : Menghentikan perilaku
terang-terangan destruktif, pengurangan tingkat gairah
Tindakan perawat : Tetap waspada karena
perilaku kekerasan baru masih memungkinkan, hindari pembalasan atau balas
dendam
f.
Tahap 6: Tahap peralihan
Perasaan : Marah
Perilaku : Agitasi, mondar-mandir
Tindakan perawat : Lanjutkan fokus mengatasi
masalah utama
- Rentang Respon Resiko
Perilaku Kekerasaan
Perilaku
kekerasaan merupakan respon kemarahan. Respon kemarahan dapat berfluktrusi
dalam rentan adaptif sampai maladaptif (Keliat & Siaga, 1991). Rntan respon
marah menurut Stuart dn Sundeen (1995) dijelaskan dalam skema 2.2 dimana
agresif dan amuk (perilaku kekerasan) berada pada rentan respon yang maladaptif.
Skema2.2
rentang respon marah menurut stuart dan sudden (1995)
- Asertif
Prilaku asertif adalah menyampaikan suatu persaan diri dengan paasti dan
merupakan komunikasi untuk menghormati orang lain . individu yang asertif
berbicara dengan jujur dan jelas. Mereka dapat melihat normal dari individu
lainnya dengantepat sesuai dengan setuasi pada saat berbicara kontak mata
langsung tapi tidak mengganggu,intonasi sura dalam berbicara tidak mengancam
,postur tegak dan santai, kesan keseluruhan adalah bahwa individu tersebut kuat
tapi tidak mengancam. Permintaan masukan yang positif juga termasuk perilaku
asertif ( Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009).
- Pasif
Individu yang sering pasif sering
menyampaikan haknya dari persepsinya terhadap hak orang lain. Ketika seseorang
yang pasif marah makan dia akan berusaha menutupi kemarahannya sehingga
meningkatkan tekanan pada dirinya (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009).
Perilaku pasif dapat diekspresikan secara nonverbal, seseorang yang pasif
biasanya bicara pelan, sering dengan cara kekanak-kanakan dan kontak mata yang
sedikit. Individu tersebut mungkin dalam posisi membungkuk, tangan memegang
tubuh dengan dekat ( Stuart, 2009)
- Frustasi
Frustasi adalah respon yang terjadi akibat
gagal mencapai tujuan yang kurang realistis atau hambatan dalam mencapai tujuan
(Stuart & Laraia, 2005). Frustasi adalah kegagalan individu dalam mencapai
tujuan yang diinginkan. Frustasi akan bertambah berat jika keinginan yang tidak
tercapai memiliki nilai yang tinggi dalam kehidupan (Keliat & Sinaga,
1991).
- Agresif
Individu yang agresif tidak menghargai hak
orang lain. Individu harus merasa
bersaing untuk mendapatkan apa yang diinginkanya seorang yang agresif didalam
hidupnya selalu mengarah pada kekerasan fisik dan perbal .berlaku agresif pada
dasarnya disebabkan karena menutupi kurangnya rasa percaya diri ( bushman & baumeister,1998 dalam stuart &
laraia,2005;stuart,2009 ) prilaku
agresif juga ditunjukkan secara non perbal,seseorang yangagresif melanggar batas orang lain ,bicaranya keras
dan lantang,biasanya kontak mata yang berlebihan dan mengganggu ,postur kaku
dan tanpak mengancam ( stuart,2009)
- Amuk
Amuk atau prilaku kekerasan adalah perasaan
marah dan permusuhan yang kuat dan disertai kehilangan control diri sehingga
individu dapat merusak diri,orang lain dan lingkungan( melihat keliat &
sinaga,1991). Menurut stuart dan laraya (2009)prilaku kekerasan berplukstuasi
dari tingkat rendah sampai tinggi yaiyu yang disebut dengan hirarki prilaku
agresi dan kekerasan (gambar 2.1 )
Gambar 2.1 hirarki prilaku pada klien dengan
prilaku kekerasan
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui
bahwa prilaku kekerasan mempunyai tingkatberdasarkan prilakunya mulai dari yangterendah yaitu
memperlihatkan permusuhan pada tingkat rendah sampai pada tingkatan yang
tertiggi yaitu melukai dalam tingkat serius dan membahayakan.
- Proses terjadinya masalah
Prilaku
kekerasan merupakan salah satu respon mal akdatif dari marah .
Marah adalah
emosi yang kuat;ketika di tolak atau dipendam dapat memicu masalah fisik
seperti sakit kepala migren ,ulcer,radang usus bahkan penyakit jantung
koroner.marah dapat merubah menjadi kebencian yang sering dimanifestasikan
dengan prilaku diri yangnegatif dari pasif sampai agresif ( tounsend,2009).
Kemarahan
terjadi ketika individu mengalami prustasi,terluka atau takut (vidback,2008 ).
Kesulitan dalam
jiwa (koh,kim & park,2002 dalam vidhback,2008).prilaku kekerasan adalah
akibat dari kemarahan yang ekstrim atau ketakutan (panic) alas an khusus dari
prilaku agresif berfariasi dari setiap orang( stuart &
laraya,2005;stuart,2009)
Penyebab
kemarahan atau resiko prilaku kekerasan secara umum adalah : kebutuhan yang
tidak menyinggung harga diri dan harapan tidak sesuai dengan kenyataan .model
stress adaftasi stuart dari keperawatan jiwa memandang prilaku manusia dalam
perspektif yang holistic terdiri atas biologis,psikologis dan sosio cultural
dan aspek aspek tersebut saling berintegrasi dalam keperawatan komponen
biopsikososial dari model tersebut
termasuk dalam factor predisposisi,presipitasi,penilaian terhadap
stressor,sumber koping dan mekanisme koping ( stuar &
laraya,2005;sturt,2009). Menurut stuart( 2009 ),masalah prilaku kekerasan dapat
dijelaskan dengan menggunakan psikodinamika masalah keperawatan jiwa seperti
sekema 2.1 dibawah ini.
1 faktor
predisposisi
- Faktor biologi
Faktor biologi secara alami dapat menjadi salah satu faktor penyebab
(predisposisi) atau menjadi faktor pencetus (presipitasi) terjadinya perilaku
kekerasan pada individu. Fraktor predisposisi yang berasal dari biologis dapat
dilihat sebagai suatu keadaanatau faktor risiko yang dapat mempengaruhi peran
dalam menghadapi stressor adapun yang termasuk dalam faktor biologis ini adalah
:
1). Struktur otak (neuroanatomi)
Penelitian telah di fokuskan pada tiga area otak yang diyakini terlibat
dengan perilaku agresif adalah sistem limbik ,lobus frontal,dan
hiphotalamus.Neurotransmiter juga di usulkan memiliki peran dalam munculnya
prilaku kekerasan atau penekanan prilaku kekerasan (Niehoff,2002;Hoptman,2003
Stuart & Laraia ,2005;Stuart & laraia,2005;Stuart ,2009)
Kerusakan struktur pada limbik
dan lobus frontal serta lobus temporal otak dapat mengubah kemampuan individu
untuk memodulasiagresif sehingga menyebabkan perilaku agresif sehingga
menyebabkan perilaku agresif/kekerasan (Videback,2008).Penelitian telah
menemukan bahwa pada epilepsi pada daerah lobus temporal dan frontal ada pada
klien episodik agresif dan perilaku kekerasan (townsend,2009;Fontaine;2009)
Sistem limbik di kaitkan
dengan mediasi dorongan dasar dan ekspresi emosi serta tingkah laku manusia
seperti :makan ,agresi,dan respon sexual,termasuk proses pengolahan informasi
dan memori. Sintesis informasi ke dan dari area lain otak mempunyai pengaruh
pada emosional dan perilaku .perubahan dalam sistem limbik dapat menyebabkan
peningkatan atau penurunan perilaku agresif .Secara khusus amigdala bagian dari
sistem limbik menjadi mediasi ekpresi kemarahan dan ketakutan (Stuart,2009).
Lobus Frontal berperan penting
dalam mediasi tingkah laku yang berarti dan berfikir rasional. Lobus ini
merupakan bagian dari otak dimana pikiran dan emosi beriinteraksi. Kerusakan
pada lobus frontal dapat mengakibatkan gangguan penilaian,perubahan kepribadian
,masalah pengambilan keputusan,ketidaksesuaian dalam berhubungan dan ledakan
agresif.Hipotalamus di dasar otak berfungsi sebagai sistem alarm/peringatan
otak. Kondisi stress menaikan jumlah steroid,hormon yang di keluarkan oleh
kelenjar adrenal,saraf reseptor untuk hormon ini menjadi kurang sensitif dalam
upaya mengkompensasi peningkatan steroid dan hipotalamus merangsang kelenjar
pituitari untuk menghasilkan lebih banyak steroid. Setelah stimulasi berulang
sistem berespon lebih kuat terhadap provokasi. Ini menjadi salah satu alasan
mengapa stress traumatik pada anak secara permanen dapat meningkatkan potensi
seseorang untuk melakukan kekerasan (Stuart,2009).
2) Genetik
Secara genetik
ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang mempredisposisikan individu
mengalami skizofrenia (Copel,2007). Sedangkan Buchana dan Carpenter (2000,dalam
Stuart & Laraia,2005;Stuart,2009) menyebutkan bahwa kromosom yang berperan
dalam menurunkan skizofrenia adalah kromosom 6. Sedangkan kromosom lain yang
juga berperan adalah kromosom 4,8,15 dan 22,Craddok et al (2006 dalam
Stuart,2009 ).
Penelitian lain juga
menemukan gen GAD 1 yang bertanggung jawab memproduksi GABA ,dimana pada klien
skizofrenia tidak dapat meningkat secara normal sesuai perkembangan pada daerah
frontal,dimana bagian ini berfungsi dalam proses berfikir dan pengambilan
keputusan Hung et al,(2007 dalam Stuart ,2009).
Penelitian yang paling
penting memusatkan pada penelitian anak kembar yang menunjukan anak kembar
identik beresiko mengalami skizofrenia sebesar, sedangkan pada kembar
nonidentik/fraternal beresiko 15% mengalami skizofrenia. Risiko 15% jika salah
satu orang tua menderita skizofrenia. Angka ini meningkat 40% - 50% jika kedua
orangtua biologis menderita skizofrenia (Cancro&Lehman,2000.Videback,2008.Stuart,2009.Townsend,2009.Fontaine,09)
Semua penelitian ini
menunjukan bahwa faktor genetik dapat menjadi penyebab terjadinya skizofrenia
dan perlu menjadi perhatian untuk mengetahui risiko seseorang mengalami
skizofrenia dilihat dari faktor keturunan.
3) Neurotransmiter
Neurotransmiter adalah zat
kimia otak yang di transmisikan dari dan ke seluruh neuron sinapsis,sehingga
menghasilkan komunikasi antara otak dan struktur otak lain. Peningkatan atau
penurunan zat ini dapat mempengaruhi prilaku ,perubahan keseimbanagn zat ini
dapat memburuk atau menghambat prilaku agresif . Beberapa penelitian menunjukan
bahwa berbagai neurotransmiter (epineprin,norepineprin,dopamine,acetylcolin dan
serotinin) berperan dalam fasilitasi dan inhibisi rangsangan agresif
(Sadock&Sadock,2007 dalam Townsend,2009) Rendahnya neurotransmiter
serotonin di kaitkan dengan prilaku iritabilitas,Hipersensitifitas terhadap
provokasi,dan prilaku amuk. Individu dengan prilaku inpulsif, bunuh diri, dan
melakukan pembunuhan,mempunyai serotononin dengan jumlah rendah daripada
rata-rata jumlah asam 5-hidroxynoleacetik (5-HIAA)/produk serotonin
(Stuart,2009).
Penelitian ini telah menunjukan adanya
hubungan antara agresif inpulsif dengan rendahnya level neurotransmiter
serotonin Hasil temuan menyatakan bahwa serotonin berperan sebagai inhibitor
utama prilaku agresif,dengan demikian kadar serotonin yang rendah dapat
menyebabkan peningkatan prilaku agresif, selain itu peningkatan aktiitas
dopamine dan norepineprin di otak di kaitkan dengan prilaku kekerasan yang inpulsif
(Kavousi et al.1997 dalam Videback,2008;Frandle et al, 2005;. Perusse &
Gendreu,2005; Pihl & Benkelfat ,2005 dalam Fontaine,2009).
Neurotransmiter lain yang
berkaitan dengan prilaku agresif adalah dopamine,norepineprin, dan acetylcolin
serta asam amino Gamma-aminobutyric acid (GABA). Korteks prefrontal juga
berperan penting dalam menghambat prilaku agresif.Area spesifik pada korteks
prefrontal adalah Region obitofrontal. Stimulasi pada area ini mencegah
marah dan agresif. Lesi pada area ini menyebabkan prilaku infilsiuf (stuart
& laraia, 20005. Stuart 2009).
4. Imunovirologi
Karakteristik biologis lain
yang berhubungan dengan prilaku kekerasan adalah riayat penggunaan obat NAPZA
dan frekuensi dirawat. Penggunaan napza akan mempengaruhi fungsi otak,
mempengaruhi terapi dan perawatan yang diberikan (Dyha,2009). Frekuensi dirawat
menunjukan seberapa sering individu dengan prilaku kekerasan mengalami
kekambuhan. Prilaku kekerasan pada skezoprenia sering terjadi karena penyakit
yang tidak terkontrol, putus obat, kecemasan karena kegagalan dalam mengerjakan
sesuatu atau situasi yang menciptakan prilaku kekerasan (stuart & laraia,
2005; stuart, 2009). Secara umum dua populasi klien akan meningkatkan resiko
kekerasan yaitu klien dengan gejala psikotik aktif dan penyalah gunaan zat
(Nolan et al. 2003 dalam stuart, 2009). Prilaku kekerasan juga meningkat pada
klien penyalah gunaan zat, skizoprenia dan tidak mengambil obat yang
diresepkan, hidup bersama dalam orang yang mengalami gangguan jiwa ( Citrome dan
Volavka, 1999 dalam Videback, 2008).
b. Faktor Psikologis
Faktor psikologis merupakan salah satu predisposisi atau presipitasi
dalam proses terjadinya perilaku agresif/ kekerasan. Menurut stuart dan Laraia
(2005) yang termasuk dalam faktor psikologis diantaranya kepribadian,
pengalaman masa lalu, konsep diri, dan pertahanan psikologi diantaranya
kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri, dan pertahanan psikologi.
1)
Teori psikoanalitik
Suatu pandangan psikologi tentang perilaku
agresif menyatakan bahwa pentingnya mengetahui predisposisi faktor perkembangan
atau pengalaman hidup yang membatasi kemampuan individu untuk memilih mekanisme
yang bukan perilaku kekerasan. Faktor
perkembangana atau pengalaman hidup yang membatasi mekanisme koping nonviolence menurut Stuart dan Laraia
(2009) sebagai berikut:
gangg uan otak organik, mental reterdasi,
ketidakmampuan belajar karena kerusakan kapasitas bertindak secara efektif
terhadap anak, orang tua yang terlalu penyayang dan berkontribusi pada kurang
rasa percaya dan harga rendah diri; mengalami kekerasan bertahun-tahun, korban child abuse atau sering melihat
kekerasan dalam keluarga dapat menanamkan pola oenggunaan kekerasan sebagai
cara menyelesaikan masalah.
2)
Teori pembelajaran
Teori pembelajaran sosial mengemukakan bahwa
perilaku agresif dipelajari melalui proses sosialisasi sebagai hasil dari
pembelajaran internal dan eksternal. Pembelajaran internal terjadi selama
individu mendapat penguatan pribadi ketika melakukan perilaku agresif kemungkinan sebagai kepuasan dalam mencapai
tujuan atau pengalaman merasa penting,
mempunyai kekuatan dan control terhadap orang lain. Pembelajaran eksternal
terjadi selama observasi medel peran seperti peran sebagai orang tua,
teman sebaya, saudara, oleh raga dan tokoh hiburan (Stuart & Laraia, 2005;
Stuart, 2009).
Menurut teori pembelajaran sosial, perilaku
imitasi/meniru perilaku agresif sebagai perilaku yang dapat diterima untuk
memecahkan masalah dan sesuai status sosial. Peran pemodelan merupakan salah
satu bentuk pembelajaran terkuat, model perilaku anak-anak pada fase awal
adalah orang tua, bagaimana orang tua atau orang terdekat mengekspresikan marah
menjadi contoh anak dalam ekspresi marahnya (Townsend, 2009)
Role model/contoh tidak selalu dirumah,
penelitian membuktikan bahwa acara kekersan ditelevisi sebagai faktor
predisposisi perilaku agresif (American
Psychological Assocation,2006, dalam Townsend, 2009). Menurut American Psychological Assocation,,
(2006, dalam Townsend, 2009) menyarankan pentingnya pengawasan terhadap apa
yang anak lihat dan peraturan tentang acara kekerasan dimedia untuk mencegah
pemodelan kekerasan. Faktor psikologis lain dapat berupa kegagalan, kegagaglan
dapat berakibat frustasi (Stuart & Laraia, 2005).
Kegagalan sering diartikan oleh individu oleh
ketidakmampuan, respon yang mucul pada saat individu mengalam kegagalan dapat
berupa penyalahan terhadap diri sendiri,
atau orang lain yang ditunjukan dengan perilaku kekerasan (Dyah, 2009).
c. Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial, budaya juga merupakan faktor
predisposisi terjadi perilaku kekerasan pada individu. Karakteristik yang
termasuk pada sosial budaya seperti: usia, jenis kelamin, ras, status
perkawinan, pendidikilaku dan tingkat sosial ekonomi (Stuart & Laraia,
2005; Stuart, 2009), riwayat perilaku kekerasan di masa lalu (Stuart, 2009).
Faktor lingkungan dan situasi perawatan bias sebagai memicu perilaku kekerasan
klien, faktor ini meliputi fasilitas fisik, keberadaan petugas dank lien lain.
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa jumlah inseden kekerasan lebih besar
terjadi ketika klien dipindahkan dalam kelompok yang besar, penuh sesak, kurang
privasi atau tidak bebas.
1)
Jenis kelamin
Berdasarkan pendapat diatas disampaikan bahwa
jenis kelaim merupakan salah satu karakteristik sosial budaya. Jenis
kelamin adalah ciri fisik, karakter dan
sifat yang berbeda. Laki-laki lebih sering melakukan perilaku agresif (Stuart
& Laraia, 2005). Berdasarkan hasil penelitian dinyatakan bahwa
karakteristik jenis kelamin berhubungan dengan kejadian perilaku kekerasan
verbal (p value 0,001) dank lien laki-laki dua kali lipat lebih banyak dari
klien perempuan, serta usia yang paling banyak 30 tahun kebawah (Keliat, 2003).
Namun berdasarkan penelitian Keliat dkk,
(2008) pada penelitian karakteristik klien yang dirawat dibangsal MPKP
menyebutkan ada 63,9% berjenis kelamin laki-laki, 82,5% terdapat pada golongan
umur dewasa yaitu umum33 tahun sampai 55 tahun.
2)
Tingkat sosial ekonimi
Kondisi sosial lain yang dapat menimbulkan
perilaku kekerasan seperti : kemiskinan dan ketidakmampuan memenuhi kebutruuhan
hidup, masalah perkawinan, keluarga single
parent, pengangguran, kesulitan mempertahankan hubungan interpersonal dalam
keluarga, struktur keluarga, dan control sosial (Stuart & Laraia, 2005;
Stuart, 2009; Tardiff, 2003 dalam Townsend, 2009).
Kepercayaan (spiritual), nilai dan moral
mempengaruhi ungkapan marah individu (Keliat & Sinaga, 1991). Aspek
spiritual adalah komponen kehidupan individu yang terkait dengan falsafah
hidup, nilai, keyakinan dan religi ( Rawlins, et. al, 1993 dalam keliat, 2003).
Faktor lain yang berhubungan dengan kekerasan
secara sosial termasuk kurangnya dukungan sosial, kesulitan pekerjaan, atau
masalah keuangan, akses yang mudah ke senjata dan kecenderungan budaya
Amerika Serikat untuk memanfaatkan
perilaku kekerasan sebagai solusi untuk pemecahan masalah (Woodside &
McClum, 2006 dalam Fontaine, 2009).
3)
Ras/ Suku
Faktor sosiokultural lainnya adalah norma
budaya yang dapat membantu mengartikan makna ekspresi marah dan dapat mendorong untuk mengekspresikan marah secara
asertif sehingga membantu menjaga kesehatan diri. Norma yang mereinforcement
perilaku kekerasan akan berakibat ekspresi marah dan cara destruktif. Sindroma
ikatan dua budaya mencangkup perilaku agresif, Bouffee delirante suatu kondisi yang terlihat pada masyarakat
Afrika Barat dan Haiti, ditandai dengan ledakan perilaku agresif dan agitasi
secara tiba-tiba, kebingungan yang nyata dan psychomotor excitement, episode ini dapat mencakup halusinasi
pendengaran dan penglihatan serta pikiran panaoid yang menyerupai episode
psikotik singkat (Mezzich et al., 2000 dalam videbeck, 2008)
2. Faktor
Presipitasi
a. Faktor Biologi
Stressor presipitasi adalah stimuli yang di
terima individu sebagai tantangan,ancaman atau tuntutan. Stressor presipitasi
prilaku kekerasan dari faktor biologi dapat di sebabkan oleh gangguan umpan
balik di otak yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi.Stimuli
penglihatan dan pendengaran pada awalnya di saring oleh hipotalamus dan di kirim
untuk di proses oleh lobus frontal dan bila informasi yang di sampaikan terlalu
banyak pada suatu atau jika informasi tersebut salah,lobus frontal akan
mengirimkan pesan overload ke ganglia basal dan di ingatkan lagi hipotalamus
untuk memperlambat transmisi ke lobus frontal menyebabkan gangguan pada proses
umpan balik dalam penyampaian informasi yang menghasilkan proses informasi
overload (Stuard & Laraia,2005
;Stuard,2009).
Stressor presipitasi yang lain adanya abnormal
pada pintu mekanisme adalah proses elektrik yang melibatkan elektrolit,hal ini
memicu penghambatan saraf dan rangsang aksi dan umpan balik yang terjadi pada
sistem syaraf.penurunan pintu mekanisme /gating proses ini di tunjukan dengan
ketidakmampuan individu dalam memilih stimuli secara selektif (Hong et al;2007
dalam Stuart, 2009). Menjadi faktor biologi lainyayang merupakan predisposisi
dapat menjadi presipitasi dengan memperhatikan asal stressor,baik internal
lingkungan eksternal individu.waktu dan frekuensi terjadinya stressor prilaku
untuk di kaji (Stuart & Laraia ,2005).
b. Faktor
Psikologis
Pemicu prilaku
kekerasan dapat di akibatkan oleh toleransi terhadap frustasi yang rendah
,koping individu yang tidak efektif,impulsive dan membayangkan atau secara
nyata adanya ancaman terhadap keberadaan dirinya ,tubuh atau kehidupan .dalam
ruang perawatan .prilaku kekerasan dapat terjadi karena provokasi petugas,
prilaku kekerasan terjadi pada setting ini dimana petugas merasa memiliki sikap
otoriter dan cenderung mengatur apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh
klien ,menahan klien bertentangan dengan keinginan klien dan memaksa untuk
minum obat ,semua itu prilaku agresif /kekerasan dapat terjadi karena beberapa
perasaan seperti marah ,ansietas rasa bersalah ,frustasi atau kcurigaan (Townsend,2009)
c. Faktor
Sosial Budaya
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa
jumlah insiden kekerasan lebih besar terjadi ketika klien di pindahkan dalam
kelompok besar terjadi ketika klien di pindahkan dalam kelompok yang besar
,penuh sesak ,kurang privasi atau tidak bebas .Menurut Fagan-Pyor et al .(2003
dalam Stuart,2009) petugas mungkin secara sengaja atau tidak sengaja memicu
prilaku klien untuk melakukan kekerasan ,ketidak pengalaman petugas,provokasi
petugas ,menejemen lingkungan yang buruk ,ketidak pahaman petugas ,pertemuan
fisik yang terlalu dekat ,penetapan batasan yag tidak konsisten dan budaya
kekerasan mempengarungi prilaku kekerasan klien .akhirnya pemahaman terhadap
situasi dan penerimaan lingkungan ,kognitif dan stess komunikasi serta respon afektif klien perlu di identifikasi
oleh petugas.selanjutnya perlu di kaji asal stressor sosiokultural ,waktu
terjadinya stressor dan jumlah stressor psikologis yang terjadi dalam suatu
waktu (Stuart & Laraia ,2005 ) Dengan demikian banyak sekali stressor
sosiokultural yang dapat mempengaruhi dan menjadi penyebab ataupun pencetus
prilaku kekerasan.
3. Penilaian
Stressor
Model stress
Diatesis dalam sebuah karya klasik oleh Liberman dan rekan (1994) menjelaskan
bahwa gejala sskizofrenia berkembang berdasarkan pada hubungan antara jumlah
stress dalam pengalaman seseorang dan toleransi internal terhadap ambang
stress. Ini adalah model penting karena
mengintegrasikan faktor budaya biologis ,psikologis,dan social ,cara ini
mirip dengan stress adaptasi model stuart yang di guinakan sebagai kerangka
kerja konseptual (Stuart ,2009). Menurut Wuerker (2000) model adaptasi ini
membantu menjelaskan hubungan stress dengan skizofrenia ,meskipun tidak ada
penelitian ilmiah telah menunjukan bahwa stress menyebabkan skizofrenia ,namun
semakin jelas bahwa skizofrenia adalah gangguan yang tidak hanya menyebabkan
stress ,tetapi juga di perparah oleh stress (Jones dan Fernyhougi ,2007 dalam
Stuart ,2009). Penilaian seseorang tentang stressor ,dan masalah yang terkait
dengan koping untuk mengatasi stress dapat memprediksi timbulnya gejala.
4. Sumber
Koping
Psikosis atau
skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat menjengkelkan yang memerlukan
penyesuaian baik bagi klien dan keluarga .Proses penyesuaian paska psikotik
terdiri dari empat fase : (1). Disonansi kognitif (psikosis aktif) ,(2)
pencapaian wawasan, (3) stabilitas dalam semua aspek kehidupan (ketetapan
kognitif) dan (4) bergerak terhadap prestasi kerja atau tujuan pendidikan
(ordinariness). Proses multifase penyesuaian dapat berlangsung 3 samapi 6 tahun
( Moller 2006 ,dalam stuart ,2009) :
- Efikasi /kemanjuran
pengobatan untuk secara konsisten mengurangi gejala dan menstabilkan
disonasi kognitif setelah episode pertama memakan waktu 6 sampai 12 bulan.
- Awal pengenalan
diri/insight sebagai proses mandiri melakukan pemerikasaan realitas yang
dapat diandalkan .pencapaian keterampilan ini memakan waktu 6 sampai 18
bulan tergantung pada keberhasilan pengobatan dan dukungan yang
berkelanjutan .
- Setelah mencapai
pengenalan diri/insight ,proses pencapaian kognitif meliputi keteguhan
melanjutkan hubungan interpersonal normal dan reengaging dalam
kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan dengan sekolah dan bekerja
.fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun.
- Ordinariness/kesiapan
kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan kemampuan untuk secara
konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat dalam kegiatan yang sesuai
dengan usia lengkap dari kehidupan sehari – hari mencerminkan tujuan
prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal 2 tahun.sumber daya
keluarga,seperti pemahaman orang tua terhadap penyakit , keuangan
,ketersediaan waktu dan energi,dan kemampuan untuk menyediakan dukungan
yang berkelanjutan mempengaruhi jalanya penyeseuaian postpsychotic.
5. Mekasnisme koping
Pada fase aktif psikosis klien menggunakan
beberapa mekanisme pertahanan diri dalam upaya untuk melindungi diri dari
pengalaman menakutkan yang di sebabkan oleh penyakit mereka. Regresi adalah
berkaitan dengan masalah informasi pengolahan dan pengeluaran sejumlah besar
energi dalam upaya untuk mengelola kegelisahan ,menyisakan sedikit untuk
aktivitas hidup sehari- hari. Proyeksi adalah upaya untuk menjelaskan persepsi
membingungkan dengan menetapkan reponsibility kepada seseorang atau sesuatu .Penarikan
diri ini berkaitan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan dengan
pengalaman internal.
Keluarga sering mengekspresikan penolakan
ketika mereka mempelajari pertama kali diagnosis relatif mereka. Ini sama
dengan penolakan yang terjadi ketika seseorang menerima informasi yang
menyebabkan rasa takut dan kecemasan .hal ini memungkinkan waktu seseorang
untuk mengumpulkan sumber daya internal dan eksternal dan kemudian beradaptasi
dengan stressor secara bertahap. Pada klien penyesuaian postpsychikotik proses
aktif menggunakan mekanisme koping adaptif juga. Ini termasuk kognitif,
emosi,interpersonal,fisiologis,dan spiritual strategi penanggulangan yang dapat
berfungsi sebagai dasar untuk penyusunan intervensi keperawatan ( Stuart
,2009).
- Daftar Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
1.
Masalah keperawatan: Diagnosis Keperawatan NANDA-I rentang respon
neurobilogis, skizofrenia dan gangguan psikotik (Stuart, 2009):
§
Anxiety
§
Imperaide Verbal Communication *
§
Confusion,Acute
§
Compromised family coping
§
Ineffective coping
§
Decisional
§
Hopelessness
§
Impaired memory
§
Noncompliance
§
Disturbed personal identity
§
Ineffective role performance
§
Self care deficit (bathing/ hygiene, dressing/ grooming)
§
Disturbed sensory perception*
§
Impaired social interaction*
§
Social isolation
§
Risk for suicide
§
Ineffective therapeutic regiment management
§
Disturbed thought processes*
§
(*Diagnosis keperawatan primer rentang respon neurobiologis, skizofrenia
dan gangguan psikotik)
2.
Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatab perilaku kekerasan
Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan
dapat dinilai dari ungkapan pasien dan dukungan
hasil observasi
a.
Data Subjektif:
a.
Ungkapan berupa ancaman
b.
Ungkapan kata-kata kasar
c.
Ungkapan ingin memukul/ melukai
b.
Data objektif:
1)
Wajah memerah dan tegang
2)
Pandangan tajam
3)
Mengatupkan rahang dengan kuat
4)
Mengepalkan tangan
5)
Bicara kasar
6)
Suara tinggi, menjerit atau berteriak (Kemenkes RI, 2012)
- Pohon masalah
Menurut keliat dkk (2005) pohon masalah
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
- Diagnosis
1.diagnosis keperawatan : risiko prilaku kekerasan
2. diagnosa medis : skizoprenia
F. Rencana tindakan
1. Rencana
tindakan keperawatan generalis
Diagnosa keperawatan
|
Sp/kemampuan klien
|
Sp/kemampuan keluarga
|
Resiko prilaku
kekerasan
|
Sp 1.
|
Sp.1
Fisik :tarik nafas dalam
dan pukul bantal
|
Sp.2
|
Sp.2
|
|
Sp.3
|
Sp.3
|
|
Sp.4
|
Sp.4
|
2.Rencana
tindakan keperawatan spesialis :
- Therapy individu :
terapi prilaku ,CBT,REBT,RECBT,ACT.
- Therapy kelompok : psikoedukasi kelompok ,terapi suportif
,SHG
- Therapy keluarga :
Triangle terapi,psikoedukasi keluarga
- Therapy komunitas :
assertive community therapy
- Rencana tindakan medis/psikofarmaka :
a.Anti spikotik
§
Chlorpromazine (promactile,largactile )
§
Haloperidol (Haldol,serenace,lodomer)
§
Stelazine
§
Clozapine (clozaril )
§
Risperidon (risperdal )
b.Anti parkingson
§
Trihexyphenidile
§
Arthan
Prinsip Titrasi/Model Pengobatan Psikofarmaka: (Maslim, R, 2007)
§
Respon terhadap obat bersifat individual
dan perlu pengaturan secara empiric (theraupetic
trail)
§
Pengaturan dosis biasanya dimulai dengan dosis awal (dosis anjuran), dinaikkan secara cepat sampai mencapai dosis efektif (dosis mulai berefek supresi gejala
sasaran), dinaikan secara gradual sampai mencapai dosis optimal (dosis mampu mengendalikan gejala sasaran) dan
dipertahankan untuk jangka waktu tertentu sampai disertai terapi lain (non
medikamentosa)< kemudian diturunkan secara gradual sampai mencapai dosis peralihan (maintenance dose) yaitu
dosis terkecil yang masih mampu mencegah kambuhnya gejala.
§
Bila sampai jangka waktu tertentu dinilai sudah cukup mantap hasil
terapinya, dosis dapat diturunkan secara gradual sampai berhenti pemberian obat (tapering off)
Prinsip Pemilihan Antipsikotik: (Maslim, R,
2007)
§
Anti spikotik APG 1 (CPZ ,Trifluoperazine,Heloperidol) memblokade
dopamine pada reseptor pasca sinaps neuron di otak khususnya disistem limbik
dan system ekstrapimidal ( dopamine D2 receptors antagonis) sehingga efektif
untuk gejala positif
§
Antipsikotik APG II (clozapine,resperidon,olazapine,qutiapine,zotepine,ariparizole ziprasidone-( di Indonesia belum ada ) memblokade dopamine D2 reseptor terhadap
serotonin 5 HT reseptors sehingga efektif untuk gejala positif dan negative.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA PADA Tn. H DI RUANG CENDRAWASIH DENGAN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG
1.
IDENTITAS KLIEN
Nama :
Tn.H
Umur :
30 tahun
Alamat :
Suka Jaya Kec.Sumber Jaya Kab.Lampung Barat
Pekerjaan :
Petani
Pendidikan : SD
Suku / Bangsa : Sumendo / Indonesia
Agama : Islam
Jenis kelamin : laki-laki
No. RM :
029163
Tanggal dirawat : 23 Mei 2016
Tanggal pengakajian : 6 Juni 2016
Penanggung Jawab
Nama : Ny. L
Alamat :
Suka Jaya Kec.Sumber Jaya Kab.Lampung Barat
Umur : 58 Tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Hub.dengan klien :Orang Tua
Klien
- ALASAN
MASUK
Klien
datang ke RSJ Provinsi lampung dibawa oleh keluarganya pada tanggal 21-01-2017,
jam 10.00. Datang ke IGD dengan keluhan klien 3
minggu lebih mengamuk klien membentak-bentak jika bicara,tatapan mata tajam, klien mengatakan
sering melamun,mondar-mandir, klien juga sering menyendiri.
Keluarga
klien mengatakan sudah tidak mengambil obat karena klien tidak mau minum obat 1
bulan lebih dan keluarga membiarkanya, klien menolak minum obat sehingga dibawa
ke rs jiwa Lampung
Masalah keperawatan : koping keluarga
inefektif, regimen terapi inefektif,koping individu inefektif,resiko perilaku
kekerasan.
3.
FAKTOR
PREDISPOSISI
1.
Riwayat Penyakit Lalu
Klien mengatakan sebelum nya pernah di rawat di rs jiwa provinsi lampung
sebanyak 3 kali dengan keluhan dahulu
sering marah marah saat di rumah
2.
Pengobatan sebelumya
Klien sulit dan tidak mau untuk minum obat,klien
menolak minum obat.
Masalah keperawatan : regiman terapi inefektif
3.
Pengelaman masa lalu yang tidak
menyenangkan:
·
Klien mengatakan marah karena ayah nya menikah lagi sedangkan
kilen saja belum menikah, dan klien mengatakan merasa malu karena ayah nya menikah lagi.
·
Klien mengatakan setiap mengalami kejadian
yang tidak mengenakkan perasaannya sedih,dan akhirnya marah-marah
Masalah
keperawatan : Harga diri rendah,resiko perilaku kekerasaan
4.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak
ada keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa
5.
Riwayat penyakit sekarang dan faktor
prisipitasi
Keluarga klien mengatakan sudah tidak
mengambil obat karena klien tidak mau minum obat 1 bulan lebih dan keluarga
membiarkanya, klien menolak minum obat.sehingga dibawa ke rs jiwa Lampung
Masalah
keperawatan : koping keluraga inefektive
- PEMERIKSAAN FISIK
a.
Keadaan umum
b.
Tanda vital :
TD : 130/80mmHg
N : 83x/menit
S : 36 c
RR : 20x/menit
c.
Antropometri : TB : 167cm, BB : 63kg
d.
Tidak ada keluhan fisik : klien mengatan
pendengaran kurang baik.
e.
Pemeriksaan fisik:
1)
Kepala
·
Inspeksi : terdapat ketombe rambut
pendek,warna hitam,rambut tidak rapi
·
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
2)
Mata
·
Inspeksi: konjungtiva merah muda, ,penglihatan
normal,tidak kabur,tidak ada peradangan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3)
Hidung
·
Inspeksi : bentuk simetris, penciuman
normal, tidak ada peradangan, tidak ada polip (bersih)
·
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
4)
Mulut
·
Inspeksi : bau mulut tidak
sedap, tidak ada karies gigi, mukosa bibir lembab, tidak ada luka, tidak ada
pembesaran tonsil.
5)
Telinga
·
Inspeksi : simetris, telinga tampak kotor,
pendengaran terganggu.
·
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
6)
Leher
·
Inspeksi : tidak ada pembesaran vena
jugularis, tidak kaku kuduk
·
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
7)
Dada
·
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada
nyeri tekan
·
auskultasi : RH (-), WZ (-)
8)
Abdomen
·
Inspeksi : bentuk buncit, tidak
terdapat lesi
·
Auskultsasi : bising usus 10 x
/ menit
·
Palpasi : tidak terdapat nyeri
tekan
·
Perkusi : timpani
9)
Genetalia:
·
Bersih
·
Tidak ada hemoroid
·
Tidak ada gangguan pola eliminasi
10)
Ekstrimitas
·
kekuatan
otot 5 5
5 5
·
Rentang gerak maksimal
·
Tidak ada luka
11)
Integumen
·
kulit kotor
·
tidak ada lesi
·
masalah kepetrawatan : Defisit perawatan
diri
5.
PENGKAJIAN
PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Penjelasan
·
Pasien tinggal bersama keluarganya.
·
Klien jarang
bersosialisasi berbicara dengan ayah nya dengan masyarakat,pengambil keputusan
dalam keluarga ayah nya,
·
Klien mengatakan orang yang terdekat
dengan klien adalah ibu kandung nya
Masalah kepetrawatan : Koping keluarga
inefektif
- Konsep
Diri
a.
Gambaran diri : Klien mengatakan menyukai
dan bersyukur dengan tubuhnya,klien meyukai seluruh anggota tubuhnya karena
ciptaan dari Allah. Klien mengatakan sangat menyukai semua bagian dari tubuhnya
karena ini adalah pemberian Allah
kepadanya.
b.
Identitas Diri : Klien mengatakan sebelum dirawat dia adalah anak yang rajin membantu orang tua dalam membersikan rumah dan membantu ibunya.Klien
mengatakan merasa malu karena klien adalah seorang lulusan/tamatan dari SD, dan klien juga merasa malu karena dengan umur klien yang sudah merasa tua
tapi belum juga kunjung menikah.
Masalah
keperawatan : gangguan identitas diri
c.
Peran : Dirumah klien mengatakan dia adalah anak yang baik, klien juga
mampu menyeleseikan tugas jika diberi tugas ringan dirumah untuk menyapu dan
sebagainya.
d.
Ideal diri : klien mengatakan selalu menyendiri dan tidak pernah
bergaul dengan lingkungan karena malu orang-orang yang menjauhinya karena dia sering ngamuk,
Masalah keperawatan :
e.
Harga diri : klien
mengatakan merasa malu karena klien dipandang sebelah mata oleh masyarakat
karena dengan kondisi klien yang mengalami gagguan iwa
Masalah keperawatan : Harga diri rendah
- Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti atau terdekat
klien mengatakan orang yang terdekat
dengannya adalah ibu kandungnya,dan klien juga sering bercerita dengan ibunya
b. Peran serta kegiatan kelompok
klien mengatakan sebelum disini dia jarang
berkumpul dalam kegiatan kelompok dan,dan setelah di RSJ klien sering menyendiri.
c. Hambatan dan hubungan dengan orang lain
klien mengatakan saat ini lebih suka
menyendiri dari pada kumpul bersama teman sekamarnya.
Masalah keperawatan : Isolasi sosial
- Spritual
a.
Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan menerima sakit jiwa dan menggap cobaan dari tuhan
b.
Kegiatan ibadah
klien mengatakan saat dirumah waktunya
beribadah pada Allah lebih banyak dan rajin beribadah,
tetapi saat disini jarang karena malu dan malas.
masalah keperawatan :
6.
STATUS
MENTAL
a.
Penampilan :
Klien mengatakan
tidak pernah bersisir, tidak potong kuku selama di RSJ, Klien tidak mengetahui
cara perawatan diri yang benar
pasien
kurang rapih,memakai pakian sesuain jadwal.
Klien
makan tidak menggunakan alat makan yang benar.
Masalah
keperawatan : Defisit Perawatan Diri
b.
Pembicaraan : lambat
Klien
jika berbicara lambat dan suara pelan.
Masalah keperawatan : harga diri rendah
c.
Aktivitas motorik :
Klien
tampak gelisah,mondar-mandir,muka tampak tegang, Masalah : Resiko perilaku kekerasan
d.
Alam perasaan :
Klien
mengatakan sedih karena klien tidak bisa bertemu dengan ibu kandungnya
e.
Afek :
Saat
klien diberi cerita sedih klien tampak diam saja,begitu juga saat klien diberi
cerita senang atau gembira klien juga tampak diam saja
Masalah keperawatan : Isolasi sosial
f.
Interaksi selama wawancara :
Klien
terlihat kontak mata kurang,klien jika diajak bicara banyak menundukan kepala
tetapi kadang klien menatap dengan tajam.
Masalah keperawatan : Harga diri rendah,
resiko perilaku kekerasan.
g.
Persepsi/halusinasi
Klien
mengatakan tidak melihat dan tidak mendengar suara tanpa ada wujudnya,
klien
mengatakan tidak ada halusinasi.
h.
Proses pikir
Kien tidak
ada pembicaraan berbelit-belit dan pembicaraaan sampai tujuan,klien tidak ada
pembicaraan yang berualang-ulang,klien tidak ada pembicaran yang meloncat dari
satu topik ke topik lainya.
Masalah
keperawatan :
i.
Isi pikir
Klien tidak ada gangguan pada isi pikir.
Klien tidak ada fikiran yang berlebihan.
Klien mengatakan ingin cepat keluar
dari rumah sakit sudah kangen sama keluarga,dia merasa tidak
mengalami gangguan jiwa
Masalah keperawatan : Koping individu
inefektif
j.
Waham
Klien mengatakan beragama Islam,klien
selama dirumah juga rajin untuk melaksakan ibadah sholat, klien mengatakan
tidak mempunyai keyakiyan atau kepercayaan yang menyimpang dari agama islam.
k.
Tingkat kesadaran :
Klien
tampak bingung,lebih sering menyendiri saat dirumah sakit.
Masalah
keperawatan : Kebingungan kronik, isolasi sosial
l.
Memori
Klien
tidak ada gamgguan dalam daya ingat,klien mengatakan datang ke RSJ dibawa
keluarga nya dan klien saat itu diikat tangannya.
·
Jangka panjang : klien mampu mengingat
keluarga nya
·
Jangka menengah : klien mampu mengingat 1
bulan yang lalu, dan klien selama dirumah mengamuk
·
Jangka pendek : klien kurang mampu
mengingat sesuatu yg baru di ajari.
Masalah keperawatan : gangguan konsentrasi jangka pendek
m.
Tingkat konsentrasi dan berhitung
Saat ditanya “jika bapak belanja habis
5000,untuk beli tempe dan uang ibu 10.000 maka kembalinya berapa? “klien
menjawab Rp.5000
Masalah keperawatan : -
n.
Kemampuan penilaian
Saat ditanya tidur dulu sebelum minum obat
atau minum obat dulu sebelum tidur, klien menjawab minum obat dulu sebelum
tidur,karena mematuhi peraturan perawat..
Masalah keperawatan : -
o.
Daya tilik diri
Mengingkari penyakit yang diderita : klien
mengatakan dia tidak sakit jiwa tetapi orang-orang mengaggap gila padahal dia
tidak merasa sakit
Masalah keperawatan : koping individu
inefektif
7.
KEBUTUHAN
PERSIAPAN PULANG
1. Makan
Klien makan mandiri dengan bimbingan
perawat, makan 3x1 hari, dan 1 porsi dihabiskan.
2. BAK / BAK
Klien dapat BAB/BAK secara mandiri,klien
mengatakan BAB/BAK dikamar mandi dan selalu membersihkan nya setelah memakai.
BAB 1x sehari, BAK 2-4 x sehari
3. Mandi
Klien mandi harus dimotivasi perawat
terlebih dahulu, klien malas untuk
mandi, karena klien menganggap meskipun dia mandi klien
tidak berubah menjadi ganteng.
Klien mengatakan mandi tidak mengggunakan
sabun dan tidak memakai sampo tidak gosok gigi
Masalah keperawatan : harga diri rendah.
4. Berpakaian
atau berhias
Klien dapat berpakaian sendiri,
menggunakan pakaian yang sesuai seragam pada hari itu dan ganti baju 1 x sehari. Rambut berantakan, wajah kusam,bau tidak sedap
Masalah keperawatan : Defisit perewatan
diri
5. Istirahat
dan tidur
·
Tidur siang 13.00 – 14.00
·
Tidur malam 21.00 – 05.00
·
Aktivitas sebelum tidur : duduk – duduk,
nonton tv.tidur tidak mudah bangun
·
Klien tidak mengalami gangguan tidur
6. Penggunaan
obat
Klien minum obat dengan bantuan minimal
perawat memberikan bimmbingan dan motivasi pada klien untuk minum obat. Klien
juga mengeluh pusing setiap habis minum obat.
7. Pemeliharaan
kesehatan
·
Perawatan lanjutan : ya
·
Sistem pendukung : keluarga
Klien
mengatakan mengobati penyakitnya dibawa oleh keluarga nya berobat ke RSJ
8. Aktivitas
dalam rumah
·
Klien mengatakan dapat menyiapakn makanan
dirumah
·
Klien klien mengatakan dapat menjaga
kerapian dan kebersihan rumah
·
Klien mengatakan dapat mencuci pakaian
sendiri
·
Klien mengatakan yang mengatur keuangan
dirumah adalah ibunya
9. Aktivitas
diluar rumah
·
Klien tidak bisa berbelanja sendri
·
Klien dapat menggunakan transportasi seperti
sepeda motor.
·
Klien juga berprofesi sebagai tukang ojek
8.
MEKANISME
KOPING
Klien
mengatakan marah dan jengkel kepada ayah nya dan merusak kaca saat marah,klien merasa
malu dan sangat jengkel karena ayah nya menikah lagi
Masalah keperawatan : koping keluarga
inefektif,Resiko perilaku kekerasan
9.
MASALAH
PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Klien mengatakan tidak ada waktu bergaul
dengan yang lain, klien sering menyendiri,klien tampak meyendiri disudut
ruangan.
Klien mengatakan ingin memiliki pekerjaan
seperti orang lain
Klien hingga saat ini masih ikut
orangtuanya
Klien juga belum menikah dan klien juga
ingin seperti orang- orang yang lain
Klien sekolah hanya sampai tamatan SD dan
klien juga merasa malu
Masalah keperawatan : Harga diri rendah
10.
PENGETAHUAN
KURANG TENTANG
klien mengatakan orang gila itu ya orang
yang mengalami penyakit gangguan jiwa, klien tabah dengan penyakitnya.
Klien putus obat dan tidak mengonsumsi
obat selama kurang lebih 1 bulan
Masalah keperawatan : - koping individu
inefektif
11.
ASPEK
MEDIS
1. Diagnosa
medis: skizofrenia paranoid
2. Terapi
medik:
·
Haloperidol 5 mg 1-0-1
·
Clopromazine 100 mg 0-0-1
·
trihexyphenidy
A.
ANALISA DATA
Nama :
Tn. H
Usia :
30 tahun
No
RM : 029163
NO
|
DATA
|
MASALAH
|
1
|
Ds
:
-
klien mengatakan
datang ke RSJ dibawa keluarga nya dan klien saat itu diikat tangannya.
-
Klien mengatakan
marah dan jengkel kepada ayah nya dan merusak kaca saat marah,klien merasa
malu dan sangat jengkel karena ayah nya menikah lagi.
-
Klien mengatakan marah karena ayah nya menikah lagi sedangkan
kilen saja belum menikah
-
Klien mengatakan
mengamuk memecahkan kaca.
-
Klien mengatakan sebelum nya
pernah di rawat di rs jiwa provinsi lampung sebanyak 3 kali dengan keluhan dahulu sering marah marah
saat di rumah
Do :
-
Klien tampak
bingung
-
Klien tampak mondar
mandir
-
Klien jika bicara
suara nya keras
-
Kien tampak membentak-bentak jika bicara
-
Klien tampak gelisah
-
Klien tampak muka
tampak tegang
-
Klien tatapan mata
tajam
|
Resiko Perilaku Kekerasan
|
2
|
Ds
:
-
klien mengatakan
merasa malu karena ayah nya menikah
lagi.
-
Klien mengatakan
ingin memiliki pekerjaan seperti orang lain
-
klien mengatakan
merasa malu karena klien dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena dengan
kondisi klien yang seperti itu.
-
Klien mengatakan
merasa malu karena klien adalah seorang lulusan/tamatan dari SD. klien juga merasa malu karena dengan umur klien yang sudah merasa tua
tapi belum juga kunjung menikah.
Do :
-
Klien tampak sendirian
-
Klien terlihat
kontak mata kurang,
-
klien jika diajak
bicara banyak menundukan kepala.
-
Klien jika berbicara
lambat
-
Klien juka bicara suara
pelan.
|
Harga diri rendah
|
3
|
Ds :
-
klien mengatakan
saat ini lebih suka menyendiri dari pada kumpul bersama teman sekamarnya.
-
klien mengatakan
sebelum disini dia jarang berkumpul dalam kegiatan kelompok dan, setelah di RSJ klien sering menyendiri.
-
Klien mengatakan
tidak ada waktu bergaul dengan yang lain,
-
klien mengatakan
selalu menyendiri dan tidak pernah bergaul di lingkungan
Do :
-
klien mengatakan
sering melamun
-
Saat klien diberi cerita sedih klien tampak
diam saja,begitu juga saat klien diberi cerita senang atau gembira klien jug
tampak diam saja.
-
Klien tampak
menyendir
-
Klien menyendiri
dsudut ruangan
-
Klien tampak sering
diam
-
Klien jarang
bersosialisasi dengan teman sekamar.
|
Isolasi sosial
|
Ds :
-
Klien mengatakan
mandi tidak mengggunakan sabun
-
Klien mengatakan
tidak pernah bersisir
-
Klien mengatakan
tidak potong kuku selama di rsj
-
Klien tidak
mengetahui cara perawatan diri yang benar
pasien kurang rapih,memakai pakian
sesuain jadwal.
-
Klien makan tidak
menggunakan alat makan yang benar.
-
Klien tidak mau
berhias
-
Klien mengatakan mandi
tidak pakai sampo,
-
Klien mengatakan
tidak gosok gigi.
Do :
-
Klien tampak terdapat
ketombe rambut pendek
-
Kuku tangan klien
tampak panjang.
-
Klien mandi harus
dimotivasi perawat terlebih dahulu, klien malas untuk mandi
-
Klien bau
mulut tidak sedap
-
Telinga klien tampak
kotor
-
Kulit klien tampak
kotor
-
Klien berpenampilan
tidak rapih
-
Tampak Rambut berantakan,
-
Klien tampak wajah kusam,
-
bau bandan tidak
sedap
|
Defisit perawatan diri
|
|
Ds :
-
Keluarga klien
mengatakan sudah tidak mengambil obat karena klien tidak mau minim obat 1
bulan lebih
-
Klien mengatakan
merasa malu dan sangat jengkel karena ayah nya menikah lagi
-
Keluarga klien
mengatakan sudah tidak mengambil obat karena klien tidak mau minum obat 1
bulan lebih
-
Keluarga klirn membiarkanya, sehingga dibawa ke rs jiwa Lampung
-
Do :
-
Klien dirawat di RSJ
-
Klien tampak menyendiri
-
Keluaga tidak mengambil
obat rutin ke RSJ
|
Koping keluarga inefektif
|
|
Ds :
-
Klien jarang
bersosialisasi berbicara dengan ayah nya dengan masyarakat
-
Klien mengatakan
ingin cepat keluar dari rumah sakit sudah kangen sama keluarga,dia merasa tidak mengalami gangguan jiwa.
-
klien mengatakan dia
tidak sakit jiwa tetapi orang-orang mengaggap gila padahal dia tidak merasa sakit
-
klien mengatakan orang
gila itu ya orang yang mengalami penyakit gangguan jiwa,
Do:
-
Klien minum obat
dengan bantuan minimal perawat memberikan bimmbingan dan motivasi pada klien
untuk minum obat
-
Klien putus obat dan
tidak mengonsumsi obat selama kurang lebih 1 bulan
-
Klien sulit dan tidak
mau untuk minum 0bat
|
koping individu inefektif
|
Pohon Masalah
B.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama :
Tn. H
Usia :
30 tahun
No
RM :
029163
1.
Diagnosa : Resiko
Perilaku kekerasan
Diagnosa keperawatan
|
Sp/kemampuan klien
|
Sp/kemampuan keluarga
|
Resiko prilaku
kekerasan
|
Sp
1.
·
Identifikasi penyebab tanda dan gejala
,pk yang di lakukan ,akibat pk
·
Jelaskan cara mengontrol pk :
fisik,obat,verbal,spiritual
·
Latihan cara mengontrol pk secara fisik
: tarik napas dalam dan pukulkasur dan bantal.
·
Masukan pada jadwal kegiatan untuk
latihan fisik.
|
Sp.1
·
Diskusikan masalah yang
dirasakan dalam merawat klien
·
Jelaskan pengertian ,tanda dan gejala
dan proses terjadinya pk (gunakan booklet)
·
Jelaskan cara merawat pk
·
Latih satu cara merawat pk dengan
melakukan kegiatan
Fisik
:tarik nafas dalam dan pukul bantal
·
Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal
dan memberi pujian
|
Sp.2
·
Evaluasi kegiatan latihan
fisikn,beri pujian
·
Latih cara mengontrol pk dengan obat
jelaskan 6 benar obat : jenis,guna dosis,frekuensi ,cara,kointuinitas minum
obat
·
Masukan pada jadwal kegiatan untuk
latihan fisik dan minum obat.
|
Sp.2
·
Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat
/ melatih
·
Jelaskan 6 benar member obat
·
Latih cara memberikan /membimbing minum
obat
·
Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal
dan beri pujian
|
|
Sp.3
·
Evaluasi kegiatan latihan fisik &
obat,beri pujian
·
Latih cara mengontrol pk secara verbal (
3 cara yaitu mengungkapkan ,meminta,menolak dengan benar)
·
Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk
latihan fisik ,minum obat dan verbal
|
Sp.3
·
Evaluasi kegiatan keluarga dalam
merawat/melatih pasien fisik dan memberikan obat,beeri pujian
·
Latih cara membimbing ,cara bicara yang
baik.
·
Latih cara membimbing kegiatan spiritual
·
Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal
dan member pujian
|
|
Sp.4
·
Evaluasi kegiatan latihan fisik dan
obat,verbal,beri pujian
·
Latihan cara mengontrol spiritual ( 2
kegiatan )
·
Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan fisik minum ,obat,verbal dan spiritual
|
Sp.4
·
Evaluasi kegiatan keluarha dalam merawat
/melatihpaisen ,fisik,memberikan obat,latihan bicara yang baik dan kegiatan spiritual , beri pujian
·
Jelaskan follow up ke RSJ /pkm ,tanda
kambuh ,rujukan
·
Anjurkan membanntu pasien sesuai
jadwal dan memberikan pujian
|
- Diagnosa : harga diri rendah
PERTEMUAN
|
PASIEN
|
KELUARGA
|
1
2.
3.
4.
5.
|
- identifikasi
kemampuan melakukan kegiatan dan bantu
aspek positif pasien( buat daftar kegiatan)
- bantu
pasien menilai kegiatan yang dapat di lakukan saat ini( pilih dari daftar
kegiatan); buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
- bantu
pasien memilih kegiatan yang dapat di latih saat ini
- latih
kegiatan yang di pilih( alat dan cara melakukan nya)
- masukan
pada jadwal kegiatan untuk latihan 2 kali perhari
-
evaluasi kegiatan pertama yang telah
dilatih dan berikan pujian
-
bantu pasien memilih kegiatan kedua yang
akan dilatih
-
latih kegiatan kedua ( cara san alat)
-
masukan dalam jadwal kegiatan untuk
latihan 2 kegiatan masing-masing 2kali sehari
-
evaluasi kegiatan pertama dan kedua yang
telah dilatih dan berikan pujian
-
bantu pasien memilih kegiatan ketiga
yang akan di latih
-
latih kegiatan ketiga(cara dan alat)
-
masukan pada jadwal kegiatan untuk
latihan 3 kegiatan masing-masing 2x/hari
-
evaluasi kegiatan pertama, kedua dan
ketiga yang telah dilatih dan beri pujian
-
bantu pasien memilih kegiatan keempat
yang akan dilatih
-
latih kegiatan keempat (cara dan alat)
-
masukan pada jadwal kegiatan harian 4
kegiatan masing-masing 2x/hari
-
evaluasi kegiatan latihan dan memberi
pujian
-
latih kegiatan di lanjutkan sampai tak
terhingga
-
nilai kemampuan yang telah mandiri
-
nilai apakah harga diri pasien menigkat
|
-
diskusikan masalah yang dirasakan dalam
merawat pasien
-
jelaskan
pengertian , tanda gejala, dan proses terjadinya harga diri rendah (
gunakan booklet)
-
jelaskan cara merawat harga diri rendah
terutama memberikan pujian semua hal positif pada pasien
-
latih keluarga memberi tenggung jawab
kegiatan pertama yang dilatih pasien; bimbing dan beri pujian
-
anjurkan membantu pasien sesuai jadwal
dan memberi pujian
-
evaluasi kegiatan keluarga dalam
membimbing pasien melaksanakan kegiatan pertama yang dipilih dan latih
pasien. Beri pujian
-
bersama keluarga melatih pasien dalam
melakukan kegiatan kedua yang di pilih pasien
-
anjurkan membantu pasien sesuai jadwal
dan memberi pujian
-
evaluasi
kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan
pertama dan kedua yang dipilih dan dilatih pasien. Beri pujian
-
bersama keluarga melatih pasien dalam
melakukan kegiatan ketiga yang di pilih pasien
-
anjurkan membantu pasien sesuai jadwal
dan beri pujian
-
evaluasi
kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan
pertama, kedua dan ketiga yang dipilih dan dilatih pasien. Beri pujian
-
bersama keluarga melatih pasien dalam
melakukan kegiatan keempat yang di pilih pasien
-
jelaskan follow up ke RSJ/PKM tanda
kambuh, rujukan
-
anjurkan membantu pasien sesuai jadawal
dan beri pujian
-
evaluasi
kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan yang
dipilih dan dilatih pasien. Beri pujian
-
nilai kemampuan keluarga membimbing
pasien
-
nilai kemampuan keluarga melakukan
kontrol ke RSJ/PKM
|
1.
Diagnosa : Isolasi
Sosial
No
|
Diagnose
keperawaan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Isolasi sosial
|
1.
Membina hubungan saling percaya
2.
Dapat mengidentifikasi isolasi sosial
:siapa yang serumah, siapa yang dekat, dan apa sebabnya
3.
Dapat memberitahukan kepada klien
keuntungan punya teman dan bercakap-cakap
4.
Dapat Memberitahukan kepada klien
kerugian tidak punya temn dan tidak bercakap- cakap
5.
Klien dapat berkenalan degan pesien,
perwat, dan tamu
|
Pertemuan 1
1.
Identifikasi penyebab isolasi sosial :
siapa yang serumah, siapa yang dekat, dan apa sebabnya
2.
Jelaskan kuntungan punya teman dan
bercakap- cakap
3.
Jelaskan kerugian tidak punya teman dan
tidak bercakap-cakap
4.
Latih cara berkenalan dengan pasien,
perawat, dan tamu
5.
Masukan pada jadual kegiatan untuk
latihan berkenalan
|
|
1.
Klien dapat berbicara saat melakikan
kegiatan harian
2.
Klien dapat berkrnalan dengan 2-3 orang
pasien, perawat dan tamu
|
Pertemuan ke 2
1.
Evaluasi kegiatan berkenalan dengan
beberapa orang.beri pujian
2.
Lati cara berbicara saat melakukan
kegiatan harian ( latih 2 kegiatan )
3.
Masukan pada jadwal kegiatan untuk
latihan berkenalan dengan 2-3 orang pasien, perawat dan tamu , berbicara saat
melakukan kegiatan harian
|
||
1. Klien
dapat berbicara saat melakuakan kegiatan harian
2. Klien
dapat berkenalan dengan 4-5 orang,berbicara saat melakuakan 2 kegiatan harian
|
Pertemuan
ke 3
1.
Evaluasi kegiatan, latihan berkenalan
(beberapa orang ) dan bicara saat melakukan duaan kegiatan harian.berikan
pujian
2.
Lati cara berbicara saat melakukan
kegiatan harian ( 2 kegiatn baru)
3.
Masukan dalam jadwal kegiatan harian
untuk latihan berkenalan 4-5 orang,berbicara saat melakukan 4 kegiatan
latihan
|
||
1.
klien dapat berbicra sosial : meminta
sesuatu,menjawap pertanyaan
2.
klien dapat berkenalan dengan >5
orang, orang baru, berbicara saat melakukan kegiatan harian sosialisasi
|
Pertemuan
ke 4
1.
evaluasi kegitan latihan berkenalan,
bicara saat melakukan empat kegiatan harian. Berikan pujian
2.
latihan bicara sosial: meminta
sesuatu,menjawab pertanyaaan
3.
masukan pada jadwal kegiatan untuk
latihan berkenalan >5orang, orang baru berbicara saat melakukan kegiatan
harian dan sosialisai
|
||
3.
klien dapat mandiri dalam berkenalan,
berbicara saat melakukan kegiatan harian dan sosialisai
|
Pertemuan
ke 5-12
1.
evaluasi kegiatan latihan berkenalan,
berbicara saat melakukan kegiatan harian dan sosialisai beri pujian
2.
latihan kegiatan latihan
3.
Nilai kemampuan yang telah mandiri
4.
Nilai apakah isolisasi sosial teratasi
|
C.
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama :
Tn. H
Usia :
30 tahun
No
RM :
029163
Implementasi
|
Evaluasi
|
Tanggal
: 06 februari 2017
Jam : 09.00 WIB
DATA :
Ds :
1.
klien mengatakan
datang ke RSJ dibawa keluarga nya dan klien saat itu diikat tangannya.
-
Klien mengatakan
marah dan jengkel kepada ayah nya dan merusak kaca saat marah,klien merasa
malu dan sangat jengkel karena ayah nya menikah lagi.
-
Klien mengatakan marah karena ayah nya menikah lagi sedangkan
kilen saja belum menikah
-
Klien mengatakan
mengamuk memecahkan kaca.
-
Klien mengatakan sebelum nya
pernah di rawat di rs jiwa provinsi lampung sebanyak 3 kali dengan keluhan dahulu sering marah marah
saat di rumah
Do :
-
Klien tampak
bingung
-
Klien tampak mondar
mandir
-
Klien jika bicara
suara nya keras
-
Kien tampak membentak-bentak jika bicara
-
Klien tampak gelisah
-
Klien tampak muka
tampak tegang
-
Klien tatapan mata
tajam
2.
Ds :
-
klien mengatakan
merasa malu karena ayah nya menikah
lagi.
-
Klien mengatakan
ingin memiliki pekerjaan seperti orang lain
-
klien mengatakan
merasa malu karena klien dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena dengan
kondisi klien yang seperti itu.
-
Klien mengatakan
merasa malu karena klien adalah seorang lulusan/tamatan dari SD. klien juga merasa malu karena dengan umur klien yang sudah merasa tua
tapi belum juga kunjung menikah.
Do :
-
Klien tampak sendirian
-
Klien terlihat
kontak mata kurang,
-
klien jika diajak
bicara banyak menundukan kepala.
-
Klien jika berbicara
lambat
-
Klien juka bicara
suara pelann
Ds :
-
klien mengatakan
sering melamun
-
klien mengatakan
saat ini lebih suka menyendiri dari pada kumpul bersama teman sekamarnya.
-
klien mengatakan
sebelum disini dia jarang berkumpul dalam kegiatan kelompok dan, setelah di RSJ klien sering menyendiri.
-
Klien mengatakan
tidak ada waktu bergaul dengan yang lain,
-
klien mengatakan
selalu menyendiri dan tidak pernah bergaul di lingkungan
-
Saat klien diberi cerita sedih klien tampak
diam saja,begitu juga saat klien diberi cerita senang atau gembira klien jug
tampak diam saja
Do :
-
Klien tampak
menyendir
-
Klien menyendiri
dsudut ruangan
-
Klien tampak sering
diam
-
Klien jarang
bersosialisasi dengan teman sekamar.
DIAGNOSA
1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Harga
diri rendah
3. Isolasi
sosial
INTERVENSI
1. Klien
mampu Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat
RPK. Jelaskan cara mengontrol PK dengan fisik : Tarik napas dalam dan pukul
bantal kasur
2. Klien
mampu mengidentifkasi gejala harga diri rendah dan cara mengatasi nya dengan
: latihan memilih kegiatan terjadwal
3. Klien
mampu Identikfikasi isolasi sosial, latih
bercakap-cakap, jelaskan
keuntungan punya teman.
.
RENCANA TINDAK LANJUT
1.
Latih mengontrol PK
dengan Obat
2. Latih
memilih kegiatan teradwal yag lain (alat dan bahan)
3.
Latih berkenalan
2-3 orang ( 2 kegiatan)
|
SUBJEKTIF
1. Klien mengatakan masih ada perasaan ingin marah
2. Klien mengatakan masih malu berkenalan dengan orang
lain
3. Klien sudah mengerti apa itu kebersihan diri
OBJEKTIF
1. Tatapan mata tajam, klien bisa mempraktikan cara
mengontrol PK dengna fisik: Tarik nafas dalam, pukul bantal kasur
2. Klien
menunduk saat diajak berbicara, Klien
mampu melakukan kegiatan, yang dijadwalkan
3. Klien masih tampak sering menyendiri, kontak mata
masih kurang, masih terlihat menghindar saat di dekati
Klien
mampu bercakap-ckap dengan teman-teman nya
ANALISIS
1. Resiko
perilaku kekerasan (+)
2. Harga
diri rendah (+)
3. Isolasi
social (+)
PLANING
1.
Latihan tarik nafas
dalam dan pukul bantal kasur 2x1
2.
Latihan memilih
kegiatan 3x1
3.
Latihan
bercakap-cakap 2x1
|
Tanggal
: 07 februari 2017
Jam : 09.00 WIB
DATA :
-
klien mengatakan
datang ke RSJ dibawa keluarga nya dan klien saat itu diikat tangannya.
-
Klien mengatakan
marah dan jengkel kepada ayah nya dan merusak kaca saat marah,klien merasa
malu dan sangat jengkel karena ayah nya menikah lagi.
-
Klien mengatakan marah karena ayah nya menikah lagi sedangkan
kilen saja belum menikah
-
Klien mengatakan
mengamuk memecahkan kaca.
-
Tatapan mata klien
tajam saat meakukan oengkajian. Klien mengatakn kadang masih suka merasa
marah.
Do :
-
Klien tampak mondar
mandir
-
Klien jika bicara
suara nya keras
-
Kien tampak membentak-bentak jika bicara
-
Klien tampak gelisah
-
Klien tampak muka
tampak tegang
2. Ds :
-
Klien lebih banyak
diam, melamun dan menyendiri. Saat diajak bicara, kontak mata kurang, klien
tampak menghindar
-
Klien mengatakan
ingin memiliki pekerjaan seperti orang lain
-
klien mengatakan
merasa malu karena klien dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena dengan
kondisi klien yang seperti itu.
-
Klien mengatakan
merasa malu karena klien adalah seorang lulusan/tamatan dari SD. klien juga merasa malu karena dengan umur klien yang sudah merasa tua
tapi belum juga kunjung menikah
Do :
-
Klien tampak sendirian
-
Klien terlihat
kontak mata kurang,
-
klien jika diajak
bicara banyak menundukan kepala.
-
Klien jika berbicara
lambat
3. Ds :
-
klien mengatakan
saat ini lebih suka menyendiri dari pada kumpul bersama teman sekamarnya.
-
klien mengatakan
sebelum disini dia jarang berkumpul dalam kegiatan kelompok dan, setelah di RSJ klien sering menyendiri.
-
Klien mengatakan
tidak ada waktu bergaul dengan yang lain,
-
klien mengatakan
selalu menyendiri dan tidak pernah bergaul di lingkungan
Do :
-
Klien menyendiri
dsudut ruangan
-
Klien tampak sering
diam
-
Klien jarang
bersosialisasi dengan teman sekamar.
DIAGNOSA
1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Harga
diri rendah
3. Isolasi Sosial
INTERVENSI
1. Klien
mampu Latih cara mengontrol PK dengan obat (6 benar obat).
Masukan pada jadwal untuk latihan fisik dan minum obat.
2. Klien
mampu latihan memilih kegiatan ke dua yang sudah terjadwal.
3. Klien
mampu Latih cara berbicara saat melaukukan kegiatan harian
(2 kegiatan) masukan pada jawal latiahan berbicara
RENCANA TINDAK
LANJUT
1. Mengajarkan Latih mengontrol PK secara verbal
2. Mengajarkan
latihan memilih kegiatan ke 2 yang terjadwal.
3. mengajarkan
Latih berkenalan 4-5 orang ( 2 kegiatan baru),.
|
SUBJEKTIF :
1. Klien mengatakan bisa mengahapal 6 benar obat, dan
merasa lebih tenang dengan minum obat
klien dapat menelaskan nya, marah berkurang
2. Klien mengatakan masih malu untuk berbicara dengan
orang lain saat melakukan kegiatan harian.
3.
Klien mengatakan segar
setelah mandi dan berdandan,
OBJEKTIF :
·
Klien tampak lebih
tenang, klien mampu menjelaskan kembali 6 benar obay untuk mengontrol PK
·
Klien tampak masih
malu untuk berbicara dengan lawan bicaranya
·
Klien tampak rapi
dan segar setelah mandi daan berdandan,klien mampu meyebutkan alat dan cara berdandan
ANALISIS :
·
Resiko perilaku
kekerasan (+)
·
Harga diri rendah
(+)
·
Isolasi social (+)
PLANING :
4. Latih cara menontrol pk dengan
6 bnar obat 2x1
5. Latihan
melakukan kegiatan terjadwal,kegiatan ke 2 ,2x1
6. Latih cara berbicara
berkenalan 2-3 (2 kegiatan) 2x1/hari
.
|
Tanggal : 8 februari 2017
Pukul
: 10.00 wib
DATA :
-
Ds :
-
Klien mengatakan
marah dan jengkel kepada ayah nya dan merusak kaca saat marah,klien merasa
malu dan sangat jengkel karena ayah nya menikah lagi.
-
Klien mengatakan marah karena ayah nya menikah lagi sedangkan
kilen saja belum menikah
-
Klien mengatakan
mengamuk memecahkan kaca.
Do :
-
Klien jika bicara
suara nya keras
-
Kien tampak membentak-bentak jika bicara
2.
Ds :
-
Klien mengatakan
ingin memiliki pekerjaan seperti orang lain
-
klien mengatakan
merasa malu karena klien dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena dengan
kondisi klien yang seperti itu.
Do :
Klien
tampak masih menyendiri
Klien
tampak menunduk saat diajak berbincang
Ds :
-
Klien mengatakan tidak
ada waktu bergaul dengan yang lain,
-
klien mengatakan
selalu menyendiri dan tidak pernah bergaul di lingkungan
Do :
-
Klien tampak sering
diam
-
Klien jarang
bersosialisasi dengan teman sekamar.
DIAGNOSA :
-
Resiko perilaku
kekerasan
-
Harga diri rendah
-
Isolasi sosial
INTERVENSI :
-
Klien mampu Latih cara berbicara 4-5
orang (2 kegiatan baru).
-
Klien mampu Latih cara mengontrol PK dengan secara Verbal
(mengungkapkan, meminta dan menolak dengan baik).
-
Klien mampu Latih cara makan dan minum dengan baik.
RENCANA TINDAK
LANJUT :
-
Latih cara
mengontrol PK secara spiritual
-
Latih cara
berbicara sosial ( meminta sesuatu, menjawab pertanyaan)
-
|
SUBJEKTIF :
1. Klien mengatakan mampu
mengontrol pk secara verbal,klien mampu 6 bner obat, marahnya berkurang.
2. Klien mengatakan sudah tidak malu lagi untik
bebrbicara dengan orang lai.
3. Klien mengatakan sudah mandi teratur, bisa berdandan
dan makan dengan baik.
OBJEKTIF :
1. klien mulai tenang, pk berkurang, tatapan mata tidak
lagi tajam.
2. Klien tanpak mulai berkomunikasi dengan teman
sekamarnya.
3. Klien tampak bersih dan rapi, wajah tidak kusam.
Klien
mampu makan sudah dengan baik dan benar
ANALISIS :
1. Resiko
perilaku kekerasan (+)
2. Harga
diri rendah (+)
3.
Isolasi social (+)
PLANING :
1. Evaluasi latihan sebelumnya.
Latih Mengontrol PK dengan verbal 2x1
2. Evaluasi
latihan sebelumnya,
latih melakukan kegiatan terjadwal ke 3
3. Evaluasi latihan sebelumnya.
Latih
Berkenalan 4-5 orang 2x1
|
Tanggal : 09 februari 2017
Pukul
: 10.00 wib
DATA :
1.
Ds :
-
Klien mengatakan
marah dan jengkel kepada ayah nya dan merusak kaca saat marah,klien merasa
malu dan sangat jengkel karena ayah nya menikah lagi.
-
Klien mengatakan marah karena ayah nya menikah lagi sedangkan
kilen saja belum menikah.
Do :
-
Klien jika bicara
suara nya keras
2.
Ds :
-
Klien mengatakan
ingin memiliki pekerjaan seperti orang lain
Do :
Klien tampak menunduk saaat diajak berbicara
3.
Ds :
-
klien mengatakan
selalu menyendiri dan tidak pernah bergaul di lingkungan
Do :
-
Klien jarang
bersosialisasi dengan teman sekamar
DIAGNOSA :
1. Resiko perilaku kekerasan
2.
Harga diri rendah
3.
Isolasi sosial
INTERVENSI :
4. Klien
mampu Latih cara mengontrol PK secara spiritual
5. Klien
mampu melakukan kegiatan terjadwal ke 4 dengan baik dan benar.
6. Klien
mampu Latih cara berbicara sosial ( meminta sesuatu,
menjawab pertanyaan)
RENCANA TINDAK LANJUT
:
7. Evaluasi tindakan SP 1 sampai SP 4 beri pujian.
8. Evaluasi SP 1 sampai SP 4 beri pujian
9. Evaluasi tindakan SP 1 sampai SP 4 beri pujian.
|
SUBJEKTIF :
1. Klien mengatakan marahnya berkurang.dan mampu
mengontrol secara fisi,
Klien mengatakan mampu mengtrol pk dengan 6 benar obat,
Klien mampu mengtrol dengan verbal dan
Klien mengatakn mampu melakukan kegiatan spiritual
2.
Klien mampu
melakukan kegiatan 1-3 yang sudah terjadwal
Klien mengatakan mampu melakukan kegiatan ke 4 yang
terjadwal
3.
Klien mampu
berkenalan dengan 2-3 orang
Klien mampu berkenalan dengan 4-5 orang
Klien mengatakan sudah sudah
bisa berbicara social menjawab pertanyaan,meminta sesuatu
.
OBJEKTIF :
1. klien mulai tenang, pk berkurang, tatapan mata tidak
lagi tajam. Mampu mengulang yang sudah di ajarkan
2. klien
mampu melakukan kegiatan ke 4 yang terjadwal
3. Klien tanpak mulai berkomunikasi dengan teman
sekamarnya.
Klien mengatakan sudah sudah
bisa berbicara social menjawab pertanyaan,meminta sesuatu
ANALISIS :
PLANING :
1. Evaluasi latihan sebelumnya.
Latih mengontrol pk dengan spiritual 2x1
2. Evaluasi
latihan sebelumnya,
Latih kegiatan terjadwal ke 4, 2x1
3. Evaluasi latihan sebelumnya
Latih
berbicara social (meminta sesuatu, menjawab pertanyaan) 1x1 /hari, Beri pujian.
|
BAB
IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Nama Tn.H, Umur 27
tahun, Alamat pulau panggung
tanggamus. Tanggal dirawat 21 januari 2017, Tanggal pengakajian 6 februari 2017 No. RM 029163.
Klien datang ke RSJ Provinsi lampung dibawa oleh keluarganya pada tanggal
21-01-2017, jam 10.00. Datang ke IGD dengan keluhan klien 2 minggu lebih mengamuk klien
membentak-bentak jika bicara, kluarga klien mengatakan sering
melamun,mondar-mandir, klien juga sering menyendiri.
Keluarga klien mengatakan sudah tidak
mengambil obat karena klien tidak mau minum obat 1 bulan lebih , klien menolak
minum obat.sehingga dibawa ke rs jiwa lampung
Dari data yang di
dapat saat pengkajian Tn. H diperoleh tiga diagnosa prioritas, yaitu :
a.
Resiko perilaku
kekerasan
b.
Harga diri rendah
c.
Isolasi Sosial
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan jiwa selama kurang lebih 1 minggu Pengkajian
intervensi dan implementasi yang telah
dilakukan menghasilkan sebagai berikut :
SUBJEKTIF :
·
Klien mengatakan
marahnya berkurang.dan mampu mengontrol secara fisi, obat, verbal dan spiritual
·
Klien mengatakan mampu melakukan kegiatan
harian terjadwal dari 1 sampai 4.(menyapu,merapikan tempat tidur,membantu
mengepel,mandi dg baik)
·
Klien mengatakan
sudah tidak malu lagi untik bebrbicara dengan orang lain klien
mampu bercakap-cakap,klien mampu berkenalan 2-3 orang, klien mampu berkenalan
4-5 orang,dan latih bicara social
meminta sesuatu, menjawab pertanyaan.
OBJEKTIF :
·
klien mulai tenang,
pk berkurang, tatapan mata tidak lagi tajam. Mampu mengulang yang sudah di
ajarkan
·
klien mulai terbiasa melakukan kegiatan
harian yang terjadwal.
·
Klien tanpak mulai
berkomunikasi dengan teman sekamarnya.
PLANING :
1.
Evaluasi latihan
sebelumnya (mengontrol PK dengan fisik, obat dan verbal dan mengontrol PK
dengan spiritual). Beri pujian.
2.
Evaluasi latihan sebelumnya (latihan
kegiatan 1,latiham kegiatan 2, latihan kegiatan 3,latihan kegiatan 4). Beri
pujian
3.
Evaluasi latihan
sebelumnya (berkenalan, bebrbicara saat melakukan kegiatan harian dan berbicara
sosial) beri pujian.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Resiko
perilaku kekerasan adalah suatu bentuk prilaku maupun bertujuan melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis(keliat,2010)
Stuart,
(2009) mengemukakan perilaku agresif adalah suatu kondisi dimana seseorang
mengabaikan hak orang lain, dia menganggap bahwa harus berjuang untuk
kepentingannya dan mengharapkan perilaku yang sama dari orang lain, bagi dia
hidup adalah pertempuran yang dapat mengakibatkan kekerasan fisik atau verbal, perilaku
agresif sering terjadi akibat kurang kepercayaan diri.
Perilaku
agresif adalah suatu fenomena komplek yang dapat terjadi pada klien dengan
skizoprenia, gangguan mood, gangguan kepribadian borderline, gangguan perilaku
dan ketergantungan obat (Fontaine, 2009).
Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara ,fisik baik terhadap diri sendiri orang lain maupun
lingkungan.Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari
marah atau ketakutan panik. Perilaku agresi, dan perilaku kekerasan itu sendiri
dipandang sebagai suatu rentang dimana agresi, verbal di suatu sisi dan
perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan/tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan
kepada diri sendiri orang lain maupun lingkungan
B.
Saran
1.
Bagi pasien
Agar
pasien pasien yang mengalami masalah (RPK) resiko perilaku kekerasan dapat
mengenali penyebab,tanda gejala,faktor resiko supaya dapat mengontrol perilaku
kekerasanya agar tidak mencederai diri sendiri,orang lain maupun lingkungan dan
diharapkan sebelum terjadi perilaku kekerasan yang tidak di inginkan pasien
maupun keluarga pasien dapat mengatasi atau menangani saat pasien kambuh atau pasien dapat di tangani sebelum pasien
di bawa ke rumah sakit jiwa untuk mendapatkan penanganan atau perawatan yang
lebih tepat.
2.
Bagi
perawat
Diharap perawat
bisa menerapkan asuhan sesuai standar pelayanan keperawatan jiwa yang telah
ditetapkan dan sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan kepada profesi.
Serta diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam melakukan
asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien.
Perawat perlu mengekspresikan dan memahami perasaan
marah yang di alami oleh pasien dan perawat diharapkan juga mampu mengkaji apa
yang di alami oleh pasien,
3. Bagi
rumah sakit jiwa
Asuhan diberikan
pada klien sudah cukup baik dan hendaknya lebih meningkatkan mutu pelayanan
agar dapat memberikan asuhan yang lebih baik sesuai dengan standar asuhan
keperawatan serta dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan agar
dapat menerapkan setiap asuhan keperawatan jiwa sesuai dengan teori .
DAFTAR
PUSTAKA
Dyah W
(2009).Pengaruh assertive training terhadap perilaku kekerasan pada klien
skizoprenia,tesis.Jakarta.FIK UI.tidak dipublikasikan
Fontaine,K.L.(2009).Mental
Health Nursing.7th ed.New Jersy:Pearson Education,Inc
Herdman,T.H.(2012),Nanda
Internasional Nursing Diagnoses Definition &
Classification,2012-2014.Oxford:Willy-Blackwell
Keliat,B.A,.(2006).Peran
keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa.Jakarta:EGC
Keliat,B.A.dkk.(2005).Modul
Basic Course Community Mental Health Nursing.Kerjasama FIK UI dan WHO
Keliat,B.A.,&
Akemat.(2005).Keperawatan jiwa terapi aktivitas kelompok.Jakarta : EGC
Keliat,B.A.,&
Akemat.(2010).Model praktek keperawatan professional. Jakarta:EGC
Kemenkes RI,(2012)
modul: Pelatihan keperawatan jiwa masyarakat,pusat pendidikan tenaga
kesehatan,kementerian kesehatan republic Indonesia,Jakarta
Lelono S.K
(2011).Efektivitas cognitive behavior therapy (CBT) dan rational emotive
behavior therapy (REBT) pada perilaku kekerasan,halusinasi dan harga diri
rendah di rumah sakit Marzoike Mahdi Bogor.Tesis FIK UI. Tidak dipublikasikan
Maslim,R (2007),
panduan praktis : obat psikotropik,edisi ketiga,FK Unika Atmajaya,Jakarta
Stuart,G.W.(2009).
Principles and practice of psychiatric nursing,9th ed.missouri:
mosby,Inc.
Videbeck,S.L.(2008).
Buku ajar keperawatan jiwa.jakarta:EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar