LP (Laporan Pendahuluan) Keperawatan Lengkap

Kumpulan Laporan Pendahuluan Keperawatan, Asuhan Keperawatan Lengkap,SAP Dan Leaflet, Tugas-Tugas Kuliah Keperawatan Lainnya

30/04/17

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn. H DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG CENDRAWASIH RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan yang memungkinkan untuk terjadinya perkembangan fisik, intelektual, dan emosional individu secara potimal, sejauh perkembangan tersebut sesuai dengan perkembangan optimal individu-individu lain.
Sementara itu, gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri), distabilitas (tidak mampu mengerjakan pekerjaan sehari-hari), atau meningkatkan resiko kematian, kesakitan, dan distabilitas.
Gangguan jiwa adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental atau kesehatan mental yg disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus ekstern dan ketegangan-ketegangan sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu bagian, suatu organ, atau sistem kejiwaan mental (Erlinafsiah, 2010). 
Gangguan jiwa merupakan suatu kondisi di mana keberlangsungan fungsi mental menjadi  tidak normal baik kapasitasnya maupun keakuratannya.
Definisi lain tentang apa itu gangguan jiwa adalah dengan membandingkan dengan definisi kesehatan mental WHO " Mental health is a state of complete physical, mental and social well-being, and not merely the absence of disease" (WHO, 2012)” Kurang lebih terjemahan bebasnya adalah: “ Kesehatan mental adalah suatu keadaan lengkap secara fisik, mental, dan kesejahteraan-sosial, dan tidak semata-mata ketiadaan suatu penyakit”.
Kesehatan menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera baik fisik, mental dan sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan. Secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya tidak adanya gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan kesinambungan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan dari kepribadian yang bersangkutan.
Undanga-undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan bab IX pasal 144 menyatakan  upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan  kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan dan gangguan jiwa. Jumlah klien dengan gangguan jiwa dunia berdasarkan WHO (2009) vadalah 450 juta penduduk dunia mengalami gangguan jiwa, 10% orang dewasa dan 25% penduduk dunia tersebut berkembang/beresiko mengalami gangguan jiwa.
Gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara kesluruhan dan kemungkinan akan berkembang menjadi 25%ditahun 2030, gangguan jiwa juga berhubungan dengan bunuh diri, lebih dari  90% dari satu juta kasus bunuh diri setiap tahunnya akibat gangguan jiwa (WHO, 2009). Gangguan jiwa ditemukan disemua Negara, terjadi pada semua tahap kehidupan,termasuk orang dewasa dan cenderung terjadi peningkatan gangguan jiwa
Menurut  Departemen  Kesehatan  Republik  Indonesia  DEPKES  RI
(2012),  gangguan  jiwa  saat  ini  telah  menjadi  masalah  kesehatan  global  bagi
setiap  negara  tidak  hanya  di  Indonesia  saja.  Gangguan  jiwa  yang  dimaksud
tidak  hanya  gangguan  jiwa  psikotik/  skizofrenia  saja  tetapi  kecemasan,
depresi  dan  penggunaan    Narkoba  Psikotropika  dan  Zat  adiktif  lainnya
(NAPZA) juga menjadi masalah gangguan jiwa.

Indonesia  mengalami  peningkatan  jumlah  penderita  gangguan  jiwa  cukup banyak  diperkirakan  prevalensi  gangguan  jiwa  berat dengan  psikosis/  skizofrenia  di Indonesia pada tahun 2013 adalah 1. 728 orang. Adapun proposi rumah tangga yang pernah  memasung  ART  gangguan  jiwa  berat  sebesar  1.655  rumah  tangga  dari    14, 3%  terbanyak  tinggal  di  pedasaan,  sedangkan  yang  tinggal  diperkotaan  sebanyak 10,7%. Selain itu prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk umur lebih dari 15 tahun diIndonesia secara nasional adalah 6.0%  (37. 728 orang dari subjek yang  dianalisis).  Provinsi  dengan  prevalensi  gangguan  mental  emosional tertinggi adalah  Sulawesi  Tengah  (11,  6%),  Sedangkan  yang  terendah dilampung (1,2%). (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
Dalam kehidupan di masyarakat yang jelas sering terjadi masalah-masalah sehingga masyarakat yang tidak kuat mental bisa mengalami ketegangan jasmani dan rohani, sehingga dapat mengganggu kesehatan jiwa seseorang salah satunya adalah Resiko Perilaku Kekerasan .Dalam hal ini peran fungsi dan tanggung jawab perawat psikiatri dalam meningkatkan derajat kesehatan jiwa, dalam kaitannya dengan resiko perilaku kekerasan adalah mengontrol perilaku kekerasan , memberikan pengertian tentang kerugian prilaku kekerasan.


1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Resiko Prilaku Kekerasan ?
2.      Apa saja jenis-jenis Resiko Prilaku Kekerasan ?
3.      Bagaimana terjadinya Resiko Prilaku Kekerasan ?
4.      Bagaimanakah askep pada pasien dengan Resiko Prilaku Kekerasan ?

1.3  Tujuan
Dengan makalah ini, diharapkan mampu untuk:
1.      Mengetahui pengertian dari Resiko Prilaku Kekerasan
2.      Mengetahui jenis-jenis Resiko Prilaku Kekerasan
3.      Mengetahui proses terjadinya Resiko Prilaku Kekerasan
4.      Mengetahui askep pada pasien dengan Resiko Prilaku Kekerasan

BAB II
TINJAUAN TEORI

  1. Masalah Utama: Resiko Perilaku Kekerasan
  1. Pengertian Perilaku Kekerasan
  1. Resiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk prilaku maupun bertujuan melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis(keliat,2010)
  2. American Psychological Association (2006 dalam Townsend, 2009) mengemukakan bahwa kekerasan/kemarahan adalah keadaan emosional yang bervariasi dalam intensitas ringan hingga kemarahan yang intens (berat), hal ini disertai dengan perubahan fisiologis dan biologis, seperti peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan kadar hormone epinerphrine dan norepinerphine.
  3. Stuart, (2009) mengemukakan perilaku agresif adalah suatu kondisi dimana seseorang mengabaikan hak orang lain, dia menganggap bahwa harus berjuang untuk kepentingannya dan mengharapkan perilaku yang sama dari orang lain, bagi dia hidup adalah pertempuran yang dapat mengakibatkan kekerasan fisik atau verbal, perilaku agresif sering terjadi akibat kurang kepercayaan diri.
  4. Perilaku agresif adalah suatu fenomena komplek yang dapat terjadi pada klien dengan skizoprenia, gangguan mood, gangguan kepribadian borderline, gangguan perilaku dan ketergantungan obat (Fontaine, 2009).
  5. Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai tindakan kekuatan fisik dimaksudkan untuk menyebabkan kerugian bagi seseorang atau obyek, agresif dan perilaku kekerasan merupakan  sebuah rentang kontinum dari perilaku yang mencurigakan kepada tindakan ekstrim yang mengancam keselamatan orang lain atau mengakibatkan  cidera atau kematian (Herper&Reimer, 1992 dalam videback, 2008).
  6. Resiko perilaku kekerasan merupakan perilaku yang memperlihatkan individu tersebut  dapat mengancam secara fisik, emosional dan atau seksual kepada orang lain (NANDA-I, 20012-2014, Herdman, 2012)
Dari semua pertanyaan diatas maka perilaku kekerasan atau agresif dapat didefisinikan sebagai perilaku mencederai orang lain, diri sendiri dan lingkungan yang bervariasi dari intensitas ringan sampai berat/ intens, dilakukan baik secara verbal, fisik, dan emosional yang akan mengakibatkan perusakan harta benda, perampasan hak, kerugian dan bahkan kematian.

  1. Tahapan Resiko Perilaku Kekerasan
Tahapan perilaku agresif atau resiko perilaku kekerasan: (Fontaine, 2009)
a.       Tahap 1: Tahap memicu
Perasaan              : Kecemasan
Perilaku               : Agitasi, mondar-mandir, menghindari kontak
Tindakan perawat:  Mengidentifikasi factor  pemicu, mengurangi kecemasan, memecahkan masalah bila memungkinkan.

b.      Tahap 2: Tahap Transisi
Perasaan               : Marah
Perilaku                : Agitasi meningkat
Tindakan perawat : Jangan tangani marah dengan amarah, menjaga pembicaraan, menetapkan batas dan memberikan pengarahan, mengajak kompromi, mencari dampak agitasi; meminta bantuan.

c.       Tahap 3: Krisis
Perasaan                       : Peningkatan kemarahan dan agresi
Perilaku                : Agitasi, gerakan mengancam,  menyerang orang disekitar, berkata kotor; berteriak
Tindakan perawat : Lanjutkan intervensi tahap 2, dalam menjaga jarak pribadi, hangat (tidak mengancam) konsekuensi, cobalah untuk menjaga komunikasi

d.      Tahap 4: Perilaku merusak
Perasaan               : Marah
Perilaku                : Menyerang; merusak
Tindakan perawat : Lindungi klien lain, menghindar, melakukan pengekangan fisik

e.       Tahap 5: Tahap lanjut
Perasaan               : Agresi
Perilaku                : Menghentikan perilaku terang-terangan destruktif, pengurangan tingkat gairah
Tindakan perawat : Tetap waspada karena perilaku kekerasan baru masih memungkinkan, hindari pembalasan atau balas dendam

f.        Tahap 6: Tahap peralihan
Perasaan               : Marah
Perilaku                : Agitasi, mondar-mandir
Tindakan perawat : Lanjutkan fokus mengatasi masalah utama

  1. Rentang Respon Resiko Perilaku Kekerasaan
Perilaku kekerasaan merupakan respon kemarahan. Respon kemarahan dapat berfluktrusi dalam rentan adaptif sampai maladaptif (Keliat & Siaga, 1991). Rntan respon marah menurut Stuart dn Sundeen (1995) dijelaskan dalam skema 2.2 dimana agresif dan amuk (perilaku kekerasan) berada pada rentan respon yang maladaptif.

Skema2.2 rentang respon marah menurut stuart dan sudden (1995)

  1. Asertif
Prilaku asertif adalah menyampaikan suatu persaan diri dengan paasti dan merupakan komunikasi untuk menghormati orang lain . individu yang asertif berbicara dengan jujur dan jelas. Mereka dapat melihat normal dari individu lainnya dengantepat sesuai dengan setuasi pada saat berbicara kontak mata langsung tapi tidak mengganggu,intonasi sura dalam berbicara tidak mengancam ,postur tegak dan santai, kesan keseluruhan adalah bahwa individu tersebut kuat tapi tidak mengancam. Permintaan masukan yang positif juga termasuk perilaku asertif ( Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009).
  1. Pasif
Individu yang sering pasif sering menyampaikan haknya dari persepsinya terhadap hak orang lain. Ketika seseorang yang pasif marah makan dia akan berusaha menutupi kemarahannya sehingga meningkatkan tekanan pada dirinya (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009). Perilaku pasif dapat diekspresikan secara nonverbal, seseorang yang pasif biasanya bicara pelan, sering dengan cara kekanak-kanakan dan kontak mata yang sedikit. Individu tersebut mungkin dalam posisi membungkuk, tangan memegang tubuh dengan dekat ( Stuart, 2009)

  1. Frustasi
Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang kurang realistis atau hambatan dalam mencapai tujuan (Stuart & Laraia, 2005). Frustasi adalah kegagalan individu dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Frustasi akan bertambah berat jika keinginan yang tidak tercapai memiliki nilai yang tinggi dalam kehidupan (Keliat & Sinaga, 1991).

  1. Agresif
Individu yang agresif tidak menghargai hak orang lain. Individu  harus merasa bersaing untuk mendapatkan apa yang diinginkanya seorang yang agresif didalam hidupnya selalu mengarah pada kekerasan fisik dan perbal .berlaku agresif pada dasarnya disebabkan karena menutupi kurangnya rasa percaya diri ( bushman  & baumeister,1998 dalam stuart & laraia,2005;stuart,2009 )  prilaku agresif juga ditunjukkan secara non perbal,seseorang yangagresif  melanggar batas orang lain ,bicaranya keras dan lantang,biasanya kontak mata yang berlebihan dan mengganggu ,postur kaku dan tanpak mengancam ( stuart,2009)

  1. Amuk
Amuk atau prilaku kekerasan adalah perasaan marah dan permusuhan yang kuat dan disertai kehilangan control diri sehingga individu dapat merusak diri,orang lain dan lingkungan( melihat keliat & sinaga,1991). Menurut stuart dan laraya (2009)prilaku kekerasan berplukstuasi dari tingkat rendah sampai tinggi yaiyu yang disebut dengan hirarki prilaku agresi dan kekerasan (gambar 2.1 )

Gambar 2.1 hirarki prilaku pada klien dengan prilaku kekerasan


Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa prilaku kekerasan mempunyai tingkatberdasarkan  prilakunya mulai dari yangterendah yaitu memperlihatkan permusuhan pada tingkat rendah sampai pada tingkatan yang tertiggi yaitu melukai dalam tingkat serius dan membahayakan.

  1. Proses terjadinya masalah
Prilaku kekerasan merupakan salah satu respon mal akdatif dari marah .
Marah adalah emosi yang kuat;ketika di tolak atau dipendam dapat memicu masalah fisik seperti sakit kepala migren ,ulcer,radang usus bahkan penyakit jantung koroner.marah dapat merubah menjadi kebencian yang sering dimanifestasikan dengan prilaku diri yangnegatif dari pasif sampai agresif ( tounsend,2009).

Kemarahan terjadi ketika individu mengalami prustasi,terluka atau takut (vidback,2008 ).
Kesulitan dalam jiwa (koh,kim & park,2002 dalam vidhback,2008).prilaku kekerasan adalah akibat dari kemarahan yang ekstrim atau ketakutan (panic) alas an khusus dari prilaku agresif berfariasi dari setiap orang( stuart & laraya,2005;stuart,2009)

Penyebab kemarahan atau resiko prilaku kekerasan secara umum adalah : kebutuhan yang tidak menyinggung harga diri dan harapan tidak sesuai dengan kenyataan .model stress adaftasi stuart dari keperawatan jiwa memandang prilaku manusia dalam perspektif yang holistic terdiri atas biologis,psikologis dan sosio cultural dan aspek aspek tersebut saling berintegrasi dalam keperawatan komponen biopsikososial dari model tersebut  termasuk dalam factor predisposisi,presipitasi,penilaian terhadap stressor,sumber koping dan mekanisme koping ( stuar & laraya,2005;sturt,2009). Menurut stuart( 2009 ),masalah prilaku kekerasan dapat dijelaskan dengan menggunakan psikodinamika masalah keperawatan jiwa seperti sekema 2.1 dibawah ini.


1 faktor predisposisi

  1. Faktor biologi
Faktor biologi secara alami dapat menjadi salah satu faktor penyebab (predisposisi) atau menjadi faktor pencetus (presipitasi) terjadinya perilaku kekerasan pada individu. Fraktor predisposisi yang berasal dari biologis dapat dilihat sebagai suatu keadaanatau faktor risiko yang dapat mempengaruhi peran dalam menghadapi stressor adapun yang termasuk dalam faktor biologis ini adalah :
1). Struktur otak (neuroanatomi)
Penelitian telah di fokuskan pada tiga area otak yang diyakini terlibat dengan perilaku agresif adalah sistem limbik ,lobus frontal,dan hiphotalamus.Neurotransmiter juga di usulkan memiliki peran dalam munculnya prilaku kekerasan atau penekanan prilaku kekerasan (Niehoff,2002;Hoptman,2003 Stuart & Laraia ,2005;Stuart & laraia,2005;Stuart ,2009)
    Kerusakan struktur pada limbik dan lobus frontal serta lobus temporal otak dapat mengubah kemampuan individu untuk memodulasiagresif sehingga menyebabkan perilaku agresif sehingga menyebabkan perilaku agresif/kekerasan (Videback,2008).Penelitian telah menemukan bahwa pada epilepsi pada daerah lobus temporal dan frontal ada pada klien episodik agresif dan perilaku kekerasan (townsend,2009;Fontaine;2009)
    Sistem limbik di kaitkan dengan mediasi dorongan dasar dan ekspresi emosi serta tingkah laku manusia seperti :makan ,agresi,dan respon sexual,termasuk proses pengolahan informasi dan memori. Sintesis informasi ke dan dari area lain otak mempunyai pengaruh pada emosional dan perilaku .perubahan dalam sistem limbik dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan perilaku agresif .Secara khusus amigdala bagian dari sistem limbik menjadi mediasi ekpresi kemarahan dan ketakutan (Stuart,2009).
    Lobus Frontal berperan penting dalam mediasi tingkah laku yang berarti dan berfikir rasional. Lobus ini merupakan bagian dari otak dimana pikiran dan emosi beriinteraksi. Kerusakan pada lobus frontal dapat mengakibatkan gangguan penilaian,perubahan kepribadian ,masalah pengambilan keputusan,ketidaksesuaian dalam berhubungan dan ledakan agresif.Hipotalamus di dasar otak berfungsi sebagai sistem alarm/peringatan otak. Kondisi stress menaikan jumlah steroid,hormon yang di keluarkan oleh kelenjar adrenal,saraf reseptor untuk hormon ini menjadi kurang sensitif dalam upaya mengkompensasi peningkatan steroid dan hipotalamus merangsang kelenjar pituitari untuk menghasilkan lebih banyak steroid. Setelah stimulasi berulang sistem berespon lebih kuat terhadap provokasi. Ini menjadi salah satu alasan mengapa stress traumatik pada anak secara permanen dapat meningkatkan potensi seseorang untuk melakukan kekerasan (Stuart,2009).

2) Genetik
           Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia (Copel,2007). Sedangkan Buchana dan Carpenter (2000,dalam Stuart & Laraia,2005;Stuart,2009) menyebutkan bahwa kromosom yang berperan dalam menurunkan skizofrenia adalah kromosom 6. Sedangkan kromosom lain yang juga berperan adalah kromosom 4,8,15 dan 22,Craddok et al (2006 dalam Stuart,2009 ).
       Penelitian lain juga menemukan gen GAD 1 yang bertanggung jawab memproduksi GABA ,dimana pada klien skizofrenia tidak dapat meningkat secara normal sesuai perkembangan pada daerah frontal,dimana bagian ini berfungsi dalam proses berfikir dan pengambilan keputusan Hung et al,(2007 dalam Stuart ,2009).
     Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian anak kembar yang menunjukan anak kembar identik beresiko mengalami skizofrenia sebesar, sedangkan pada kembar nonidentik/fraternal beresiko 15% mengalami skizofrenia. Risiko 15% jika salah satu orang tua menderita skizofrenia. Angka ini meningkat 40% - 50% jika kedua orangtua biologis menderita skizofrenia (Cancro&Lehman,2000.Videback,2008.Stuart,2009.Townsend,2009.Fontaine,09)
    Semua penelitian ini menunjukan bahwa faktor genetik dapat menjadi penyebab terjadinya skizofrenia dan perlu menjadi perhatian untuk mengetahui risiko seseorang mengalami skizofrenia dilihat dari faktor keturunan.

3) Neurotransmiter
      Neurotransmiter adalah zat kimia otak yang di transmisikan dari dan ke seluruh neuron sinapsis,sehingga menghasilkan komunikasi antara otak dan struktur otak lain. Peningkatan atau penurunan zat ini dapat mempengaruhi prilaku ,perubahan keseimbanagn zat ini dapat memburuk atau menghambat prilaku agresif . Beberapa penelitian menunjukan bahwa berbagai neurotransmiter (epineprin,norepineprin,dopamine,acetylcolin dan serotinin) berperan dalam fasilitasi dan inhibisi rangsangan agresif (Sadock&Sadock,2007 dalam Townsend,2009) Rendahnya neurotransmiter serotonin di kaitkan dengan prilaku iritabilitas,Hipersensitifitas terhadap provokasi,dan prilaku amuk. Individu dengan prilaku inpulsif, bunuh diri, dan melakukan pembunuhan,mempunyai serotononin dengan jumlah rendah daripada rata-rata jumlah asam 5-hidroxynoleacetik (5-HIAA)/produk serotonin (Stuart,2009).
Penelitian ini telah menunjukan adanya hubungan antara agresif inpulsif dengan rendahnya level neurotransmiter serotonin Hasil temuan menyatakan bahwa serotonin berperan sebagai inhibitor utama prilaku agresif,dengan demikian kadar serotonin yang rendah dapat menyebabkan peningkatan prilaku agresif, selain itu peningkatan aktiitas dopamine dan norepineprin di otak di kaitkan dengan prilaku kekerasan yang inpulsif (Kavousi et al.1997 dalam Videback,2008;Frandle et al, 2005;. Perusse & Gendreu,2005; Pihl & Benkelfat ,2005 dalam Fontaine,2009).
   Neurotransmiter lain yang berkaitan dengan prilaku agresif adalah dopamine,norepineprin, dan acetylcolin serta asam amino Gamma-aminobutyric acid (GABA). Korteks prefrontal juga berperan penting dalam menghambat prilaku agresif.Area spesifik pada korteks prefrontal adalah Region obitofrontal. Stimulasi pada area ini mencegah marah dan agresif. Lesi pada area ini menyebabkan prilaku infilsiuf (stuart & laraia, 20005. Stuart 2009).

4. Imunovirologi
      Karakteristik biologis lain yang berhubungan dengan prilaku kekerasan adalah riayat penggunaan obat NAPZA dan frekuensi dirawat. Penggunaan napza akan mempengaruhi fungsi otak, mempengaruhi terapi dan perawatan yang diberikan (Dyha,2009). Frekuensi dirawat menunjukan seberapa sering individu dengan prilaku kekerasan mengalami kekambuhan. Prilaku kekerasan pada skezoprenia sering terjadi karena penyakit yang tidak terkontrol, putus obat, kecemasan karena kegagalan dalam mengerjakan sesuatu atau situasi yang menciptakan prilaku kekerasan (stuart & laraia, 2005; stuart, 2009). Secara umum dua populasi klien akan meningkatkan resiko kekerasan yaitu klien dengan gejala psikotik aktif dan penyalah gunaan zat (Nolan et al. 2003 dalam stuart, 2009). Prilaku kekerasan juga meningkat pada klien penyalah gunaan zat, skizoprenia dan tidak mengambil obat yang diresepkan, hidup bersama dalam orang yang mengalami gangguan jiwa ( Citrome dan Volavka, 1999 dalam Videback, 2008).
b. Faktor Psikologis
Faktor psikologis merupakan salah satu predisposisi atau presipitasi dalam proses terjadinya perilaku agresif/ kekerasan. Menurut stuart dan Laraia (2005) yang termasuk dalam faktor psikologis diantaranya kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri, dan pertahanan psikologi diantaranya kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri, dan pertahanan psikologi.
1)      Teori psikoanalitik
Suatu pandangan psikologi tentang perilaku agresif menyatakan bahwa pentingnya mengetahui predisposisi faktor perkembangan atau pengalaman hidup yang membatasi kemampuan individu untuk memilih mekanisme yang bukan perilaku kekerasan.  Faktor perkembangana atau pengalaman hidup yang membatasi mekanisme koping nonviolence menurut Stuart dan Laraia (2009) sebagai berikut:
gangg uan otak organik, mental reterdasi, ketidakmampuan belajar karena kerusakan kapasitas bertindak secara efektif terhadap anak, orang tua yang terlalu penyayang dan berkontribusi pada kurang rasa percaya dan harga rendah diri; mengalami kekerasan bertahun-tahun, korban child abuse atau sering melihat kekerasan dalam keluarga dapat menanamkan pola oenggunaan kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah.

2)      Teori pembelajaran
Teori pembelajaran sosial mengemukakan bahwa perilaku agresif dipelajari melalui proses sosialisasi sebagai hasil dari pembelajaran internal dan eksternal. Pembelajaran internal terjadi selama individu mendapat penguatan pribadi ketika melakukan perilaku agresif  kemungkinan sebagai kepuasan dalam mencapai tujuan  atau pengalaman merasa penting, mempunyai kekuatan dan control terhadap orang lain. Pembelajaran  eksternal  terjadi selama observasi medel peran seperti peran sebagai orang tua, teman sebaya, saudara, oleh raga dan tokoh hiburan (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009).
Menurut teori pembelajaran sosial, perilaku imitasi/meniru perilaku agresif sebagai perilaku yang dapat diterima untuk memecahkan masalah dan sesuai status sosial. Peran pemodelan merupakan salah satu bentuk pembelajaran terkuat, model perilaku anak-anak pada fase awal adalah orang tua, bagaimana orang tua atau orang terdekat mengekspresikan marah menjadi contoh anak dalam ekspresi marahnya (Townsend, 2009)
Role model/contoh tidak selalu dirumah, penelitian membuktikan bahwa acara kekersan ditelevisi sebagai faktor predisposisi perilaku agresif (American Psychological Assocation,2006, dalam Townsend, 2009). Menurut American Psychological Assocation,, (2006, dalam Townsend, 2009) menyarankan pentingnya pengawasan terhadap apa yang anak lihat dan peraturan tentang acara kekerasan dimedia untuk mencegah pemodelan kekerasan. Faktor psikologis lain dapat berupa kegagalan, kegagaglan dapat berakibat frustasi (Stuart & Laraia, 2005).
Kegagalan sering diartikan oleh individu oleh ketidakmampuan, respon yang mucul pada saat individu mengalam kegagalan dapat berupa penyalahan terhadap diri sendiri,  atau orang lain yang ditunjukan dengan perilaku kekerasan (Dyah, 2009).

c. Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial, budaya juga merupakan faktor predisposisi terjadi perilaku kekerasan pada individu. Karakteristik yang termasuk pada sosial budaya seperti: usia, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pendidikilaku dan tingkat sosial ekonomi (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009), riwayat perilaku kekerasan di masa lalu (Stuart, 2009). Faktor lingkungan dan situasi perawatan bias sebagai memicu perilaku kekerasan klien, faktor ini meliputi fasilitas fisik, keberadaan petugas dank lien lain. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa jumlah inseden kekerasan lebih besar terjadi ketika klien dipindahkan dalam kelompok yang besar, penuh sesak, kurang privasi atau tidak bebas.
1)      Jenis kelamin
Berdasarkan pendapat diatas disampaikan bahwa jenis kelaim merupakan salah satu karakteristik sosial budaya. Jenis kelamin  adalah ciri fisik, karakter dan sifat yang berbeda. Laki-laki lebih sering melakukan perilaku agresif (Stuart & Laraia, 2005). Berdasarkan hasil penelitian dinyatakan bahwa karakteristik jenis kelamin berhubungan dengan kejadian perilaku kekerasan verbal (p value 0,001) dank lien laki-laki dua kali lipat lebih banyak dari klien perempuan, serta usia yang paling banyak 30 tahun kebawah (Keliat, 2003).
Namun berdasarkan penelitian Keliat dkk, (2008) pada penelitian karakteristik klien yang dirawat dibangsal MPKP menyebutkan ada 63,9% berjenis kelamin laki-laki, 82,5% terdapat pada golongan umur dewasa yaitu umum33 tahun sampai 55 tahun.
2)      Tingkat sosial ekonimi
Kondisi sosial lain yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan seperti : kemiskinan dan ketidakmampuan memenuhi kebutruuhan hidup, masalah perkawinan, keluarga single parent, pengangguran, kesulitan mempertahankan hubungan interpersonal dalam keluarga, struktur keluarga, dan control sosial (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009; Tardiff, 2003 dalam Townsend, 2009).
Kepercayaan (spiritual), nilai dan moral mempengaruhi ungkapan marah individu (Keliat & Sinaga, 1991). Aspek spiritual adalah komponen kehidupan individu yang terkait dengan falsafah hidup, nilai, keyakinan dan religi ( Rawlins, et. al, 1993 dalam keliat, 2003).
Faktor lain yang berhubungan dengan kekerasan secara sosial termasuk kurangnya dukungan sosial, kesulitan pekerjaan, atau masalah keuangan, akses yang mudah ke senjata dan kecenderungan budaya Amerika   Serikat untuk memanfaatkan perilaku kekerasan sebagai solusi untuk pemecahan masalah (Woodside & McClum, 2006 dalam Fontaine, 2009).
3)      Ras/ Suku
Faktor sosiokultural lainnya adalah norma budaya yang dapat membantu mengartikan makna ekspresi marah dan dapat  mendorong untuk mengekspresikan marah secara asertif sehingga membantu menjaga kesehatan diri. Norma yang mereinforcement perilaku kekerasan akan berakibat ekspresi marah dan cara destruktif. Sindroma ikatan dua budaya mencangkup perilaku agresif, Bouffee delirante suatu kondisi yang terlihat pada masyarakat Afrika Barat dan Haiti, ditandai dengan ledakan perilaku agresif dan agitasi secara tiba-tiba, kebingungan yang nyata dan psychomotor excitement, episode ini dapat mencakup halusinasi pendengaran dan penglihatan serta pikiran panaoid yang menyerupai episode psikotik singkat (Mezzich et al., 2000 dalam videbeck, 2008) 

2. Faktor Presipitasi
 a. Faktor Biologi
  Stressor presipitasi adalah stimuli yang di terima individu sebagai tantangan,ancaman atau tuntutan. Stressor presipitasi prilaku kekerasan dari faktor biologi dapat di sebabkan oleh gangguan umpan balik di otak yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi.Stimuli penglihatan dan pendengaran pada awalnya di saring oleh hipotalamus dan di kirim untuk di proses oleh lobus frontal dan bila informasi yang di sampaikan terlalu banyak pada suatu atau jika informasi tersebut salah,lobus frontal akan mengirimkan pesan overload ke ganglia basal dan di ingatkan lagi hipotalamus untuk memperlambat transmisi ke lobus frontal menyebabkan gangguan pada proses umpan balik dalam penyampaian informasi yang menghasilkan proses informasi overload  (Stuard & Laraia,2005 ;Stuard,2009).

 Stressor presipitasi yang lain adanya abnormal pada pintu mekanisme adalah proses elektrik yang melibatkan elektrolit,hal ini memicu penghambatan saraf dan rangsang aksi dan umpan balik yang terjadi pada sistem syaraf.penurunan pintu mekanisme /gating proses ini di tunjukan dengan ketidakmampuan individu dalam memilih stimuli secara selektif (Hong et al;2007 dalam Stuart, 2009). Menjadi faktor biologi lainyayang merupakan predisposisi dapat menjadi presipitasi dengan memperhatikan asal stressor,baik internal lingkungan eksternal individu.waktu dan frekuensi terjadinya stressor prilaku untuk di kaji (Stuart & Laraia ,2005).

b. Faktor Psikologis
Pemicu prilaku kekerasan dapat di akibatkan oleh toleransi terhadap frustasi yang rendah ,koping individu yang tidak efektif,impulsive dan membayangkan atau secara nyata adanya ancaman terhadap keberadaan dirinya ,tubuh atau kehidupan .dalam ruang perawatan .prilaku kekerasan dapat terjadi karena provokasi petugas, prilaku kekerasan terjadi pada setting ini dimana petugas merasa memiliki sikap otoriter dan cenderung mengatur apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh klien ,menahan klien bertentangan dengan keinginan klien dan memaksa untuk minum obat ,semua itu prilaku agresif /kekerasan dapat terjadi karena beberapa perasaan seperti marah ,ansietas rasa bersalah ,frustasi atau kcurigaan (Townsend,2009)

c. Faktor Sosial Budaya
 Beberapa penelitian telah menemukan bahwa jumlah insiden kekerasan lebih besar terjadi ketika klien di pindahkan dalam kelompok besar terjadi ketika klien di pindahkan dalam kelompok yang besar ,penuh sesak ,kurang privasi atau tidak bebas .Menurut Fagan-Pyor et al .(2003 dalam Stuart,2009) petugas mungkin secara sengaja atau tidak sengaja memicu prilaku klien untuk melakukan kekerasan ,ketidak pengalaman petugas,provokasi petugas ,menejemen lingkungan yang buruk ,ketidak pahaman petugas ,pertemuan fisik yang terlalu dekat ,penetapan batasan yag tidak konsisten dan budaya kekerasan mempengarungi prilaku kekerasan klien .akhirnya pemahaman terhadap situasi dan penerimaan lingkungan ,kognitif dan stess  komunikasi serta  respon afektif klien perlu di identifikasi oleh petugas.selanjutnya perlu di kaji asal stressor sosiokultural ,waktu terjadinya stressor dan jumlah stressor psikologis yang terjadi dalam suatu waktu (Stuart & Laraia ,2005 ) Dengan demikian banyak sekali stressor sosiokultural yang dapat mempengaruhi dan menjadi penyebab ataupun pencetus prilaku kekerasan.

3. Penilaian Stressor
Model stress Diatesis dalam sebuah karya klasik oleh Liberman dan rekan (1994) menjelaskan bahwa gejala sskizofrenia berkembang berdasarkan pada hubungan antara jumlah stress dalam pengalaman seseorang dan toleransi internal terhadap ambang stress. Ini adalah model penting karena  mengintegrasikan faktor budaya biologis ,psikologis,dan social ,cara ini mirip dengan stress adaptasi model stuart yang di guinakan sebagai kerangka kerja konseptual (Stuart ,2009). Menurut Wuerker (2000) model adaptasi ini membantu menjelaskan hubungan stress dengan skizofrenia ,meskipun tidak ada penelitian ilmiah telah menunjukan bahwa stress menyebabkan skizofrenia ,namun semakin jelas bahwa skizofrenia adalah gangguan yang tidak hanya menyebabkan stress ,tetapi juga di perparah oleh stress (Jones dan Fernyhougi ,2007 dalam Stuart ,2009). Penilaian seseorang tentang stressor ,dan masalah yang terkait dengan koping untuk mengatasi stress dapat memprediksi timbulnya gejala.

4. Sumber Koping
Psikosis atau skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat menjengkelkan yang memerlukan penyesuaian baik bagi klien dan keluarga .Proses penyesuaian paska psikotik terdiri dari empat fase : (1). Disonansi kognitif (psikosis aktif) ,(2) pencapaian wawasan, (3) stabilitas dalam semua aspek kehidupan (ketetapan kognitif) dan (4) bergerak terhadap prestasi kerja atau tujuan pendidikan (ordinariness). Proses multifase penyesuaian dapat berlangsung 3 samapi 6 tahun ( Moller 2006 ,dalam stuart ,2009) :
  1. Efikasi /kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi gejala dan menstabilkan disonasi kognitif setelah episode pertama memakan waktu 6 sampai 12 bulan.
  2. Awal pengenalan diri/insight sebagai proses mandiri melakukan pemerikasaan realitas yang dapat diandalkan .pencapaian keterampilan ini memakan waktu 6 sampai 18 bulan tergantung pada keberhasilan pengobatan dan dukungan yang berkelanjutan .
  3. Setelah mencapai pengenalan diri/insight ,proses pencapaian kognitif meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersonal normal dan reengaging dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan dengan sekolah dan bekerja .fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun.
  4. Ordinariness/kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat dalam kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari – hari mencerminkan tujuan prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal 2 tahun.sumber daya keluarga,seperti pemahaman orang tua terhadap penyakit , keuangan ,ketersediaan waktu dan energi,dan kemampuan untuk menyediakan dukungan yang berkelanjutan mempengaruhi jalanya penyeseuaian postpsychotic.

5. Mekasnisme koping
Pada fase aktif psikosis klien menggunakan beberapa mekanisme pertahanan diri dalam upaya untuk melindungi diri dari pengalaman menakutkan yang di sebabkan oleh penyakit mereka. Regresi adalah berkaitan dengan masalah informasi pengolahan dan pengeluaran sejumlah besar energi dalam upaya untuk mengelola kegelisahan ,menyisakan sedikit untuk aktivitas hidup sehari- hari. Proyeksi adalah upaya untuk menjelaskan persepsi membingungkan dengan menetapkan reponsibility kepada seseorang atau sesuatu .Penarikan diri ini berkaitan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan dengan pengalaman internal.

Keluarga sering mengekspresikan penolakan ketika mereka mempelajari pertama kali diagnosis relatif mereka. Ini sama dengan penolakan yang terjadi ketika seseorang menerima informasi yang menyebabkan rasa takut dan kecemasan .hal ini memungkinkan waktu seseorang untuk mengumpulkan sumber daya internal dan eksternal dan kemudian beradaptasi dengan stressor secara bertahap. Pada klien penyesuaian postpsychikotik proses aktif menggunakan mekanisme koping adaptif juga. Ini termasuk kognitif, emosi,interpersonal,fisiologis,dan spiritual strategi penanggulangan yang dapat berfungsi sebagai dasar untuk penyusunan intervensi keperawatan ( Stuart ,2009).

  1. Daftar Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
1.      Masalah keperawatan: Diagnosis Keperawatan NANDA-I rentang respon neurobilogis, skizofrenia dan gangguan psikotik (Stuart, 2009):
§  Anxiety


§  Imperaide Verbal Communication *
§  Confusion,Acute
§  Compromised family coping
§  Ineffective coping
§  Decisional
§  Hopelessness
§  Impaired memory
§  Noncompliance
§  Disturbed personal identity
§  Ineffective role performance
§  Self care deficit (bathing/ hygiene, dressing/ grooming)
§  Disturbed sensory perception*
§  Impaired social interaction*
§  Social isolation
§  Risk for suicide
§  Ineffective therapeutic regiment management
§  Disturbed thought processes*
§  (*Diagnosis keperawatan primer rentang respon neurobiologis, skizofrenia dan gangguan psikotik)
2.      Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatab perilaku kekerasan
Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan dukungan  hasil observasi
a.       Data Subjektif:
a.       Ungkapan berupa ancaman
b.      Ungkapan kata-kata kasar
c.       Ungkapan ingin memukul/ melukai
b.      Data  objektif:
1)      Wajah memerah dan tegang
2)      Pandangan tajam
3)      Mengatupkan rahang dengan kuat
4)      Mengepalkan tangan
5)      Bicara kasar
6)      Suara tinggi, menjerit atau berteriak (Kemenkes RI, 2012)





  1. Pohon masalah
Menurut keliat dkk (2005) pohon masalah perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :

  1. Diagnosis
1.diagnosis keperawatan  : risiko prilaku kekerasan
2. diagnosa medis : skizoprenia
       F.   Rencana tindakan
1. Rencana tindakan keperawatan generalis
Diagnosa keperawatan
Sp/kemampuan klien
Sp/kemampuan keluarga
Resiko prilaku kekerasan
Sp 1.
  • Identifikasi penyebab tanda dan gejala ,pk yang di lakukan ,akibat pk
  • Jelaskan cara mengontrol pk : fisik,obat,verbal,spiritual
  • Latihan cara mengontrol pk secara fisik : tarik napas dalam dan pukulkasur dan bantal.
  • Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik.
Sp.1
  • Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien
  • Jelaskan pengertian ,tanda dan gejala dan proses terjadinya pk (gunakan booklet)
  • Jelaskan cara merawat pk
  • Latih satu cara merawat pk dengan melakukan kegiatan
Fisik :tarik nafas dalam dan pukul bantal
  • Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian

Sp.2
  • Evaluasi kegiatan latihan fisikn,beri pujian
  • Latih cara mengontrol pk dengan obat jelaskan 6 benar obat : jenis,guna dosis,frekuensi ,cara,kointuinitas minum obat
  • Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik dan minum obat.
Sp.2
  • Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat / melatih
  • Jelaskan 6 benar member obat
  • Latih cara memberikan /membimbing minum obat
  • Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan beri pujian

Sp.3
  • Evaluasi kegiatan latihan fisik & obat,beri pujian
  • Latih cara mengontrol pk secara verbal ( 3 cara yaitu mengungkapkan ,meminta,menolak dengan benar)
  • Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik ,minum obat dan verbal
Sp.3
  • Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien fisik dan memberikan obat,beeri pujian
  • Latih cara membimbing ,cara bicara yang baik.
  • Latih cara membimbing  kegiatan spiritual
  • Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan member pujian




Sp.4
  • Evaluasi kegiatan latihan fisik dan obat,verbal,beri pujian
  • Latihan cara mengontrol spiritual ( 2 kegiatan )
  • Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik minum ,obat,verbal dan spiritual
Sp.4
  • Evaluasi kegiatan keluarha dalam merawat /melatihpaisen ,fisik,memberikan obat,latihan bicara yang baik  dan kegiatan spiritual , beri pujian
  • Jelaskan follow up ke RSJ /pkm ,tanda kambuh ,rujukan
  • Anjurkan membanntu pasien sesuai jadwal  dan memberikan pujian

2.Rencana tindakan keperawatan spesialis :
  • Therapy individu : terapi prilaku ,CBT,REBT,RECBT,ACT.
  • Therapy kelompok  : psikoedukasi kelompok ,terapi suportif ,SHG
  • Therapy keluarga : Triangle terapi,psikoedukasi keluarga
  • Therapy komunitas : assertive community therapy

  1. Rencana tindakan medis/psikofarmaka :
a.Anti spikotik
§  Chlorpromazine (promactile,largactile )
§  Haloperidol (Haldol,serenace,lodomer)
§  Stelazine
§  Clozapine (clozaril )
§  Risperidon (risperdal )
b.Anti parkingson
§  Trihexyphenidile
§  Arthan
Prinsip Titrasi/Model Pengobatan Psikofarmaka: (Maslim, R, 2007)
§  Respon terhadap obat bersifat individual dan perlu pengaturan secara empiric (theraupetic trail)
§  Pengaturan dosis biasanya dimulai dengan dosis awal (dosis anjuran), dinaikkan secara cepat sampai mencapai dosis efektif (dosis mulai berefek supresi gejala sasaran), dinaikan secara gradual sampai mencapai dosis optimal (dosis mampu mengendalikan gejala sasaran) dan dipertahankan untuk jangka waktu tertentu sampai disertai terapi lain (non medikamentosa)< kemudian diturunkan secara gradual sampai mencapai dosis peralihan (maintenance dose) yaitu dosis terkecil yang masih mampu mencegah kambuhnya gejala.
§  Bila sampai jangka waktu tertentu dinilai sudah cukup mantap hasil terapinya, dosis dapat diturunkan secara gradual sampai berhenti pemberian obat (tapering off)

                          Prinsip Pemilihan Antipsikotik: (Maslim, R, 2007)
§  Anti spikotik APG 1 (CPZ ,Trifluoperazine,Heloperidol) memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaps neuron di otak khususnya disistem limbik dan system ekstrapimidal ( dopamine D2 receptors antagonis) sehingga efektif untuk gejala positif
§  Antipsikotik APG II (clozapine,resperidon,olazapine,qutiapine,zotepine,ariparizole  ziprasidone-( di Indonesia belum ada )  memblokade dopamine D2 reseptor terhadap serotonin 5 HT reseptors sehingga efektif untuk gejala positif dan negative.

 BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn. H DI RUANG CENDRAWASIH DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG


1.      IDENTITAS KLIEN
Nama                           : Tn.H
Umur                           : 30 tahun
Alamat                        : Suka Jaya Kec.Sumber Jaya Kab.Lampung Barat
Pekerjaan                     : Petani
Pendidikan                  : SD
Suku / Bangsa             : Sumendo / Indonesia
Agama                         : Islam
Jenis kelamin               : laki-laki
No. RM                       : 029163
Tanggal dirawat          : 23 Mei 2016
Tanggal pengakajian   : 6 Juni 2016
     
      Penanggung Jawab
Nama                           : Ny. L
Alamat                        : Suka Jaya Kec.Sumber Jaya Kab.Lampung Barat
Umur                           : 58 Tahun
Pendidikan                  : SD
Pekerjaan                    : Ibu Rumah Tangga
Agama                         : Islam
Hub.dengan klien        :Orang Tua Klien


  1. ALASAN MASUK
Klien datang ke RSJ Provinsi lampung dibawa oleh keluarganya pada tanggal 21-01-2017, jam 10.00. Datang ke IGD dengan keluhan klien 3 minggu lebih mengamuk klien membentak-bentak jika bicara,tatapan mata tajam, klien mengatakan sering melamun,mondar-mandir, klien juga sering menyendiri.
Keluarga klien mengatakan sudah tidak mengambil obat karena klien tidak mau minum obat 1 bulan lebih dan keluarga membiarkanya, klien menolak minum obat sehingga dibawa ke rs jiwa Lampung
Masalah keperawatan : koping keluarga inefektif, regimen terapi inefektif,koping individu inefektif,resiko perilaku kekerasan.
3.      FAKTOR PREDISPOSISI
1.      Riwayat Penyakit Lalu
Klien mengatakan sebelum nya pernah di rawat di rs jiwa provinsi lampung sebanyak 3 kali  dengan keluhan dahulu sering marah marah saat di rumah
2.      Pengobatan sebelumya
Klien sulit dan tidak mau untuk minum obat,klien menolak minum obat.
Masalah keperawatan : regiman terapi inefektif
3.      Pengelaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
·         Klien mengatakan  marah karena ayah nya menikah lagi sedangkan kilen saja belum menikah, dan klien mengatakan merasa malu  karena ayah nya menikah lagi.
·         Klien mengatakan setiap mengalami kejadian yang tidak mengenakkan perasaannya sedih,dan akhirnya marah-marah
Masalah keperawatan : Harga diri rendah,resiko perilaku kekerasaan
4.      Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa
5.      Riwayat penyakit sekarang dan faktor prisipitasi
Keluarga klien mengatakan sudah tidak mengambil obat karena klien tidak mau minum obat 1 bulan lebih dan keluarga membiarkanya, klien menolak minum obat.sehingga dibawa ke rs jiwa Lampung
Masalah keperawatan : koping keluraga inefektive
  1. PEMERIKSAAN FISIK
a.    Keadaan umum
b.    Tanda vital :
                        TD : 130/80mmHg
                        N  : 83x/menit
                        S   : 36 c
                        RR : 20x/menit
c.    Antropometri : TB : 167cm, BB : 63kg
d.    Tidak ada keluhan fisik : klien mengatan pendengaran kurang baik.
e.    Pemeriksaan fisik:
1)      Kepala
·         Inspeksi : terdapat ketombe rambut pendek,warna hitam,rambut tidak rapi
·         Palpasi : tidak ada nyeri tekan
2)      Mata
·         Inspeksi: konjungtiva merah muda, ,penglihatan normal,tidak kabur,tidak ada peradangan.                              Palpasi  : tidak ada nyeri  tekan
3)      Hidung
·         Inspeksi : bentuk simetris, penciuman normal, tidak ada peradangan, tidak ada polip (bersih)
·         Palpasi : tidak ada nyeri tekan
4)      Mulut
·         Inspeksi  : bau mulut tidak sedap, tidak ada karies gigi, mukosa bibir lembab, tidak ada luka, tidak ada pembesaran tonsil.
5)      Telinga
·         Inspeksi : simetris, telinga tampak kotor, pendengaran terganggu.
·         Palpasi : tidak ada nyeri tekan
6)      Leher
·         Inspeksi : tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak kaku kuduk
·         Palpasi : tidak ada nyeri  tekan
7)      Dada
·         Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan
·         auskultasi : RH (-), WZ (-)
8)      Abdomen
·         Inspeksi  : bentuk buncit, tidak terdapat lesi
·         Auskultsasi  : bising usus 10 x / menit
·         Palpasi  : tidak terdapat nyeri tekan
·         Perkusi  : timpani
9)      Genetalia:
·         Bersih
·         Tidak ada hemoroid
·         Tidak ada gangguan pola eliminasi
10)  Ekstrimitas
·         kekuatan otot                    5       5
5       5
·         Rentang gerak maksimal
·         Tidak ada luka
11)  Integumen
·         kulit kotor
·          tidak ada lesi
·         masalah kepetrawatan : Defisit perawatan diri










5.                  PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
1. Genogram
 



Penjelasan
·         Pasien tinggal bersama keluarganya.
·         Klien jarang bersosialisasi berbicara dengan ayah nya dengan masyarakat,pengambil keputusan dalam keluarga ayah nya,
·         Klien mengatakan orang yang terdekat dengan klien adalah ibu kandung nya
Masalah kepetrawatan : Koping keluarga inefektif

  1. Konsep Diri
a.       Gambaran diri : Klien mengatakan menyukai dan bersyukur dengan tubuhnya,klien meyukai seluruh anggota tubuhnya karena ciptaan dari Allah. Klien mengatakan sangat menyukai semua bagian dari tubuhnya  karena ini adalah pemberian Allah kepadanya.
b.      Identitas Diri : Klien mengatakan sebelum dirawat dia adalah anak yang rajin membantu orang tua dalam membersikan rumah dan membantu ibunya.Klien mengatakan merasa malu karena klien adalah seorang lulusan/tamatan dari SD, dan klien juga merasa malu karena dengan umur klien yang sudah merasa tua tapi belum juga kunjung menikah.
Masalah keperawatan : gangguan identitas diri
c.       Peran : Dirumah klien mengatakan dia adalah anak yang baik, klien juga mampu menyeleseikan tugas jika diberi tugas ringan dirumah untuk menyapu dan sebagainya.
d.      Ideal diri : klien mengatakan selalu menyendiri dan tidak pernah bergaul dengan lingkungan karena malu orang-orang yang menjauhinya karena dia sering ngamuk,
Masalah keperawatan :
e.       Harga diri : klien mengatakan merasa malu karena klien dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena dengan kondisi klien yang mengalami gagguan iwa
Masalah keperawatan : Harga diri rendah

  1. Hubungan  Sosial
a. Orang yang berarti atau terdekat
klien mengatakan orang yang terdekat dengannya adalah ibu kandungnya,dan klien juga sering bercerita dengan ibunya
  
b. Peran serta kegiatan kelompok
klien mengatakan sebelum disini dia jarang berkumpul dalam kegiatan kelompok dan,dan setelah  di RSJ klien sering menyendiri.
c. Hambatan dan hubungan dengan orang lain
klien mengatakan saat ini lebih suka menyendiri dari pada kumpul bersama teman sekamarnya.
Masalah keperawatan : Isolasi sosial
  1. Spritual
a.       Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan menerima sakit jiwa dan menggap cobaan dari tuhan
b.       Kegiatan ibadah
klien mengatakan saat dirumah waktunya beribadah pada Allah lebih banyak dan    rajin beribadah, tetapi saat disini jarang karena malu dan malas.
masalah keperawatan :


       6.      STATUS MENTAL
a.       Penampilan :
Klien mengatakan tidak pernah bersisir, tidak potong kuku selama di RSJ, Klien tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar
pasien kurang rapih,memakai pakian sesuain jadwal.
Klien makan tidak menggunakan alat makan yang benar.
Masalah keperawatan : Defisit Perawatan Diri
b.      Pembicaraan : lambat
Klien jika berbicara lambat dan suara pelan.
Masalah keperawatan :  harga diri rendah
c.       Aktivitas motorik :
Klien tampak gelisah,mondar-mandir,muka tampak tegang, Masalah : Resiko perilaku kekerasan

d.      Alam perasaan :
Klien mengatakan sedih karena klien tidak bisa bertemu dengan ibu kandungnya
e.       Afek :
Saat klien diberi cerita sedih klien tampak diam saja,begitu juga saat klien diberi cerita senang atau gembira klien juga tampak diam saja
Masalah keperawatan : Isolasi sosial
f.        Interaksi selama wawancara :
Klien terlihat kontak mata kurang,klien jika diajak bicara banyak menundukan kepala tetapi kadang klien menatap dengan tajam.
Masalah keperawatan : Harga diri rendah, resiko perilaku kekerasan.
g.      Persepsi/halusinasi
Klien mengatakan tidak melihat dan tidak mendengar suara tanpa ada wujudnya,
klien mengatakan tidak ada halusinasi.
h.      Proses pikir
Kien tidak ada pembicaraan berbelit-belit dan pembicaraaan sampai tujuan,klien tidak ada pembicaraan yang berualang-ulang,klien tidak ada pembicaran yang meloncat dari satu topik ke topik lainya.
Masalah keperawatan :
i.        Isi pikir
Klien tidak ada gangguan pada isi pikir.
Klien tidak ada fikiran yang berlebihan.
Klien mengatakan ingin cepat  keluar dari rumah sakit sudah kangen sama keluarga,dia merasa tidak mengalami gangguan jiwa
Masalah keperawatan : Koping individu inefektif
j.        Waham
Klien mengatakan beragama Islam,klien selama dirumah juga rajin untuk melaksakan ibadah sholat, klien mengatakan tidak mempunyai keyakiyan atau kepercayaan yang menyimpang dari agama islam.
k.      Tingkat kesadaran :
Klien tampak bingung,lebih sering menyendiri saat dirumah sakit.
                        Masalah keperawatan : Kebingungan kronik, isolasi sosial
l.        Memori
Klien tidak ada gamgguan dalam daya ingat,klien mengatakan datang ke RSJ dibawa keluarga nya dan klien saat itu diikat tangannya.
·         Jangka panjang : klien mampu mengingat keluarga nya
·         Jangka menengah : klien mampu mengingat 1 bulan yang lalu, dan klien selama dirumah mengamuk
·         Jangka pendek : klien kurang mampu mengingat sesuatu yg baru di ajari.
Masalah keperawatan : gangguan konsentrasi jangka pendek
m.    Tingkat konsentrasi dan berhitung
Saat ditanya “jika bapak belanja habis 5000,untuk beli tempe dan uang ibu 10.000 maka kembalinya berapa? “klien menjawab Rp.5000
Masalah keperawatan : -

n.      Kemampuan penilaian
Saat ditanya tidur dulu sebelum minum obat atau minum obat dulu sebelum tidur, klien menjawab minum obat dulu sebelum tidur,karena mematuhi peraturan perawat..
Masalah keperawatan : -

o.      Daya tilik diri
Mengingkari penyakit yang diderita : klien mengatakan dia tidak sakit jiwa tetapi orang-orang mengaggap gila padahal dia tidak merasa sakit
Masalah keperawatan : koping individu inefektif

          7.      KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1.      Makan
Klien makan mandiri dengan bimbingan perawat, makan 3x1 hari, dan 1 porsi dihabiskan.
2.     BAK / BAK
Klien dapat BAB/BAK secara mandiri,klien mengatakan BAB/BAK dikamar mandi dan selalu membersihkan nya setelah memakai.
BAB 1x sehari, BAK 2-4 x sehari
3.     Mandi
Klien mandi harus dimotivasi perawat terlebih dahulu, klien malas untuk mandi, karena  klien menganggap meskipun dia mandi klien tidak berubah menjadi ganteng.
Klien mengatakan mandi tidak mengggunakan sabun dan tidak memakai sampo tidak gosok gigi
Masalah keperawatan : harga diri rendah.
4.     Berpakaian atau berhias
Klien dapat berpakaian sendiri, menggunakan pakaian yang sesuai seragam pada hari itu dan ganti baju 1 x sehari. Rambut berantakan, wajah kusam,bau tidak sedap
Masalah keperawatan : Defisit perewatan diri
5.      Istirahat dan tidur
·         Tidur siang 13.00 – 14.00
·         Tidur malam 21.00 – 05.00
·         Aktivitas sebelum tidur : duduk – duduk, nonton tv.tidur tidak mudah bangun
·         Klien tidak mengalami gangguan tidur
6.      Penggunaan obat
Klien minum obat dengan bantuan minimal perawat memberikan bimmbingan dan motivasi pada klien untuk minum obat. Klien juga mengeluh pusing setiap habis minum obat.
7.      Pemeliharaan kesehatan
·         Perawatan lanjutan : ya
·         Sistem pendukung : keluarga
Klien mengatakan mengobati penyakitnya dibawa oleh keluarga nya berobat ke RSJ
8.      Aktivitas dalam rumah
·         Klien mengatakan dapat menyiapakn makanan dirumah
·         Klien klien mengatakan dapat menjaga kerapian dan kebersihan rumah
·         Klien mengatakan dapat mencuci pakaian sendiri
·         Klien mengatakan yang mengatur keuangan dirumah adalah ibunya
9.      Aktivitas diluar rumah
·         Klien tidak bisa berbelanja sendri
·         Klien dapat menggunakan transportasi seperti sepeda motor.
·         Klien juga berprofesi sebagai tukang ojek

8.                  MEKANISME KOPING
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada ayah nya dan merusak kaca saat marah,klien merasa malu dan sangat jengkel karena ayah nya menikah lagi
Masalah keperawatan :  koping keluarga inefektif,Resiko perilaku kekerasan

9.                     MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Klien mengatakan tidak ada waktu bergaul dengan yang lain, klien sering menyendiri,klien tampak meyendiri disudut ruangan.
Klien mengatakan ingin memiliki pekerjaan seperti orang lain
Klien hingga saat ini masih ikut orangtuanya
Klien juga belum menikah dan klien juga ingin seperti orang- orang yang lain
Klien sekolah hanya sampai tamatan SD dan klien juga merasa malu
Masalah keperawatan : Harga diri rendah

10.              PENGETAHUAN KURANG TENTANG
klien mengatakan orang gila itu ya orang yang mengalami penyakit gangguan jiwa, klien tabah dengan penyakitnya.
Klien putus obat dan tidak mengonsumsi obat selama kurang lebih 1 bulan
Masalah keperawatan : - koping individu inefektif

11.           ASPEK MEDIS
1.      Diagnosa medis: skizofrenia paranoid
2.      Terapi medik:
·         Haloperidol 5 mg 1-0-1
·         Clopromazine 100 mg 0-0-1
·         trihexyphenidy


    A.                ANALISA DATA
Nama               : Tn. H
Usia                 : 30 tahun
No RM            : 029163

NO
DATA
MASALAH
1
Ds :
-          klien mengatakan datang ke RSJ dibawa keluarga nya dan klien saat itu diikat tangannya.
-          Klien mengatakan marah dan jengkel kepada ayah nya dan merusak kaca saat marah,klien merasa malu dan sangat jengkel karena ayah nya menikah lagi.
-          Klien mengatakan  marah karena ayah nya menikah lagi sedangkan kilen saja belum menikah
-          Klien mengatakan mengamuk memecahkan kaca.
-          Klien mengatakan sebelum nya pernah di rawat di rs jiwa provinsi lampung sebanyak 3 kali  dengan keluhan dahulu sering marah marah saat di rumah

Do :
-          Klien tampak bingung
-          Klien tampak mondar mandir
-          Klien jika bicara suara nya keras
-          Kien tampak membentak-bentak jika bicara
-          Klien tampak gelisah
-          Klien tampak muka tampak tegang
-          Klien tatapan mata tajam
Resiko Perilaku Kekerasan
2
Ds :
-          klien mengatakan merasa malu  karena ayah nya menikah lagi.
-          Klien mengatakan ingin memiliki pekerjaan seperti orang lain
-          klien mengatakan merasa malu karena klien dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena dengan kondisi klien yang seperti itu.
-          Klien mengatakan merasa malu karena klien adalah seorang lulusan/tamatan dari SD. klien juga merasa malu karena dengan umur klien yang sudah merasa tua tapi belum juga kunjung menikah.
Do :
-          Klien tampak sendirian
-          Klien terlihat kontak mata kurang,
-          klien jika diajak bicara banyak menundukan kepala.
-          Klien jika berbicara lambat
-          Klien juka bicara suara pelan.

Harga diri rendah
3
Ds :
-          klien mengatakan saat ini lebih suka menyendiri dari pada kumpul bersama teman sekamarnya.
-          klien mengatakan sebelum disini dia jarang berkumpul dalam kegiatan kelompok dan, setelah  di RSJ klien sering menyendiri.
-          Klien mengatakan tidak ada waktu bergaul dengan yang lain,
-          klien mengatakan selalu menyendiri dan tidak pernah bergaul di lingkungan

Do :
-          klien mengatakan sering melamun
-           Saat klien diberi cerita sedih klien tampak diam saja,begitu juga saat klien diberi cerita senang atau gembira klien jug tampak diam saja.
-          Klien tampak menyendir
-          Klien menyendiri dsudut ruangan
-          Klien tampak sering diam
-          Klien jarang bersosialisasi dengan teman sekamar.
Isolasi sosial

Ds :
-          Klien mengatakan mandi tidak mengggunakan sabun
-          Klien mengatakan tidak pernah bersisir
-          Klien mengatakan tidak potong kuku selama di rsj
-          Klien tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar
pasien kurang rapih,memakai pakian sesuain jadwal.
-          Klien makan tidak menggunakan alat makan yang benar.
-          Klien tidak mau berhias
-          Klien mengatakan mandi tidak pakai sampo,
-          Klien mengatakan tidak gosok gigi.
Do :
-          Klien tampak terdapat ketombe rambut pendek
-          Kuku tangan klien tampak panjang.
-          Klien mandi harus dimotivasi perawat terlebih dahulu, klien malas untuk mandi
-          Klien bau mulut tidak sedap
-          Telinga klien tampak kotor
-          Kulit klien tampak kotor
-          Klien berpenampilan tidak rapih
-          Tampak Rambut berantakan,
-          Klien tampak wajah kusam,
-          bau bandan tidak sedap





Defisit perawatan diri

Ds :
-          Keluarga klien mengatakan sudah tidak mengambil obat karena klien tidak mau minim obat 1 bulan lebih
-          Klien mengatakan merasa malu dan sangat jengkel karena ayah nya menikah lagi
-          Keluarga klien mengatakan sudah tidak mengambil obat karena klien tidak mau minum obat 1 bulan lebih
-          Keluarga klirn  membiarkanya, sehingga dibawa ke rs jiwa Lampung
-           
Do :
-          Klien dirawat di RSJ
-          Klien tampak menyendiri
-          Keluaga tidak mengambil obat rutin ke RSJ
Koping keluarga inefektif



Ds :

-          Klien jarang bersosialisasi berbicara dengan ayah nya dengan masyarakat

-          Klien mengatakan ingin cepat  keluar dari rumah sakit sudah kangen sama keluarga,dia merasa tidak mengalami gangguan jiwa.

-          klien mengatakan dia tidak sakit jiwa tetapi orang-orang mengaggap gila padahal dia tidak merasa sakit

-          klien mengatakan orang gila itu ya orang yang mengalami penyakit gangguan jiwa,

Do:
-          Klien minum obat dengan bantuan minimal perawat memberikan bimmbingan dan motivasi pada klien untuk minum obat
-          Klien putus obat dan tidak mengonsumsi obat selama kurang lebih 1 bulan
-          Klien sulit dan tidak mau untuk minum 0bat

koping individu inefektif

 

Pohon Masalah


B.     RENCANA KEPERAWATAN
Nama               : Tn. H
Usia                 : 30 tahun
No RM            : 029163

1.      Diagnosa : Resiko Perilaku kekerasan
Diagnosa keperawatan
Sp/kemampuan klien
Sp/kemampuan keluarga
Resiko prilaku kekerasan
Sp 1.
·         Identifikasi penyebab tanda dan gejala ,pk yang di lakukan ,akibat pk
·         Jelaskan cara mengontrol pk : fisik,obat,verbal,spiritual
·         Latihan cara mengontrol pk secara fisik : tarik napas dalam dan pukulkasur dan bantal.
·         Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik.
Sp.1
·         Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien
·         Jelaskan pengertian ,tanda dan gejala dan proses terjadinya pk (gunakan booklet)
·         Jelaskan cara merawat pk
·         Latih satu cara merawat pk dengan melakukan kegiatan
Fisik :tarik nafas dalam dan pukul bantal
·         Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian

Sp.2
·         Evaluasi kegiatan latihan fisikn,beri pujian
·         Latih cara mengontrol pk dengan obat jelaskan 6 benar obat : jenis,guna dosis,frekuensi ,cara,kointuinitas minum obat
·         Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik dan minum obat.
Sp.2
·         Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat / melatih
·         Jelaskan 6 benar member obat
·         Latih cara memberikan /membimbing minum obat
·         Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan beri pujian

Sp.3
·         Evaluasi kegiatan latihan fisik & obat,beri pujian
·         Latih cara mengontrol pk secara verbal ( 3 cara yaitu mengungkapkan ,meminta,menolak dengan benar)
·         Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik ,minum obat dan verbal
Sp.3
·         Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien fisik dan memberikan obat,beeri pujian
·         Latih cara membimbing ,cara bicara yang baik.
·         Latih cara membimbing  kegiatan spiritual
·         Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan member pujian




Sp.4
·         Evaluasi kegiatan latihan fisik dan obat,verbal,beri pujian
·         Latihan cara mengontrol spiritual ( 2 kegiatan )
·         Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik minum ,obat,verbal dan spiritual
Sp.4
·         Evaluasi kegiatan keluarha dalam merawat /melatihpaisen ,fisik,memberikan obat,latihan bicara yang baik  dan kegiatan spiritual , beri pujian
·         Jelaskan follow up ke RSJ /pkm ,tanda kambuh ,rujukan
·         Anjurkan membanntu pasien sesuai jadwal  dan memberikan pujian






  1. Diagnosa : harga diri rendah
PERTEMUAN
PASIEN
KELUARGA
1

















2.











3.












4.
















5.
-       identifikasi kemampuan melakukan kegiatan  dan bantu aspek positif pasien( buat daftar kegiatan)
-       bantu pasien menilai kegiatan yang dapat di lakukan saat ini( pilih dari daftar kegiatan); buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
-       bantu pasien memilih kegiatan yang dapat di latih saat ini
-       latih kegiatan yang di pilih( alat dan cara melakukan nya)
-       masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan 2 kali perhari






-          evaluasi kegiatan pertama yang telah dilatih dan berikan pujian
-          bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
-          latih kegiatan kedua ( cara san alat)
-          masukan dalam jadwal kegiatan untuk latihan 2 kegiatan masing-masing 2kali sehari



-          evaluasi kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih dan berikan pujian
-          bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan di latih
-          latih kegiatan ketiga(cara dan alat)
-          masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan 3 kegiatan masing-masing 2x/hari





-          evaluasi kegiatan pertama, kedua dan ketiga yang telah dilatih dan beri pujian
-          bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih
-          latih kegiatan keempat (cara dan alat)
-          masukan pada jadwal kegiatan harian 4 kegiatan masing-masing 2x/hari








-          evaluasi kegiatan latihan dan memberi pujian
-          latih kegiatan di lanjutkan sampai tak terhingga
-          nilai kemampuan yang telah mandiri
-          nilai apakah harga diri pasien menigkat







-          diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
-          jelaskan  pengertian , tanda gejala, dan proses terjadinya harga diri rendah ( gunakan booklet)
-          jelaskan cara merawat harga diri rendah terutama memberikan pujian semua hal positif pada pasien
-          latih keluarga memberi tenggung jawab kegiatan pertama yang dilatih pasien; bimbing dan beri pujian
-          anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian



-          evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan pertama yang dipilih dan latih pasien. Beri pujian
-          bersama keluarga melatih pasien dalam melakukan kegiatan kedua yang di pilih pasien
-          anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian



-          evaluasi  kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan pertama dan kedua yang dipilih dan dilatih pasien. Beri pujian
-          bersama keluarga melatih pasien dalam melakukan kegiatan ketiga yang di pilih pasien
-          anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan beri pujian



-          evaluasi  kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan pertama, kedua dan ketiga yang dipilih dan dilatih pasien. Beri pujian
-          bersama keluarga melatih pasien dalam melakukan kegiatan keempat yang di pilih pasien
-          jelaskan follow up ke RSJ/PKM tanda kambuh, rujukan
-          anjurkan membantu pasien sesuai jadawal dan beri pujian





-          evaluasi  kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan yang dipilih dan dilatih pasien. Beri pujian
-          nilai kemampuan keluarga membimbing pasien
-          nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM





1.      Diagnosa : Isolasi Sosial
No
Diagnose keperawaan
Tujuan
Intervensi

Isolasi sosial
1.      Membina hubungan saling percaya
2.      Dapat mengidentifikasi isolasi sosial :siapa yang serumah, siapa yang dekat, dan apa sebabnya
3.      Dapat memberitahukan kepada klien keuntungan punya teman dan bercakap-cakap
4.      Dapat Memberitahukan kepada klien kerugian tidak punya temn dan tidak bercakap- cakap
5.      Klien dapat berkenalan degan pesien, perwat, dan tamu 
Pertemuan 1
1.      Identifikasi penyebab isolasi sosial : siapa yang serumah, siapa yang dekat, dan apa sebabnya
2.      Jelaskan kuntungan punya teman dan bercakap- cakap
3.      Jelaskan kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap
4.      Latih cara berkenalan dengan pasien, perawat, dan tamu
5.      Masukan pada jadual kegiatan untuk latihan berkenalan


1.      Klien dapat berbicara saat melakikan kegiatan harian
2.      Klien dapat berkrnalan dengan 2-3 orang pasien, perawat dan tamu
Pertemuan ke 2

1.      Evaluasi kegiatan berkenalan dengan beberapa orang.beri pujian
2.      Lati cara berbicara saat melakukan kegiatan harian ( latih 2 kegiatan )
3.      Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan dengan 2-3 orang pasien, perawat dan tamu , berbicara saat melakukan kegiatan harian


1.      Klien dapat berbicara saat melakuakan kegiatan harian
2.      Klien dapat berkenalan dengan 4-5 orang,berbicara saat melakuakan 2 kegiatan harian

















Pertemuan ke 3
1.      Evaluasi kegiatan, latihan berkenalan (beberapa orang ) dan bicara saat melakukan duaan kegiatan harian.berikan pujian
2.      Lati cara berbicara saat melakukan kegiatan harian ( 2 kegiatn baru)
3.      Masukan dalam jadwal kegiatan harian untuk latihan berkenalan 4-5 orang,berbicara saat melakukan 4 kegiatan latihan


1.      klien dapat berbicra sosial : meminta sesuatu,menjawap pertanyaan
2.      klien dapat berkenalan dengan >5 orang, orang baru, berbicara saat melakukan kegiatan harian sosialisasi

Pertemuan ke 4

1.      evaluasi kegitan latihan berkenalan, bicara saat melakukan empat kegiatan harian. Berikan pujian
2.      latihan bicara sosial: meminta sesuatu,menjawab pertanyaaan
3.      masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan >5orang, orang baru berbicara saat melakukan kegiatan harian dan sosialisai


3.      klien dapat mandiri dalam berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian dan sosialisai
Pertemuan ke 5-12
1.      evaluasi kegiatan latihan berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian dan sosialisai beri pujian
2.       latihan kegiatan latihan
3.      Nilai kemampuan yang telah mandiri
4.      Nilai apakah isolisasi sosial teratasi










C.    CATATAN PERKEMBANGAN
Nama               : Tn. H
Usia                 : 30 tahun
No RM            : 029163

Implementasi
Evaluasi
Tanggal : 06 februari 2017
Jam       : 09.00 WIB
DATA :
Ds :
1.      klien mengatakan datang ke RSJ dibawa keluarga nya dan klien saat itu diikat tangannya.
-          Klien mengatakan marah dan jengkel kepada ayah nya dan merusak kaca saat marah,klien merasa malu dan sangat jengkel karena ayah nya menikah lagi.
-          Klien mengatakan  marah karena ayah nya menikah lagi sedangkan kilen saja belum menikah
-          Klien mengatakan mengamuk memecahkan kaca.
-          Klien mengatakan sebelum nya pernah di rawat di rs jiwa provinsi lampung sebanyak 3 kali  dengan keluhan dahulu sering marah marah saat di rumah
Do :
-          Klien tampak bingung
-          Klien tampak mondar mandir
-          Klien jika bicara suara nya keras
-          Kien tampak membentak-bentak jika bicara
-          Klien tampak gelisah
-          Klien tampak muka tampak tegang
-          Klien tatapan mata tajam
2.       
Ds :
-          klien mengatakan merasa malu  karena ayah nya menikah lagi.
-          Klien mengatakan ingin memiliki pekerjaan seperti orang lain
-          klien mengatakan merasa malu karena klien dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena dengan kondisi klien yang seperti itu.
-          Klien mengatakan merasa malu karena klien adalah seorang lulusan/tamatan dari SD. klien juga merasa malu karena dengan umur klien yang sudah merasa tua tapi belum juga kunjung menikah.
Do :
-          Klien tampak sendirian
-          Klien terlihat kontak mata kurang,
-          klien jika diajak bicara banyak menundukan kepala.
-          Klien jika berbicara lambat
-          Klien juka bicara suara pelann
  1.  
Ds :
-          klien mengatakan sering melamun
-          klien mengatakan saat ini lebih suka menyendiri dari pada kumpul bersama teman sekamarnya.
-          klien mengatakan sebelum disini dia jarang berkumpul dalam kegiatan kelompok dan, setelah  di RSJ klien sering menyendiri.
-          Klien mengatakan tidak ada waktu bergaul dengan yang lain,
-          klien mengatakan selalu menyendiri dan tidak pernah bergaul di lingkungan
-           Saat klien diberi cerita sedih klien tampak diam saja,begitu juga saat klien diberi cerita senang atau gembira klien jug tampak diam saja
Do :
-          Klien tampak menyendir
-          Klien menyendiri dsudut ruangan
-          Klien tampak sering diam
-          Klien jarang bersosialisasi dengan teman sekamar.
DIAGNOSA
1.      Resiko Perilaku kekerasan
2.      Harga diri rendah
3.      Isolasi sosial
INTERVENSI
1.      Klien mampu Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat RPK. Jelaskan cara mengontrol PK dengan fisik : Tarik napas dalam dan pukul bantal kasur
2.      Klien mampu mengidentifkasi gejala harga diri rendah dan cara mengatasi nya dengan : latihan memilih kegiatan terjadwal
3.      Klien mampu Identikfikasi isolasi sosial, latih bercakap-cakap, jelaskan keuntungan punya teman.
.
RENCANA TINDAK LANJUT
1.      Latih mengontrol PK dengan Obat
2.      Latih memilih kegiatan teradwal yag lain (alat dan bahan)
3.      Latih berkenalan 2-3 orang ( 2 kegiatan)
SUBJEKTIF
1.  Klien mengatakan masih ada perasaan ingin marah
2.  Klien mengatakan masih malu berkenalan dengan orang lain
3.  Klien sudah mengerti apa itu kebersihan diri
OBJEKTIF
1.      Tatapan mata tajam, klien bisa mempraktikan cara mengontrol PK dengna fisik: Tarik nafas dalam, pukul bantal kasur
2.      Klien menunduk saat diajak berbicara, Klien  mampu melakukan kegiatan, yang dijadwalkan
3.      Klien masih tampak sering menyendiri, kontak mata masih kurang, masih terlihat menghindar saat di dekati
Klien mampu bercakap-ckap dengan teman-teman nya
ANALISIS
1.      Resiko perilaku kekerasan (+)
2.      Harga diri rendah (+)
3.      Isolasi social (+)
PLANING
1.        Latihan tarik nafas dalam dan pukul bantal kasur 2x1
2.        Latihan memilih kegiatan 3x1
3.        Latihan bercakap-cakap 2x1
Tanggal : 07 februari 2017
Jam       : 09.00 WIB
DATA :
  1. Ds :
-          klien mengatakan datang ke RSJ dibawa keluarga nya dan klien saat itu diikat tangannya.
-          Klien mengatakan marah dan jengkel kepada ayah nya dan merusak kaca saat marah,klien merasa malu dan sangat jengkel karena ayah nya menikah lagi.
-          Klien mengatakan  marah karena ayah nya menikah lagi sedangkan kilen saja belum menikah
-          Klien mengatakan mengamuk memecahkan kaca.
-          Tatapan mata klien tajam saat meakukan oengkajian. Klien mengatakn kadang masih suka merasa marah.
Do :
-          Klien tampak mondar mandir
-          Klien jika bicara suara nya keras
-          Kien tampak membentak-bentak jika bicara
-          Klien tampak gelisah
-          Klien tampak muka tampak tegang

2.      Ds :
-          Klien lebih banyak diam, melamun dan menyendiri. Saat diajak bicara, kontak mata kurang, klien tampak menghindar
-          Klien mengatakan ingin memiliki pekerjaan seperti orang lain
-          klien mengatakan merasa malu karena klien dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena dengan kondisi klien yang seperti itu.
-          Klien mengatakan merasa malu karena klien adalah seorang lulusan/tamatan dari SD. klien juga merasa malu karena dengan umur klien yang sudah merasa tua tapi belum juga kunjung menikah
Do :
-          Klien tampak sendirian
-          Klien terlihat kontak mata kurang,
-          klien jika diajak bicara banyak menundukan kepala.
-          Klien jika berbicara lambat
3.      Ds :
-          klien mengatakan saat ini lebih suka menyendiri dari pada kumpul bersama teman sekamarnya.
-          klien mengatakan sebelum disini dia jarang berkumpul dalam kegiatan kelompok dan, setelah  di RSJ klien sering menyendiri.
-          Klien mengatakan tidak ada waktu bergaul dengan yang lain,
-          klien mengatakan selalu menyendiri dan tidak pernah bergaul di lingkungan

Do :
-          Klien menyendiri dsudut ruangan
-          Klien tampak sering diam
-          Klien jarang bersosialisasi dengan teman sekamar.
DIAGNOSA
1.      Resiko Perilaku kekerasan
2.      Harga diri rendah
3.      Isolasi Sosial
INTERVENSI
1.      Klien mampu Latih cara mengontrol PK dengan obat (6 benar obat). Masukan pada jadwal untuk latihan fisik dan minum obat.
2.      Klien mampu latihan memilih kegiatan ke dua yang sudah terjadwal.
3.      Klien mampu Latih cara berbicara saat melaukukan kegiatan harian (2 kegiatan) masukan pada jawal latiahan berbicara
RENCANA TINDAK LANJUT
1.       Mengajarkan Latih mengontrol PK secara verbal
2.      Mengajarkan latihan memilih kegiatan ke 2 yang terjadwal.
3.      mengajarkan Latih berkenalan 4-5 orang ( 2 kegiatan baru),.




SUBJEKTIF :
1.      Klien mengatakan bisa mengahapal 6 benar obat, dan merasa lebih tenang dengan minum obat klien dapat menelaskan nya, marah berkurang
2.      Klien mengatakan masih malu untuk berbicara dengan orang lain saat melakukan kegiatan harian.
3.      Klien mengatakan segar setelah mandi dan berdandan,
OBJEKTIF  :
·         Klien tampak lebih tenang, klien mampu menjelaskan kembali 6 benar obay untuk mengontrol PK
·         Klien tampak masih malu untuk berbicara dengan lawan bicaranya
·         Klien tampak rapi dan segar setelah mandi daan berdandan,klien mampu meyebutkan alat dan cara berdandan

ANALISIS :
·         Resiko perilaku kekerasan (+)
·         Harga diri rendah (+)
·         Isolasi social (+)
PLANING :
4.      Latih cara menontrol pk dengan 6 bnar obat 2x1
5.      Latihan melakukan kegiatan terjadwal,kegiatan ke 2 ,2x1
6.      Latih cara berbicara berkenalan 2-3 (2 kegiatan) 2x1/hari
.
Tanggal : 8 februari 2017
Pukul : 10.00 wib
DATA :
  1.  
-          Ds :
-          Klien mengatakan marah dan jengkel kepada ayah nya dan merusak kaca saat marah,klien merasa malu dan sangat jengkel karena ayah nya menikah lagi.
-          Klien mengatakan  marah karena ayah nya menikah lagi sedangkan kilen saja belum menikah
-          Klien mengatakan mengamuk memecahkan kaca.
Do :
-          Klien jika bicara suara nya keras
-          Kien tampak membentak-bentak jika bicara

2.       
Ds :
-          Klien mengatakan ingin memiliki pekerjaan seperti orang lain
-          klien mengatakan merasa malu karena klien dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena dengan kondisi klien yang seperti itu.
Do :
Klien tampak masih menyendiri
Klien tampak menunduk saat diajak berbincang
  1.  
     Ds :
-          Klien mengatakan tidak ada waktu bergaul dengan yang lain,
-          klien mengatakan selalu menyendiri dan tidak pernah bergaul di lingkungan
Do :
-          Klien tampak sering diam
-          Klien jarang bersosialisasi dengan teman sekamar.
DIAGNOSA :
-          Resiko perilaku kekerasan
-          Harga diri rendah
-          Isolasi sosial
INTERVENSI :
-          Klien mampu Latih cara berbicara 4-5 orang (2 kegiatan baru).
-          Klien mampu Latih cara mengontrol PK dengan secara Verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak dengan baik).
-          Klien mampu Latih cara makan dan minum dengan baik.
RENCANA TINDAK LANJUT :
-          Latih cara mengontrol PK secara spiritual
-          Latih cara berbicara sosial ( meminta sesuatu, menjawab pertanyaan)
-           
SUBJEKTIF :
1.      Klien mengatakan mampu mengontrol pk secara verbal,klien mampu 6 bner obat, marahnya berkurang.
2.      Klien mengatakan sudah tidak malu lagi untik bebrbicara dengan orang lai.
3.      Klien mengatakan sudah mandi teratur, bisa berdandan dan makan dengan baik.
OBJEKTIF :
1.      klien mulai tenang, pk berkurang, tatapan mata tidak lagi tajam.
2.      Klien tanpak mulai berkomunikasi dengan teman sekamarnya.
3.      Klien tampak bersih dan rapi, wajah tidak kusam.
Klien mampu makan sudah dengan baik dan benar
ANALISIS :
1.      Resiko perilaku kekerasan (+)
2.      Harga diri rendah (+)
3.      Isolasi social (+)

PLANING :
1.      Evaluasi latihan sebelumnya.
Latih Mengontrol PK dengan verbal 2x1
2.      Evaluasi latihan sebelumnya,
latih melakukan kegiatan terjadwal ke 3
3.      Evaluasi latihan sebelumnya.
Latih Berkenalan 4-5 orang 2x1
Tanggal : 09 februari 2017
Pukul : 10.00 wib
DATA :
1.       
Ds :
- Klien mengatakan marah dan jengkel kepada ayah nya dan merusak kaca saat marah,klien merasa malu dan sangat jengkel karena ayah nya menikah lagi.
- Klien mengatakan  marah karena ayah nya menikah lagi sedangkan kilen saja belum menikah.
Do :
-          Klien jika bicara suara nya keras

2.       
Ds :
-          Klien mengatakan ingin memiliki pekerjaan seperti orang lain
Do :
Klien tampak menunduk saaat diajak berbicara
3.       
Ds :
-          klien mengatakan selalu menyendiri dan tidak pernah bergaul di lingkungan
Do :
-          Klien jarang bersosialisasi dengan teman sekamar

DIAGNOSA :
1.      Resiko perilaku kekerasan
2.      Harga diri rendah
3.      Isolasi sosial
INTERVENSI :
4.      Klien mampu Latih cara mengontrol PK secara spiritual
5.      Klien mampu melakukan kegiatan terjadwal ke 4 dengan baik dan benar.
6.      Klien mampu Latih cara berbicara sosial ( meminta sesuatu, menjawab pertanyaan)
RENCANA TINDAK LANJUT :
7.      Evaluasi tindakan SP 1 sampai SP 4 beri pujian.
8.      Evaluasi SP 1 sampai SP 4 beri pujian
9.      Evaluasi tindakan SP 1 sampai SP 4 beri pujian.
SUBJEKTIF :
1.      Klien mengatakan marahnya berkurang.dan mampu mengontrol secara fisi,
Klien mengatakan mampu mengtrol pk dengan 6 benar obat,
Klien mampu mengtrol dengan verbal dan
Klien mengatakn mampu melakukan kegiatan spiritual
2.      Klien mampu melakukan kegiatan 1-3 yang sudah terjadwal
Klien mengatakan mampu melakukan kegiatan ke 4 yang terjadwal


3.      Klien mampu berkenalan dengan 2-3 orang
Klien mampu berkenalan dengan 4-5 orang
Klien mengatakan sudah sudah bisa berbicara social menjawab pertanyaan,meminta sesuatu
.





OBJEKTIF :
1.      klien mulai tenang, pk berkurang, tatapan mata tidak lagi tajam. Mampu mengulang yang sudah di ajarkan
2.      klien mampu melakukan kegiatan ke 4 yang terjadwal
3.      Klien tanpak mulai berkomunikasi dengan teman sekamarnya.
Klien mengatakan sudah sudah bisa berbicara social menjawab pertanyaan,meminta sesuatu

ANALISIS :
  1. Resiko perilaku kekerasan (+)
  2. Harga diri rendah (+)
  3. Isolasi social(+)
PLANING :
1.      Evaluasi latihan sebelumnya.
Latih mengontrol pk dengan spiritual 2x1
2.      Evaluasi latihan sebelumnya,
Latih kegiatan terjadwal ke 4, 2x1
3.      Evaluasi latihan sebelumnya
Latih berbicara social (meminta sesuatu, menjawab pertanyaan) 1x1 /hari, Beri pujian.




















BAB IV
PEMBAHASAN

A.    Pengkajian
Nama Tn.H, Umur 27 tahun, Alamat pulau panggung tanggamus. Tanggal dirawat 21 januari 2017, Tanggal pengakajian 6 februari 2017 No. RM 029163. Klien datang ke RSJ Provinsi lampung dibawa oleh keluarganya pada tanggal 21-01-2017, jam 10.00. Datang ke IGD dengan keluhan klien 2 minggu lebih mengamuk klien membentak-bentak jika bicara, kluarga klien mengatakan sering melamun,mondar-mandir, klien juga sering menyendiri.
Keluarga klien mengatakan sudah tidak mengambil obat karena klien tidak mau minum obat 1 bulan lebih , klien menolak minum obat.sehingga dibawa ke rs jiwa lampung
Dari data yang di dapat saat pengkajian Tn. H diperoleh tiga diagnosa prioritas, yaitu :
a.                   Resiko perilaku kekerasan
b.                  Harga diri rendah
c.                   Isolasi Sosial
Setelah dilakukan asuhan keperawatan jiwa selama kurang lebih 1 minggu Pengkajian intervensi  dan implementasi yang telah dilakukan menghasilkan sebagai berikut  :
SUBJEKTIF :
·         Klien mengatakan marahnya berkurang.dan mampu mengontrol secara fisi, obat, verbal dan spiritual
·         Klien mengatakan mampu melakukan kegiatan harian terjadwal dari 1 sampai 4.(menyapu,merapikan tempat tidur,membantu mengepel,mandi dg baik)
·         Klien mengatakan sudah tidak malu lagi untik bebrbicara dengan orang lain klien mampu bercakap-cakap,klien mampu berkenalan 2-3 orang, klien mampu berkenalan 4-5 orang,dan latih bicara social  meminta sesuatu, menjawab pertanyaan.
OBJEKTIF :
·         klien mulai tenang, pk berkurang, tatapan mata tidak lagi tajam. Mampu mengulang yang sudah di ajarkan
·         klien mulai terbiasa melakukan kegiatan harian yang terjadwal.
·         Klien tanpak mulai berkomunikasi dengan teman sekamarnya.
PLANING :
1.      Evaluasi latihan sebelumnya (mengontrol PK dengan fisik, obat dan verbal dan mengontrol PK dengan spiritual). Beri pujian.
2.      Evaluasi latihan sebelumnya (latihan kegiatan 1,latiham kegiatan 2, latihan kegiatan 3,latihan kegiatan 4). Beri pujian
3.      Evaluasi latihan sebelumnya (berkenalan, bebrbicara saat melakukan kegiatan harian dan berbicara sosial) beri pujian.














BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Resiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk prilaku maupun bertujuan melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis(keliat,2010)

Stuart, (2009) mengemukakan perilaku agresif adalah suatu kondisi dimana seseorang mengabaikan hak orang lain, dia menganggap bahwa harus berjuang untuk kepentingannya dan mengharapkan perilaku yang sama dari orang lain, bagi dia hidup adalah pertempuran yang dapat mengakibatkan kekerasan fisik atau verbal, perilaku agresif sering terjadi akibat kurang kepercayaan diri.

Perilaku agresif adalah suatu fenomena komplek yang dapat terjadi pada klien dengan skizoprenia, gangguan mood, gangguan kepribadian borderline, gangguan perilaku dan ketergantungan obat (Fontaine, 2009).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara ,fisik baik terhadap diri sendiri orang lain maupun lingkungan.Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan panik. Perilaku agresi, dan perilaku kekerasan itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang dimana agresi, verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan/tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri orang lain maupun lingkungan




B.     Saran
1.      Bagi pasien
Agar pasien pasien yang mengalami masalah (RPK) resiko perilaku kekerasan dapat mengenali penyebab,tanda gejala,faktor resiko supaya dapat mengontrol perilaku kekerasanya agar tidak mencederai diri sendiri,orang lain maupun lingkungan dan diharapkan sebelum terjadi perilaku kekerasan yang tidak di inginkan pasien maupun keluarga pasien dapat mengatasi atau menangani saat pasien  kambuh atau pasien dapat di tangani sebelum pasien di bawa ke rumah sakit jiwa untuk mendapatkan penanganan atau perawatan yang lebih tepat.
2.      Bagi perawat
Diharap perawat bisa menerapkan asuhan sesuai standar pelayanan keperawatan jiwa yang telah ditetapkan dan sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan kepada profesi. Serta diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien.
Perawat  perlu mengekspresikan dan memahami perasaan marah yang di alami oleh pasien dan perawat diharapkan juga mampu mengkaji apa yang di alami oleh pasien,
3.      Bagi rumah sakit jiwa
Asuhan diberikan pada klien sudah cukup baik dan hendaknya lebih meningkatkan mutu pelayanan agar dapat memberikan asuhan yang lebih baik sesuai dengan standar asuhan keperawatan serta dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan agar dapat menerapkan setiap asuhan keperawatan jiwa sesuai dengan teori .

DAFTAR PUSTAKA
Dyah W (2009).Pengaruh assertive training terhadap perilaku kekerasan pada klien skizoprenia,tesis.Jakarta.FIK UI.tidak dipublikasikan
Fontaine,K.L.(2009).Mental Health Nursing.7th ed.New Jersy:Pearson Education,Inc
Herdman,T.H.(2012),Nanda Internasional Nursing Diagnoses Definition & Classification,2012-2014.Oxford:Willy-Blackwell
Keliat,B.A,.(2006).Peran keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa.Jakarta:EGC
Keliat,B.A.dkk.(2005).Modul Basic Course Community Mental Health Nursing.Kerjasama FIK UI dan WHO
Keliat,B.A.,& Akemat.(2005).Keperawatan jiwa terapi aktivitas kelompok.Jakarta : EGC
Keliat,B.A.,& Akemat.(2010).Model praktek keperawatan professional. Jakarta:EGC
Kemenkes RI,(2012) modul: Pelatihan keperawatan jiwa masyarakat,pusat pendidikan tenaga kesehatan,kementerian kesehatan republic Indonesia,Jakarta
Lelono S.K (2011).Efektivitas cognitive behavior therapy (CBT) dan rational emotive behavior therapy (REBT) pada perilaku kekerasan,halusinasi dan harga diri rendah di rumah sakit Marzoike Mahdi Bogor.Tesis FIK UI. Tidak dipublikasikan
Maslim,R (2007), panduan praktis : obat psikotropik,edisi ketiga,FK Unika Atmajaya,Jakarta
Stuart,G.W.(2009). Principles and practice of psychiatric nursing,9th ed.missouri: mosby,Inc.
Videbeck,S.L.(2008). Buku ajar keperawatan jiwa.jakarta:EGC

Tidak ada komentar: