PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Rumah sakit adalah sebagai pemberi fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan medik umum dan pelayanan medik
bedah. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatal;n masyarakat
(Permenkes 2014). Salah satu Tindakan medik bedah di rumah sakit dengan
frekuensi yang cukup tinggi adalah operasi laparotomi baik elektif maupun
emergensi (Yuwono, 2013).
WHO menunjukkan bahwa selama lebih dari satu
abad, perawatan bedah telah menjadi komponen penting dari perawatan kesehatan
diseluruh dunia. (Hasri dalam Astriani 2014). Data Tabulasi Nasional Departemen
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009, menjabarkan bahwa tindakan bedah
menempati urutan ke 11 dari 50 pola penyakit di Indonesia dengan persentase 12,8
% dan diperkirakan 32% diantaranya merupakan bedah laparatomi (Astriani, 2014).
Menurut Tarmidzi
(2013) jumlah pembedahan laparatomi di Indonesia tiap tahun semakin meningkat.
Dari data rekam medik rumah sakit cipto mangunkusumo (RSCM) per tahun nya
pembedahan laparatomi kurang lebih 876 kasus pada tahun 2013, sedangkan di Rumah
Sakit Adam Malik Medan jumlah pembedahan abdomen (laparatomi) kurang lebih 182
kasus pertahun.
Menurut Hitesh et al (2005) banyak faktor yang
memperlambat penyembuhan luka insisi laparatomi seperti gangguan pada
penyembuhan pada orang anemia, luka akan cenderung terbuka lebar dan mengalami
penyembuhan luka yang buruk. Kemudian pada pasien Hipoproteinemia akan
mengalami fase inflamsi yang berkepanjangan dan mengganggu fibroplasi,
proteoglikan dan sintetis neoangiogenesis dan renovasi luka. Selain itu
pasien obesitas, diabetes, hipertensi,
herniasi juga akan mengalami penyembuhan yang lama.
Hospitalisasi adalah sebagai keadaan yang memaksa sesorang untuk menjalani rawat inap
dirumah sakit untuk menjalani pengobatan
maupun terapi yang dikarenakan klien tersebut mengalami sakit. Hospitalisasi merupakan perawatan yang
dilakukan dirumah sakit dan dapat menimbulkan trauma dan stres pada klien yang
baru mengalami rawat inap dirumah sakit.. Pengalaman hospitalisasi dapat
mengganggu psikologis seseorang terlebih bila seseorang tersebut tidak dapat
beradaptasi dengan lingkungan barunya dirumah sakit. Hospitalisai juga dapat
menyebabkan kecemasan dan stres pada semua tingkat usia (Junaidi, 2013).
Keadaan hospitalisasi yang penuh dengan
tekanan psikologis keluarga menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh
dalam kesembuhan anggota keluarganya. Menurut
Friedman,
(2010), dalam pangestika, (2015), bentuk dukungan keluarga dapat berupa dukungan emosional,
dukungan informasi, dukungan instrumental, dan dukungan penilaian. Lama hari rawat merupakan
salah satu indikator mutu pelayan medis yang di berikan oleh rumah sakit kepada
pasien (qauality of patient care) (DepKes, 2015).
Dukungan keluarga dalam
proses hospitalisasi bermanfaat bagi penyembuhan pasien dan dapat mempersingkat
lama rawat inap di rumah sakit. Kurangnya dukungan keluarga akan menyebabkan
masalah masalah bagi pasien. Salah satu fenomena yang nyata akibat kurangnya dukungan
keluarga terhadap pasien terjadi di salah satu rumah sakit di propinsi lampung,
yaitu kasus pembuangan pasien laki-laki berumur 64 tahun pada bulan februari
2014 oleh pihak rumah sakit, karena pasien tersebut tidak pernah di jenguk dan
di urus oleh keluarganya. Hal ini bukan pertama kali terjadi membuang pasien
yang tidak punya keluarga tapi sudah berulangkali namun baru kali ini pasien
yang di buang meninggal dunia. Kasus lain adalah Darno dibuang karena suka
berteriak-teriak sehingga mengganggu pasien lainnya dan Darno juga tidak
memiliki keluarga (postkotanews.com,2016).
Dukungan keluarga dapat
mempengaruhi kesehatan fisik dan fisiologis anggota keluarganya (Friedman,
2010). Menurut Stuart (2014) pasien yang dirawat dan memiliki dukungan keluarga
akan mempersingkat rawat inap pasien dibandingkan pasien yang tidak mendapatkan
dukungan keluarga jenis dukungan yang diberikan keluarga berupa memberikan
perhatian, kasih ssayang dan empati. Adapun dukungan keluarga seperti dukungan
emosional merupakan brentuk atau jenis dukungan yang diberikan keluarga berupa
memberikan perhatian, kasih sayang dan empati. Dukungan informsi, merupakan
suatu dukungan atau bantuan yang diberikan oleh keluarga dalam bentuk
memberikan saran atau maasukan, nasihat atau arahan dan informasi-informasi
penting yang sangat dibutuhkan dalam upaya meningkatkan status kesehatannya.
Dukungan instrumental, merupakan suatu
dukungan atau bantuan penuh dari keluarga dalam bentuk memberikan bantuan
tenaga, dana, maupun meluangkan waktu untuk membantu atau melayani dan
mendengarkan klien dalam menyampaikan perasaannya. Dukungan penilaian, merupakan suatu dukungan
dari keluarga dalam bentuk memberikan umpan balik dan penghargaan dengan
menunjukkan respon positif yaitu dorongan atau persetujuan terhadap gagasan,
ide, atau perasaan seseorang.
Dukungan keluarga terhadap anggota
keluarganya telah banyak diteliti seperti penelitian yang dilakukan oleh Sulianto (2008) yang
meneliti tentang hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan motivasi untuk
menjalani treatmen pada pendertia
diabetes melitus dan didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara dukungan sosial
keluarga dengan motivasi untuk menjalani tritmen pada pasien diabetes melitus.
Pada survei pra penelitian yang dilakukan
tanggal 2 November 2015 di ruang bedah Rumah Sakit Umum Pringsewu. Dari hasil wawancara
terhadap 2 orang pasien dengan post operasi laparatomi mengatakan bahwa kurang
mendapat perhatian dari keluarganya, mereka mengatakan selama bedrest keluarganya tidak membersihkan
dirinya, keluarga juga mengatakan bahwa harus bekerja sehingga anggota
keluarganya yang dirawat tidak dijaga. Keluarga juga mengatakan bingung dan
tidak mengerti dengan perawatan luka laparatomi. Anggota keluarga mengharapkan
dukungan atau perhatian dari keluarganya. Dukungan baik tersebut meliputi
dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental, dan dukungan
penilaian Friedman, (2010 dalam Swardiman, 2011).
Dengan latar belakang di atas sangat
menarik bagi peneliti untuk mengidentifikasi lebih dalam tentang hubungan antara
dukungan keluarga dengan lamanya rawat inap pasien laparatomi di Rumah Sakit Umum Pringsewu tahun
2016.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan lamanya rawat inap pasien
laparatomi di Rumah Sakit Umum Pringsewu
tahun 2016 ?
C. Tujuan
Penelitian
1. Tujuan Umum
diketahui hubungan dukungan keluarga dengan lamanya rawat inap
pasien laparatomi di Rumah Sakit Umum Pringsewu
tahun 2016.
2. Tujuan khusus.
a.
Diketahui distribusi frekuensi lama rawat pasien laparatomi
di Rumah Sakit Umum Pringsewu tahun 2016.
b.
Diketahui
distribusi frekuensi
dukungan keluarga pasien laparatomi di Rumah Sakit Umum Pringsewu tahun 2016.
c.
Diketahui hubungan dukungan keluarga
dengann lama
rawat inap pasien laparatomi di Rumah Sakit Umum Prigsewu tahun 2016
D.
Manfaat Penelitian
1.
Bagi Peneliti
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta wawasan
peneliti tentang hubungan dukungan keluarga dengan lamanya rawat inap pada pasien
laparatomi.
2.
Bagi Rumah Sakit Umum Pringsewu
Dapat menjadi bahan masukan bagi Rumah
Sakit Umum Pringsewu untuk lebih mensosialisasikan perlunya dukungan
keluarga terhadap anggota keluarga untuk mempercepat lama rawat di rumah sakit .
3.
Bagi Institusi Pendidikan
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pustaka bagi peneliti
selanjutnya dan sebagai bahan
ilmu pengetahuan dan referensi bagi mahasiswa keperawatan.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara dukungan keluarga dengan lama rawat inap pasien laparatomi. Subjek penelitian adalah pasien post laparatomi di Rumah Sakit Umum Pringsewu Lampung. Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Mei 2016. Lingkup penelitian ini berada pada area Keperawatan Medikal Bedah.
Untuk melihat lebih lengkap silahkan klik link dibawah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar