|
A.
Latar Belakang
Pada tahun 200 SM penyakit asma dipercaya
berhubungan dengan faktor emosi (PDPI, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi
(peradangan) kronik saluran nafas yang ditandai dengan adanya mengi episodic,
batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas, termasuk dalam kelompok
penyakit saluran pernapasan kronik. Badan kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2005
memperkirakan 100 sampai 150 juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah
ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap
tahun (Depkes, 2009).
Menurut data Riskesdas (2013), prevalensi
asma di Indonesia sekitar 4.5% (873.329) dari total jumlah penduduk Indonesia sebanyak
248.818.100. Prevalensi paling tinggi berada di daerah Sulawesi Tengah 7,8%
(873.329), Nusa Tenggara Timur 7.3% (817.367), DI Yogyakarta 6.9%, (772.580), dan
DKI Jakarta 5.2% (582.580), sedangkan di
Lampung prevalensi asma 1.6 % (179.149) dari total penduduknya. Kejadian asma
tertinggi pada usia 25-34 tahun 5.7% dan 35-44 tahun 5.6% dengan prevalensi
tertinggi pada perempuan 4.6% dan 4.4% pada laki-laki.
Visi Indonesia sehat 2020
adalah tercapainya hak sehat atas hidup sehat bagi seluruh lapisan masyarakat
melalui sistem kesehatan yang dapat menjamin terlindungnya masyarakat dari
berbagai risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan dan tersedianya pelayanan
kesehatan yang bermutu, terjangkau dan merata (Kemenkes, 2005). Visi Indonesia
sehat belum dapat diterapkan, hal ini dibuktikan dengan angka kejadian berbagai
penyakit yang terus meningkat prevalensinya, terutama penyakit asma.
Penyakit ini sudah dikenal di Mesir Kuno dan
diobati dengan meminum ramuan dupa yang dikenal sebagai “kifi”. Penyakit ini
secara resmi disebut sebagai masalah pernapasan oleh Hipokrates sekitar tahun
450 sebelum Masehi, dengan nama Yunani asthma
yang berarti "terengah-engah". Penyakit ini disebabkan oleh
heperaktivitas bronkus sehingga penyebab serangan ulangan pada asma
dikategorikan menjadi tiga faktor yaitu, pemacu, pemicu dan pencetus. Keadaan
ini perlu diketahui oleh masyarakat khususnya pada penderita untuk menghindari
penurunan kualitas hidup, ekserbasi akut, hingga kematian akibat serangan
penyakit ini
Kunci penatalaksanaan utama penyakit asma
dalam jangka panjang adalah dengan memberikan edukasi pada penderita. Edukasi
yang mencakup, urgensi kapan pasien mencari pertolongan, mengenali gejala
serangan asam, mengetahui obat pelega, pengontrol, serta cara dan waktu
penggunaannya, menghindari faktor pencetus, dan kontrol yang teratur (Depkes, 2009).
Peningkatan pengetahuan penderita akan bermanfaat untuk menghindari kejadian
serangan akut yang dapat mengakibatkan kematian.
Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Ningrum (2012), dengan judul
penelitian Hubungan Pengetahuan Tentang Asma dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan
pada Penderita Asma di Wilayah Kerja Puskesmas Gorong Gareng Taji Kabupaten
Magetan. Dengan jenis penelitian kuantitatif pendekatan cross sectional dengan
populasi sebanyak 40 orang dan menggunakan teknik total populasi. Distribusi
tertinggi responden menurut upaya pencegahan adalah cukup yaitu sebanyak 29
responden (62%), selanjutnya kurang sebanyak 15 responden (42%), dan distribusi
paling rendah adalah baik sebanyak 3 responden (6%). Dari hasil uji statistik
didapatkan p value 0,000 < α (0,05) yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dengan upaya pencegahan kekambuhan penderita asma di wilayah
kerja Puskesmas Gorang Gareng Taji Kabupaten Magelang.
Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku kesehatan individu dipengaruhi
oleh domain kognitif yaitu pengetahuan. Pengetahuan merupakan tindakan pasif
seseorang dalam merespon terhadap sakit dan penyakit yang dialaminya. Kurangnya pengetahuan penderita asma terhadap
pencegahan kekambuhan asma berdampak pada peningkatan angka kekambuhan asma
sehingga berdampak pada penurunan kualitas hidup, hambatan beraktifitas dan
yang lebih fatal dapat menyebabkan coma, bahkan kematian pada penderita (Amin,
2014).
Menurut survei prapenelitian yang dilakukan tanggal 24 Maret tahun
2016 di wilayah kerja Puskesmas Kedondong diketahui jumlah penderita asma periode Januri 2014 sampai dengan
Desember tahun 2015 sebanyak 60 orang.
Kemudian dari hasil wawancara terhadap 5 orang penderita asma 4 orang
mengatakan tidak tahu tentang penyakit asma. Mereka mengatakan tidak mengetahui
adanya tiga faktor pemicu seperti alergen dalam ruangan, (tungau, debu rumah,
binatang berbulu seperti anjing, tikus dan kucing) pemacu (disebabkan oleh
Rinovirus, ozon, pemakaian obat b2 agonis
seperti salbutamol terbutalin atau pirbeterol), pencetus atau semua faktor
pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin. 60% (3 orang)
yang menderita asma mengatakan jika terjadi serangan asma biasanya langsung
membeli obat ke toko obat terdekat tetapi jika tidak ada perbaikan mereka
langsung ke puskesmas untuk mendapatkan pengobatan
Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan
tentang pencegahan faktor yang menjadi pemicu, pemacu dan pencetus penyakit ini
masih sangat rendah pada penderita sehingga penderita lebih mengutamakan
pengobatan yang mempunyai efek samping yang merugikan penderita seperti
peningkatan risiko ekserbasi. Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul hubungan pengetahuan
tentang asma dengan upaya pencegahan kekambuhan pada penderita asma di wilayah
kerja Puskesmas Kedondong tahun 2016.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara pengetahuan tentang
asma dengan upaya pencegahan kekambuhan pada penderita asma di wilayah kerja
Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran tahun 2016?”
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Diketahui hubungan pengetahuan tentang asma dengan upaya pencegahan
kekambuhan pada penderita asma di wilayah kerja Puskesmas Kedondong Kabupaten
Pesawaran tahun 2016.
2.
Tujuan Khusus
a.
Diketahui distribusi frekuensi tingkat
pengetahuan penderita asma di wilayah kerja puskesmas Kedondong Kabupaten
Pesawaran tahun 2016.
b.
Diketahui distribusi frekuensi
upaya pencegahan yang dilakukan penderita asma di wilayah kerja puskesmas
Kedondong Kabupaten Pesawaran tahun 2016.
c.
Diketahui distribusi frekuensi
tingkat pendidikan penderita asma di wilayah kerja puskesmas Kedondong Kabupaten
Pesawaran tahun 2016.
d.
Diketahui distribusi frekuensi umur penderita asma di
wilayah kerja puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran tahun 2016.
e.
Diketahui hubungan antara pengetahuan tentang asma
dengan upaya pencegahan kekambuhan pada penderita asma di wilayah kerja
Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran tahun 2016.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
peneliti tentangperilaku kesehatan masyarakat khususnya tentang pencegahan
penyakit asma.
2.
Bagi Puskesmas Kedondong
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan pihak puskesmas
sebagai bahan masukan untuk meningkatan upaya promotif dan preventif untuk
mengendalikan terjadinya serangan asma.
3.
Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pustaka bagi
peneliti selanjutnya, mengingat prevalensi asma masih mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Sehingga diharapkan dapat mengendalikan peningkatan mordibitas
dan mortilitas asma khususnya di daerah provinsi Lampung.
E.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara pengetahuan tentang asma dengan upaya pencegahan
kekambuhan pada penderita asma.
Subjek penelitian adalah penderita asma di wilayah kerja Puskesmas Kedondong
Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Waktu penelitian akan dilakukan pada
bulan juli 2016. Lingkup penelitian ini berada pada area keperawatan komunitas.
Untuk melihat BAB Selanjutnya silahkan klik link dibawah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar